Berita Hari Ini : BEI Antisipasi Pasar Turun Tajam, Corona Lemahkan Pertumbuhan

Bareksa • 28 Feb 2020

an image
Karyawan melintas di bawah layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

OJK : Bumiputera laksanakan PP, pemerintah berkoordinasi soal umroh, dampak virus corona lebih parah dari perang dagang

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 28 Februari 2020 :

PT Bursa Efek Indonesia (BEI)

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyiapkan sejumlah langkah dalam merespons pergerakan pasar domestik. Mulai dari melakukan analisis hingga memberhentikan perdagangan untuk sementara.

Direktur BEI, Laksono Widodo, mengatakan pihaknya memiliki tahapan prosedural crisis management protocol (CMP) untuk mengantisipasi pasar, berdasarkan indikator penurunan indeks. Sesuai prosedur ketika pasar turun lebih dari 2 persen, BEI melakukan pemantauan pasar (market watch) dan menganalisa berbagai sentimen yang menekan indeks untuk mencari penyebabnya, baik dari faktor global maupun domestik.

Dia mengatakan hingga saat ini BEI masih terus mengamati pasar secara ketat. Namun, jika kondisi pasar terus tergerus dan penurunan berlanjut, BEI juga akan mulai melakukan langkah selanjutnya.

Jika penurunan menyentuh 5 persen, Laksono menyebut itu sudah memasuki masa krisis. BEI akan mulai berkoordinasi dengan stakeholder bursa seperti PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) untuk mendiskusikan langkah selanjutnya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kemudian jika pasar terus turun hingga 7,5 persen, maka BEI akan mengambil keputusan bersama-sama dengan OJK dan Kementerian Keuangan karena di level ini masalah bukan hanya berasal dari pasar modal saja. CMP juga sudah akan mulai dijalankan.

Laksono menilai saat ini pasar belum memasuki tahapan kritis dan mereka masih melakukan pemantauan. Menurut dia, kondisi saat ini lebih diakibatkan oleh tekanan dari global akibat makin luasnya wabah corona atau Covid-19.

IHSG terus terperosok jauh di bawah level 5.600 pada akhir perdagangan hari ini, Kamis (27/2/2020), meskipun pemerintah menggelontorkan stimulus ke berbagai sektor yang terdampak wabah virus corona (Covid-19).

Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 2,69 persen atau 153,23 poin ke level 5.535,69 dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Rabu (26/2/2020), IHSG mengakhiri pergerakannya di level 5.688,92 dengan kemerosotan 1,7 persen atau 98,22 poin, penurunan hari keempat berturut-turut sejak perdagangan 21 Februari.

Indeks mulai melanjutkan pelemahannya pada Kamis (27/2) pagi dengan dibuka terkoreksi 0,15 persen atau 8,48 poin di posisi 5.680,44. Sepanjang hari ini, IHSG bergerak pada kisaran 5.526,82-5.684,29.

Seluruh 9 sektor menetap di wilayah negatif pada akhir perdagangan hari ini, didorong oleh sektor finansial yang anjlok 3,94 persen dan barang konsumsi yang turun 2,36 persen.

Dari 682 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 77 saham menguat, 334 saham melemah, dan 271 saham stagnan.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang masing-masing turun 7,81 persen dan 2,02 persen menjadi penekan utama pelemahan IHSG hari ini.

Keputusan pemerintah mengalokasikan anggaran Rp10,3 triliun untuk stimulus menghadapi dampak ekonomi virus corona dinilai belum berhasil mendorong IHSG.

Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji mengatakan pemerintah sebaiknya memberikan stimulus yang dapat menggenjot pertumbuhan konsumsi dan sejumlah sektor yang memiliki potensi besar. Ia mencontohkan industri manufaktur dan pariwisata perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mendapatkan insentif.

Dampak Corona

Perusahaan manajer investasi, PT Eastspring Investments Indonesia memperkirakan wabah virus Corona (COVID-19) akan berimplikasi negatif terhadap sektor pariwisata, investasi dan perdagangan Indonesia. Sehingga kondisi ini akan menekan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,2 persen di 2020.

"Ekonomi Indonesia diperkirakan akan terpukul sekitar 0,1-0,2 persen, akibat adanya wabah COVID-19. Berkaca dari kasus SARS 2003, ekonomi Indonesia juga tercatat menurun 0,1 persen pada tahun tersebut," kata Head of Investment Specialist and Portfolio Analysis Eastspring Investments, Erik Agustinus Susanto.

Pada sektor pariwisata, menurut Erik, pemerintah Indonesia telah menghentikan jalur penerbangan ke dan dari China mulai 5 Februari 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, jumlah wisatawan mancanegara dari China merupakan yang terbesar kedua (12,9 persen dari total kunjungan turis asing) atau sebanyak 2,1 juta kunjungan per tahun.

