Bareksa.com - Pekan ini sejumlah sentimen negatif membayangi pergerakan pasar saham Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri. Akhir pekan lalu, Biro Statistik dan Tenaga Kerja Amerika Serikat pada Jumat malam WIB (10/6/2022) melaporkan inflasi Negara Paman Sam pada Mei 2022 meroket 8,6 persen secara tahunan (YOY), merupakan inflasi tertinggi dalam 41 tahun terakhir atau sejak Desember 1981. Angka inflasi itu lebih tinggi dari Maret dan April 2022 yang masing-masing 8,5 persen dan 8,3 persen.
Menurut analisis Bareksa, rilis data inflasi tersebut semakin mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS lebih agresif. Selain itu, kasus Covid-19 dalam negeri juga kembali meningkat. Sejumlah hal tersebut diproyeksikan bisa menekan kinerja pasar saham,, reksadana saham dan reksadana indeks.
Baca juga : Bareksa Insight : Inflasi AS Mei di Level Tertinggi, Ini Tips Agar Investasi Cuan Maksimal
Senada, beberapa sentimen negatif tersebut juga turut mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi Negara (SBN) yang mayoritas melemah pada akhir pekan lalu.
Namun, menurut analisis Bareksa, data neraca perdagangan Indonesia yang akan dirilis pekan ini yang diproyeksikan surplus, diperkirakan dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini berpotensi sedikit menopang kinerja pasar keuangan Indonesia dari dampak negatif isu global.
Kinerja pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat, 10 Juni 2022 turun 1,34 persen ke level 7.182,83. Berdasarkan data id.investing.com (diakses 10/06/2022 pukul 17.00 (WIB) benchmark obligasi pemerintah tercatat naik ke level 7,2 persen pada 10 Juni 2022.
Baca juga : Bareksa Insight : Keyakinan Konsumen Catat Rekor, Simak Rekomendasi Investasi Berikut
Mempertimbangkan sejumlah sentimen tersebut, analisis Bareksa menyarankan agar investor mencermati reksadana saham dan reksadana indeks berbasis sektor energi. Sebab harga komoditas tersebut diprediksi masih akan tinggi dan bertahan hingga akhir tahun ini.
Analisis Bareksa juga melihat reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi negara kembali akan melemah setelah pada Jumat lalu sempat bergerak ke level 7,2 persen. Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) acuan berpotensi bergerak ke level 7,25 - 7,4 persen pada minggu ini. Investor dapat mempertimbangkan untuk kembali masuk ke reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi.
Baca juga : Bareksa Insight : Inflasi RI Stabil, Simak Rekomendasi Investasi Reksadana Berikut Ini
Beberapa produk reksadana pendapatan tetap, reksadana saham dan reksadana indeks yang bisa dipertimbangkan oleh investor dengan profil risiko moderat dan agresif adalah sebagai berikut :
Imbal Hasil Sepanjang tahun berjalan/Year to Date (per 10 Juni 2022)
Avrist IDX30 : 11,76 persen
Principal Index IDX30 Kelas O : 10,4 persen
Sucorinvest Sharia Equity Fund : 8,27 persen
Manulife Saham SMC Plus : 7,47 persen
Imbal Hasil 3 Tahun (per 10 Juni 2022)
TRIM Dana Tetap 2 : 20,03 persen
Syailendra Pendapatan Tetap Premium : 32,44 persen
Baca juga : Bareksa Insight : Pasar Saham Melambung, Reksadana Ini Cuan Hingga 24,9 Persen
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.