Bareksa.com - Inflasi dunia diperkirakan tidak akan turun dalam waktu dekat, sementara pertumbuhan ekonomi global juga akan sedikit melambat di tahun depan. Meski risiko resesi masih mengancam, Smart Investor masih perlu berinvestasi di aset seperti reksadana dan emas batangan, menyesuaikan dengan profil dan tujuan keuangan.
Beberapa sentimen pasar saat ini menandakan bahwa inflasi dunia sepertinya tidak akan turun dalam waktu yang cepat dalam beberapa bulan mendatang. Pengurangan produksi dari OPEC+ membuat harga minyak kembali meningkat dan mengakibatkan semakin lambatnya penurunan inflasi global.
Pelarangan ekspor chip semikonduktor ke China oleh Amerika juga akan menyebabkan kenaikan harga barang elektronik dan kendaraan. Keputusan itu diambil oleh Presiden AS Joe Biden untuk menciptakan lapangan kerja baru untuk warga AS dan membatasi teknologi AS yang bisa dipakai untuk mengembangkan kecerdasan buatan serta kebutuhan militer.
Pemerintah AS juga memberikan subsidi bagi para produsen chip semikonduktor yang membangun pabriknya di AS. Hal tersebut memiliki dampak yang besar, terutama bagi China yang saat ini merupakan salah satu pemegang peran penting dalam rantai pasokan global.
China sebagai net eksportir dihadapkan dengan masalah kelangkaan semikonduktor dan kelangkaan bahan baku sehingga membuat usaha bank sentral dunia mengendalikan harga menjadi lebih sulit.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas pertumbuhan ekonomi global untuk tahun depan. Hal tersebut diakibatkan oleh perlambatan ekonomi dari China serta efek dari perang Ukraina dan Rusia yang masih akan berlangsung hingga tahun depan.
Menurut IMF, ekonomi global tahun depan hanya tumbuh sebesar 2,7% dari sebelumnya 2,9% pada perkiraan bulan Juli lalu, seperti terlihat dalam grafik di bawah ini. Grafik menunjukkan perkiraan IMF untuk tahun depan memang ada perlambatan, tetapi tidak sampai minus seperti resesi di 2020, sehingga belum secara resmi terjadi resesi.
IMF Mengubah Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023
Di tengah ancaman perlambatan ekonomi global saat ini investor sudah mulai kembali mempertimbangkan logam mulia emas sebagai alat investasi mereka walaupun aliran dana ke Dolar AS masih tetap tinggi akibat komitmen bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga ke depannya.
Di tengah tingginya inflasi dan melemahnya nilai tukar, beberapa investor global mulai mencairkan simpanan emas mereka dan terbukti selama beberapa bulan terakhir sudah hampir lebih dari 527 ton emas yang keluar dari brankas simpanan emas di New York dan London. Saat ini harga emas sudah melemah 18% dari titik tertingginya pada bulan Maret lalu. Hal tersebut membuat para investor emas besar dari Asia seperti China dan India membeli logam mulia dengan harga yang relatif lebih murah menurut mereka.
Pada pasar emas China, Dubai, dan Turki saat ini, investor membeli harga emas cenderung pada level yang premium. China memiliki premium yang paling tinggi per onsnya. Per tanggal 7 Oktober 2022 pasar emas di China memiliki harga yang lebih tinggi sebesar US$31,1/onsnya dibandingkan harga emas di pasar global. Hal tersebut diakibatkan selain dari sisi melemahnya nilai tukar Yuan di pasar luar negeri, faktor lain yang mempengaruhi adalah pembatasan kuota impor oleh bank sentral China.
Pembelian Emas Paling Banyak Berasal dari Asia
Tim Analis Bareksa melihat level harga emas saat ini di kisaran US$1.650-1.690/troy ons merupakan level yang cukup atraktif bagi Smart Investor untuk bisa mengambil peluang investasi emas, dengan harapan suku bunga Dolar AS bakal memuncak di kuartal pertama 2023.
Baca juga Investasi Emas Retro atau Logam Mulia Certi untuk Hadapi Ancaman Resesi?
Selain melakukan diversifikasi pada instrumen emas batangan, investor juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan strategi investasi reksadana berikut.
Perlu diingat kembali, investasi mengandung risiko, sehingga investor juga perlu membekali diri mengenai peluang keuntungan maupun risiko yang ada di pasar keuangan.
Daftar Reksa Dana | Imbal Hasil (Return) | |
---|---|---|
Reksa Dana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
Shinhan Money Market Fund | 3,40% | 13,84% |
Syailendra Sharia Money Market Fund | 4,05% | 15,49% |
Majoris Pasar Uang Syariah Indonesia | 3,95% | 12,77% |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 1 Tahun | 3 Tahun |
TRIM Dana Tetap 2 | 4,17% | 17,22% |
Syailendra Pendapatan Tetap Premium | 7,21% | 31,06% |
Ganesha Abadi Kelas G | 2,59% | 14,70% |
Reksa Dana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
Avrist Ada Saham Blue Safir | 10,93% | 9,41% |
Bahana Dana Prima | 13,47% | 12,56% |
Allianz SRI KEHATI Index Fund | 14,25% | 12,29% |
Sumber: Tim Analis Bareksa, Return per NAV 12 Oktober 2022
Baca juga Promo 10.10 FundFest Bareksa, Investasi Reksadana Raih iPad, TV, hingga Emas
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Fitur Bareksa Emas dikelola oleh PT Bareksa Inovasi Digital, berkerjasama dengan Mitra Emas berizin.