Bareksa.com - Isu resesi global pada tahun depan membuat investor khawatir terhadap kinerja portofolio mereka. Namun, berkaca dari krisis sebelumnya, kondisi ini bisa jadi peluang investasi di reksadana apalagi dengan potensi ekonomi Indonesia yang masih positif.
Investor saat ini semakin dihadapkan dengan berbagai pilihan peluang investasi mendekati penghujung akhir tahun. Pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), misalnya. Selama beberapa minggu terakhir IHSG sempat mengalami koreksi hingga ke level 6.700m, tetapi akhirnya kembali ke level 7.000. Meski terdapat aksi jual masif, adanya sentimen rilis laporan keuangan emiten yang mayoritas masih terjaga dengan baik mendorong keyakinan investor untuk masuk kembali ke dalam pasar saham dalam negeri.
Pasar obligasi pun saat ini mengalami koreksi yang cukup signifikan. Tidak hanya pasar obligasi domestik tetapi global pun ikut tertekan akibat adanya kenaikan suku bunga dari bank sentral mayoritas negara di dunia.
Pemicu utamanya adalah kenaikan inflasi yang cukup signifikan pada tahun ini akibat harga energi, pangan dan disrupsi rantai pasokan global. Hal lainnya adalah menjaga stabilitas nilai tukar masing-masing negara terhadap dollar Amerika.
Seperti terlihat di dalam grafik, pasar saham global secara umum berfluktuasi sepanjang tahun berjalan. Sejumlah sentimen, seperti kebijakan bank sentral AS, menggerakkan pasar modal global. Namun, pasar saham negara di ASEAN, termasuk Indonesia, terpantau lebih stabil dibandingkan negara di wilayah lainnya.
Perbaikan Ekonomi Mulai Terjadi Pada 3Q22
Sumber: Bloomberg, ADB, Bareksa
Di lain sisi, perbaikan permintaan yang kuat baik dari sisi domestik dan regional juga akan menjadi peluang bagi Indonesia sebagai salah satu perekonomian yang kuat di kawasan regional Asia. Indonesia sendiri memiliki fundamental yang cukup solid dan masuk ke dalam negara yang memiliki kemungkinan kecil terhadap adanya resesi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa pertumbuhan ekonomi kita akan terkoreksi dalam batas yang wajar pada awal kuartal pertama hingga kuartal kedua tahun depan.
Seperti terlihat di dalam grafik, Indonesia termasuk salah satu negara yang proyeksi ekonominya tumbuh lebih tinggi pada 2022 dibandingkan tahun lalu. Sektor konsumsi (warna biru) menjadi penopang utama pertumbuhan di Indonesia, serta sebagian besar ekonomi negara lainnya.
Baca juga Separah Apa Risiko Resesi 2023? Ini Peluang Cuan Investasi Menurut Budi Hikmat
Perbaikan Konsumsi Dalam Negeri dan Investasi Mendorong Perbaikan yang Solid
Sumber: CEIC, ADB Report 2022
Selain itu, pemulihan ekonomi nasional berpotensi membuat keuangan negara tahun ini akan lebih sehat. Ini terlihat dalam penerimaan negara pada tahun ini yang diproyeksikan masih melebihi target dan diharapkan pemerintah masih akan punya fleksibilitas dalam memberikan bantuan atau stimulus apabila terjadi disrupsi/gangguan ekonomi.
Tim Analis Bareksa melihat Indonesia akan menjadi sebuah primadona bagi para investor global mengingat masih tingginya harga komoditas batubara, stabilitas kebijakan baik dari sisi fiskal dan moneter, serta solidnya pertumbuhan konsumsi dalam negeri akan mendorong daya tarik investor.
Bareksa juga percaya bahwa ke depannya tidak hanya pasar saham yang akan menguat kembali tetapi obligasi negara juga diproyeksikan menguat kembali dengan imbal hasil (yield) ke level 7,4-7,5% di awal kuartal pertama tahun depan. Peluang melemahnya yield obligasi dapat dimanfaatkan oleh investor untuk masuk kembali ke reksadana pendapatan tetap basis SBN secara bertahap, pada saat yield menyentuh level 7,6-7,8%.
Apa yang harus dilakukan investor? Melihat sejumlah sentimen di atas, investor dapat mempertimbangkan untuk melakukan strategi investasi berikut.
Investor dengan profil risiko agresif dapat terus cermati sentimen yang ada di pasar saham. Melihat momentum fluktuasi di IHSG, investor dapat mempertimbangkan akumulasi bertahap di reksadana saham maupun reksadana indeks jika IHSG berada di bawah level 7.000, dengan tujuan investasi jangka pendek.
Sementara itu, investor profil risiko moderat dapat mempertimbangkan akumulasi bertahap di reksadana pendapatan tetap basis SBN jika yield berada di level 7,6-7,8%, sembari menanti rilis data ekonomi pekan ini.
Untuk semua jenis profil risiko dapat tetap berinvestasi di reksadana pasar uang yang umumnya lebih stabil.
Perlu diingat kembali, investasi mengandung risiko, sehingga investor juga perlu membekali diri mengenai peluang keuntungan maupun risiko yang ada di pasar keuangan.
Daftar Reksa Dana | Imbal Hasil (Return) | |
---|---|---|
Reksa Dana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
Capital Money Market Fund | 4,40% | 16,96% |
Syailendra Dana Kas | 3,68% | 14,85% |
Shinhan Money Market Fund | 3,40% | 13,72% |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 3 Tahun | 5 Tahun |
Eastspring Syariah Fixed Income Amanah Kelas A | 16,98% | 30,70% |
Kehati Lestari Kelas G | 10,33% | 21,34% |
TRIM Dana Tetap 2 | 15,78% | 30,04% |
Reksa Dana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
Avrist Ada Saham Blue Safir | 13,27% | 9,78% |
Bahana Dana Prima | 14,42% | 11,13% |
BNP Paribas Sri Kehati | 18,20% | 13,91% |
Sumber: Tim Analis Bareksa, Return per NAV 26 Oktober 2022
Baca juga Top Up Reksadana Pakai OVO, Dapat Cashback hingga Rp300 Ribu
(Ariyanto Dipo Sucahyo/ Sigma Kinasih/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.