Bareksa.com - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), salah satu perusahaan manajemen investasi terbesar di Tanah Air memperkirakan pasar finansial Indonesia masih akan positif tahun ini. Hal itu akan didukung oleh perekonomian global yang bergerak bullish, pasar Asia yang lebih suportif dan kondisi pasar domestik yang stabil, terlihat dari inflasi yang tetap terkendali dan upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas Rupiah.
Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer - Fixed Income MAMI menyatakan ekonomi global di tahun ini diperkirakan akan tumbuh moderat dan inflasi juga akan lebih melandai dibandingkan pada 2023. “Tingkat suku bunga sudah mendekati puncak siklusnya. Dokumen Dot Plot FOMC di bulan Desember 2023 mengindikasikan pemangkasan suku bunga bisa lebih besar dari perkiraan sebelumnya, sehingga mengafirmasi harapan pasar terhadap The Fed untuk lebih agresif dalam menurunkan suku bunga di 2024,” kata Ezra dalam acara Indonesia Market Outlook: Keeping Up with 2024 secara daring (18/1).
Menurut Ezra, perkembangan outlook suku bunga dan ekonomi Amerika Serikat menjadi katalis bagi pasar global secara menyeluruh. Hampir seluruh sektor berkontribusi secara merata dalam penguatan pasar, mengindikasikan optimisme terhadap outlook ekonomi secara keseluruhan. Penurunan imbal hasil US Treasury terjadi di seluruh tenor, merespons ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed di 2024 dan hasil lelang US Treasury yang kuat. Indeks dolar AS yang terus melemah menjadi faktor positif bagi pasar finansial dunia.
Dia menjelaskan pasar finansial di Asia diperkirakan akan lebih suportif. Pertumbuhan di 2024 akan didukung oleh ekspektasi kebijakan moneter yang lebih akomodatif, pelemahan nilai tukar dolar AS, imbal hasil US Treasury yang melandai, penurunan harga minyak dunia dan ekspektasi membaiknya perdagangan global yang menguntungkan kawasan Asia.
“Di tengah euforia pasar pada awal 2024, ada beberapa risiko yang harus dicermati. Volatilitas dapat terjadi jika pemangkasan suku bunga The Fed tidak sesuai dengan ekspektasi. Pasar memperkirakan pemangkasan 150 bps atau 1,5%, sedangkan The Fed memberi sinyal pemangkasan hanya 75 bps atau 0,75%,” kata Ezra.
Selain itu ada risiko geopolitik di beberapa kawasan. Eskalasi konflik di Timur Tengah, antara Israel dengan Hamas, dapat menjadi perang proksi antar berbagai negara. Di kawasan Asia, pemilu di Taiwan dapat mengubah arah kebijakan diplomatik dan geopolitik antara Taiwan dengan China. Sementara itu, pemilu AS pada 5 November 2024 dapat mengubah arah diplomatik dan geopolitik dunia.
Pasar Domestik
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI menyatakan dari dalam negeri, BI telah menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga stabilitas. Sepertinya BI sudah mengakhiri siklus kenaikan suku bunga. Namun, BI belum memulai sikus penurunan suku bunga demi menjaga stabilitas rupiah yang menjadi prioritas BI saat ini.
“Siklus penurunan suku bunga BI nantinya akan mengikuti perkembangan The Fed, pergerakan rupiah, dan arus masuk modal. Penyesuaian akan dilakukan secara bertahap. Secara historis, siklus penurunan suku bunga BI dimulai setelah tingkat suku bunga riil mencapai sekitar 3%,” dia mengungkapkan.
MAMI memperkirakan inflasi akan tetap terkendali walaupun terjadi peningkatan harga. Meskipun kenaikan harga pangan dapat berdampak pada inflasi, namun BI menyatakan optimisme. Intervensi pasokan pangan yang dilakukan pemerintah diperkirakan akan cukup untuk menjaga inflasi agar tetap berada dalam kisaran target 2,5% ± 1% pada 2024. Inflasi inti yang terkendali akan membantu mengendalikan inflasi secara keseluruhan.
Soal rupiah, menurut Katarina, tahun ini kinerja Mata Uang Garuda berpotensi lebih menarik dibandingkan mata uang Asia lainnya. Sebab suku bunga riil yang tinggi dan peluang beralihnya kebijakan moneter The Fed ke arah yang lebih akomodatif akan turut mendukung rupiah untuk berkinerja lebih baik.
“Namun, tetap ada risiko yang perlu dicermati. Narasi higher for longer menyebabkan imbal hasil obligasi negara maju tetap tinggi. Jika terus berlanjut, hal ini bisa mengakibatkan minimnya aliran dana masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dan menekan rupiah,” ujarnya.
Aktivitas ekonomi diperkirakan akan meningkat, ditopang belanja Pemilu dan meningkatnya belanja pemerintah, seperti terlihat pada Desember 2023. Pada akhir 2023 tersebut belanja pemerintah naik ke Rp616 triliun, jauh di atas Rp270 triliun pada bulan sebelumnya. Angka itu juga merupakan belanja bulanan pemerintah yang jauh di atas rata-rata bulan Desember yang jumlahnya sekitar Rp350 triliun. Aktivitas belanja modal korporasi diperkirakan berangsur normal setelah Pemilu.