"Dengan asumsi wabah COVID-19 dapat diselesaikan hingga akhir Kuartal II 2020, maka Indonesia akan kehilangan potensi pendapatan dari bisnis pariwisata sebesar US$1,98 miliar-US$2,08 miliar," ucapnya.

Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) memperkirakan, potensi kerugian di sektor industri pariwisata mencapai puluhan miliar rupiah per bulan, karena anjloknya jumlah kunjungan turis dari China. Wabah virus ini telah membuat pengusaha jasa pariwisata kehilangan 30 persen keuntungan, akibat pembatalan atau penundaan perjalanan.

"Di saat krisis seperti ini, dibutuhkan program khusus untuk mendorong potensi wisatawan dari dalam negeri, sehingga mampu untuk mengisi kekosongan pada fasilitas pariwisata," ujar Erik.

Sementara itu pada sektor investasi, lanjut Erik, agar realisasi investasi pada 2020 tidak anjlok, maka Indonesia harus menjaga iklim investasi dan mengimplementasikan reformasi struktural yang kondusif dan seimbang secara cepat.

"Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan memotong suku bunga acuan (BI 7day Reverse Repo Rate) sebanyak dua kali (-50 bps) pada 2020 dalam hal mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi. BI juga mengatakan telah mengambil langkah berani untuk menopang nilai tukar rupiah dan obligasi," tutur Erik.

Berdasarkan data realisasi investasi atau penanaman modal asing (PMA) di Indonesia, China mencapai urutan kedua (16,8 persen dari total PMA) atau sebesar US$4,74 miliar dengan 2.135 proyek dan Hong Kong di urutan keempat US$2,89 miliar dengan 1.512 proyek. Singapura ada di urutan pertama sebesar US$6,59 miliar dengan 7.026 proyek dan Jepang di urutan ketiga US$4,31 miliar dengan 3.840 proyek.

Pada sektor perdagangan, jelas Erik, jika dibandingkan dengan posisi ketergantungan terhadap China, maka Indonesia tergolong sangat minim.

"Setiap terjadi penurunan 1 persen pada ekonomi China, hanya akan berdampak 0,1-0,2 persen pada ekonomi Indonesia. Hal ini didukung oleh komposisi ekonomi Indonesia yang sebagian besar ditopang oleh konsumsi domestik (60 persen) dan akan tumbuh stabil 5 persen," ungkap Erik.

Dia menambahkan, nilai ekspor Indonesia ke China pada 2019 mencapai US$25,8 miliar atau Rp353,5 triliun (16,7 persen dari total ekspor) dan nilai impor dari China US$44,6 miliar atau Rp611 triliun (30 persen dari total impor). Neraca perdangangan Indonesia-China, menunjukkan bahwa Indonesia mengalami defisit perdagangan US$15,2 miliar.

"Untuk mencegah penurunan ekspor yang tajam dan menjaga keseimbangan perdagangan di 2020, maka diperlukan program diversifikasi pasar dalam hal mendorong permintaan dari dalam negeri," imbuh Erik.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan pengurus Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 harus melaksanakan seluruh amanat peraturan pemerintah mengenai asuransi mutual termasuk larangan politisi menjadi pengurus. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, salah satunya mengatur bahwa pengurus partai politik dan pejabat pemerintahan tidak boleh menjadi peserta Rapat Umum Anggota (RUA).

Para peserta RUA merupakan perwakilan pemegang polis Bumiputera, yang juga menjadi pemegang saham dari asuransi mutual tersebut. RUA memiliki wewenang untuk menentukan Anggaran Dasar (AD) dan sejumlah kebijakan lainnya.

Kepala Pengawasan Departemen IKNB 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menilai Bumiputera secara otomatis harus melaksanakan apapun yang diatur oleh pemerintah melalui PP tersebut. Meskipun begitu, Bumiputera memiliki waktu transisi untuk sepenuhnya menerapkan PP 87/2019.

"Itu kan sudah keluar aturannya, bunyinya seperti itu. Kalau ditanya interpretasinya bagaimana? PP itu sendiri kan sudah menetapkan, Badan Perwakilan Anggota [BPA] menjadi RUA, bahwa itu ada persyaratan di batang tubuhnya [mengenai syarat peserta RUA] ya silakan didiskusikan saja konsekuensinya apa, apakah masih bisa dalam setahun ini [dipenuhi]," ujar Nasrullah kepada Bisnis, Kamis (27/2/2020).

Dia menjelaskan PP 87/2019 dibuat untuk mengatur industri, yakni perusahaan asuransi berbentuk mutual. Namun, di Indonesia hanya terdapat satu asuransi usaha bersama, yakni Bumiputera.

