Bareksa.com - Investor global saat ini tengah khawatir terhadap risiko resesi sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang negatif selama dua kuartal berturut. Meski inflasi tinggi juga terasa di Indonesia, investor masih bisa mengambil strategi untuk tetap meraih keuntungan investasi reksadana.
Seperti yang diberitakan pekan lalu, pada kuartal II 2022, ekonomi AS turun atau minus 0,9%, lebih buruk dibandingkan dengan ekspektasi pasar yang mengharapkan pertumbuhan 0,5% untuk kuartal kedua ini. Namun, pihak Gedung Putih AS menyanggah kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut tersebut dinyatakan sebagai resesi dan hanya mengindikasikan perlambatan ekonomi biasa.
Real Personal Consumption (data yang menghitung belanja perorangan secara riil) di Amerika turun sebesar 0,1% pada bulan Mei 2022 setelah naik sebesar 0,2% di kuartal pertama tahun ini. Hal tersebut menunjukkan efek negatif dari inflasi yang sangat tinggi dalam 40 tahun terakhir di negara tersebut.
Meski demikian, data lapangan kerja Amerika Serikat masih cukup kuat pada bulan Juni, yakni tercatat mencetak 372.000 tenaga kerja baru. Sementara tingkat pengangguran masih cukup rendah di level 3,6%.
Tim Analis Bareksa melihat keputusan Bank Sentral AS menaikkan suku bunga sebesar 0,75% pada rapat bulan lalu merupakan langkah yang tepat. Hal tersebut dikarenakan selain meningkatnya permintaan terlalu cepat saat ini, kelangkaan barang juga masih jadi penyebab utama tingginya inflasi di seluruh dunia.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulan Juli berada pada level 4,94% secara tahun ke tahun (Juli 2022 terhadap Juli 2021), tertinggi sejak Oktober 2015. Inflasi tahun berjalan (Juli 2022 terhadap Desember 2021) Indonesia mencapai 3,85% per Juli 2022. Secara bulanan, inflasi bulan Juli meningkat sebesar 0,64%.
Kenaikan inflasi masih didorong dari sektor makanan, minuman dan tembakau. Angka inflasi secara tahunan lebih tinggi dengan ekspektasi pasar sebesar 4,8% di satu sisi inflasi inti bulan Juli terdapat pada level 2,85% yang relatif terjaga.
Tim Analis Bareksa melihat kenaikan inflasi inti ini akan mendorong Bank Indonesia akan menaikkan suku bunganya sebesar 0,25% pada bulan ini. Inflasi diyakini dapat diturunkan kembali dengan inflasi inti tidak melewati angka 3,1% pada tahun ini, sehingga konsumsi masyarakat dapat terjaga.
Baca juga Inflasi Juli 2022 di Atas Ekspektasi, Potensi Cuan Reksadana Ini
Grafik Ketidakpastian dan Risiko Ekonomi 2018-2022
Sumber: IMF
Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya sebesar 3,2% untuk tahun 2022 dan 2,9% pada tahun 2023. Hal tersebut dikarenakan adanya lockdown di China dan pelarangan ekspor hasil energi dan komoditas dari Rusia.
IMF sendiri juga melihat ke depannya akan terjadi pengetatan kucuran kredit perbankan dan sedikit ketidakstabilan di pasar keuangan global akibat meningkatnya suku bunga acuan di mayoritas bank sentral global.
Namun, Tim Analis Bareksa masih tetap optimis pada tahun ini Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 5,1-5,3% karena longgarnya kebijakan moneter dan tingginya likuiditas perbankan hingga saat ini, dengan loan to deposit ratio perbankan nasional berada di level 80%. Perbankan juga masih tetap dapat mempertahankan pemberian kredit murah hingga akhir tahun diakibatkan oleh dana murah yang didapatkan selama masa pandemi.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia dipandang masih dapat berekspansi dengan modal kredit yang relatif rendah. Maka dari itu, Tim Analis Bareksa masih optimis bahwa pada tahun ini, baik pendapatan dan laba bersih perusahaan besar di Indonesia masih akan bertumbuh dengan baik.
Baca juga Sentimen Ini Buat Pasar Saham Positif di Bulan Juli, 10 Reksadana Mana Paling Cuan?
Menilai sejumlah faktor tersebut di atas, investor dapat mempertimbangkan untuk melakukan strategi investasi berikut.
Perlu diingat kembali, investasi mengandung risiko, sehingga investor juga perlu membekali diri mengenai peluang keuntungan maupun risiko yang ada di pasar keuangan.
Sejumlah reksadana pilihan yang menjadi rekomendasi Bareksa, termasuk reksadana indeks dapat mencatat kinerja yang cukup menarik. Salah satunya adalah Reksa Dana Indeks BNP Paribas Sri Kehati yang naik 25,18% setahun (per 28 Juli 2022).
Tabel Kinerja Reksadana
Daftar Reksa Dana | Imbal Hasil (Return) | |
---|---|---|
Reksa Dana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
Capital Money Market Fund | 4,54% | 17,87% |
Sucorinvest Sharia Money Market Fund | 4,39% | 17,96% |
Shinhan Money Market Fund | 3,43% | 14,50% |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 1 Tahun | 3 Tahun |
Syailendra Pendapatan Tetap Premium | 6,14% | 30,67% |
TRIM Dana Tetap 2 | 3,83% | 16,77% |
Sucorinvest Stable Fund | 7,08% | - |
Reksa Dana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
Avrist Ada Saham Blue Safir | 8,69% | 19,96% |
Bahana Dana Prima | 11,71% | 20,76% |
BNP Paribas Sri Kehati | 7,94% | 25,18% |
Sumber: Bareksa Research Team, Return per NAV 28 Juli 2022
Baca juga Investasi di Bareksa Pakai OVO, Raih Instant Cashback dan Reksadana hingga Rp400 Ribu
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan in
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.