Dengan asumsi Pemilu berjalan kondusif, maka kata dia, akan berdampak netral-positif terhadap pasar finansial Indoesia. Secara historis, pada periode pemilu sebelumnya (di tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019), pasar finansial Indonesia menunjukkan pergerakan positif pada 6-12 bulan sebelum dan setelah Pemilu. Tercapainya puncak suku bunga, kebijakan moneter yang lebih akomodatif dan nilai tukar dolar AS yang termoderasi tahun ini akan membuat investor asing lebih berminat untuk masuk ke pasar-pasar negara berkembang.
“Itu merupakan katalis yang kuat bagi pasar finansial Indonesia. Hal ini sudah mulai terlihat dengan masuknya arus modal asing dalam 2 bulan terakhir, di mana Indonesia membukukan arus dana asing selama delapan dari sembilan minggu terakhir, dengan jumlah tertinggi di ASEAN,” Katarina memaparkan.
Pasar Obligasi
Menurut Ezra, daya tarik pasar obligasi Indonesia masih terjaga baik tahun ini. Per 5 Januari 2024, imbal hasil riil obligasi Indonesia tenor 10 tahun mencapai 4%, merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain, seperti Thailand (3,2%), China (3,0%), Malaysia (2,3%), Filipina (2,1%), India (1,7%), Amerika Serikat (0,9%) dan Eropa (-1,9%).
“Kondisi ini disertai dengan peralihan kebijakan suku bunga global yang lebih akomodatif dan nilai tukar rupiah yang lebih stabil, sehingga berpotensi mendorong masuknya aliran dana asing yang dapat mendukung pasar obligasi domestik,” ungkap dia.
Menurut Ezra, tahun 2024 akan menjadi tahun yang konstruktif bagi pasar obligasi. Kondisi makroekonomi diperkirakan akan suportif, didukung oleh dua katalis bagi pasar yaitu inflasi yang terjaga dan potensi pemangkasan suku bunga. Tingkat imbal hasil SBN 10 tahun yang masih di kisaran 6,7% menjadi entry point yang menarik bagi investor.
“Permintaan pasar terhadap obligasi di 2024 diperkirakan masih akan tetap kuat. Penopangnya adalah permintaan investor domestik, seperti investor institusi keuangan non-bank, karena adanya kebutuhan reinvestasi dan pemenuhan kewajiban investasi pada SBN,” ujarnya.
Permintaan investor asing terhadap obligasi Tanah Air juga membaik seiring dengan peralihan kebijakan suku bunga global yang lebih akomodatif. MAMI memperkirakan imbal hasil SBN 10 tahun dapat turun ke kisaran 6.00% – 6.25% tahun ini. “Walaupun kami percaya tahun 2024 akan menjadi tahun yang positif bagi pasar obligasi, namun beberapa faktor risiko perlu dicermati dan diantisipasi,” Ezra menjelaskan.
Risiko tersebut di antaranya, pertama, risiko dari tekanan penerbitan obligasi pemerintah, terutama pada paruh pertama 2024. Ini merupakan strategi DJPPR Kementerian Keuangan untuk melakukan lelang lebih banyak pada paruh pertama (front-loading issuance policy).
Kedua, melebarnya selisih yield antara Surat Utang Negara Indonesia dibandingkan dengan yield US Treasury, sehingga membuat pasar Indonesia menjadi kurang menarik. Kondisi ini dapat terjadi apabila pendapatan ekspor Indonesia turun akibat melemahnya harga komoditas global. Ketiga, risiko perbedaan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Keempat, risiko ketidakpastian geopolitik.
Pasar Saham
Samuel Kesuma, Senior Portfolio Manager, Equity MAMI menyatakan seiring latar belakang makro yang lebih positif bagi dunia investasi menjelang peralihan kebijakan moneter global ke arah yang lebih akomodatif pada 2024, bisa memberikan katalis positif yang dapat membuka peluang valuasi saham dihargai lebih tinggi. Saat ini valuasi saham Indonesia sudah jauh lebih rendah dari valuasi rata-rata selama 10 tahun terakhir.
“Potensi pemangkasan suku bunga, stabilitas rupiah dan meningkatnya aktivitas perekonomian ditopang oleh distribusi belanja kampanye diharapkan menjadi katalis yang dapat mendorong pasar saham Indonesia menguat lebih lanjut,” ungkapnya.
Menurut Samuel, optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian di tahun Pemilu dan kondisi moneter yang lebih akomodatif bisa memperbaiki konektivitas antara makro domestik yang baik dan aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia. Pertumbuhan pendapatan perusahaan diperkirakan masih tumbuh dengan kecepatan yang relatif sehat pada 2024. “Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 7.800 di akhir tahun 2024 dan pertumbuhan laba emiten mencapai 8%,” kata dia.
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.