Menurut Nasrullah, merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur industri melalui regulasi. Adapun, otoritas akan menjalankan tugasnya sebagai pengawas sektor jasa keuangan sesuai rambu-rambu yang diatur pemerintah.

"Artinya sebagai warga negara yang baik, pemerintah mengeluarkan aturan, ya dilaksanakan," ujar Nasrullah.

Penghentian Umroh

Pemerintah terus melakukan koordinasi antar kementerian/lembaga (K/L) untuk menyikapi kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait penghentian sementara visa umroh dengan tujuan untuk melindungi kepentingan jemaah terutama berkaitan dengan biro perjalanan, maskapai penerbangan, akomodasi hotel dan visa.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menyebutkan langkah pertama, adalah pemerintah Indonesia memahami keputusan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi berkaitan dengan penghentian sementara izin masuk untuk pelaksanaan umroh dan atau ziarah.

Pemerintah Indonesia juga memahami keputusan itu diambil dengan pertimbangan kepentingan kesehatan umat yang lebih besar, terutama para jemaah umrah dan ziarah.

"Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, antara lain agar jemaah yang sedang melakukan ibadah dapat melanjutkan ibadahnya. Bagi mereka yang sudah terlanjur atau akan mendarat juga agar diizinkan untuk melanjutkan ibadah atau ziarah," ungkap Menko PMK usai memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Membahas Dampak Pelarangan Ibadah Umrah Akibat Covid-19 di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (27/2) dilansir dari laman Setkab.

Untuk diketahui, jumlah jemaah umroh Indonesia dalam lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah jemaah umrah Indonesia dalam kurun 2014-2015 berjumlah 649.000, meningkat di tahun 2015-2016 sebanyak 677.509, naik lagi di 2016-2017 yaitu 876.246, kemudian melonjak signifikan di tahun 2017-2018 mencapai 1.005.336 dan menurun sedikit di tahun 2018-2019 menjadi 974.650 jamaah.

Seluruh peserta rapat, di antaranya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Direktur Angkasa Pura 1 dan Angkasa Pura 2 turut andil menyepakati keputusan dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah.

Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah di perdagangan pasar spot. CNBC Indonesia menyebut kekhawatiran pasar mengenai penyebaran virus corona benar-benar membuat rupiah terpojok.

Pada Jumat (28/2/2020), US$1 dihargai Rp14.050 saat pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,14 persen dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 5 Desember 2019.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan melemah 0,75 persen. Depresiasi ini membuat rupiah melemah selama delapan hari perdagangan beruntun. Dalam delapan hari tersebut, pelemahan rupiah mencapai 2,78 persen.

Dini hari tadi waktu Indonesia, Bursa Saham AS ditutup terkoreksi sangat dalam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 4,44 persen, S&P 500 anjlok 4,43 persen, dan Nasdaq Composite ambrol 4,61 persen. Ini adalah koreksi harian paling parah sejak Agustus 2011.

Bahkan MSCI All Country World Index dalam jalur menuju pelemahan mingguan terdalam sejak krisis keuangan global 2008. Kemarin, indeks ini amblas 3,3 persen sehingga selama sepekan sudah terpangkas 8,9 persen.

Tinggal sehari lagi, bukan tidak mungkin penurunan secara mingguan akan lebih dalam dari rekor sebelumnya yaitu 9,8 persen yang terjadi pada November 2008, saat krisis keuangan global sedang panas-panasnya.

Ini semua karena penyebaran virus corona yang semakin luas. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 83.078. Korban jiwa juga semakin bertambah menjadi 2.855.

Kini yang menjadi ketakutan adalah penyebaran di luar China yang semakin masif. Beberapa negara telah melaporkan kasus corona perdana mereka, seperti San Marino, Belanda dan Georgia.

Sementara di negara-negara lain, jumlah kasus kian membengkak. Di Korea Selatan sudah mencapai 1.766, Italia 655, Iran 245 dan Jepang 214.

"Kita tidak perlu menunggu rilis data untuk dapat melihat akan separah apa dampaknya terhadap perekonomian. Penjualan tiket pesawat dan pemesanan kamar hotel turun sampai separuhnya. Sepertinya memang layak untuk mengatakan bahwa virus corona lebih parah ketimbang perang dagang AS-China," tegas Tomoaki Shishido, Senior Economist di Nomura Securities, seperti dikutip dari Reuters.

Perang dagang membuat harga barang lebih mahal karena dikenakan bea masuk, tetapi barangnya masih ada. Corona bisa membuat parang menjadi hilang, atau minimal langka di pasaran.

Gara-gara virus corona, aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.

Paling parah tentu terjadi di China, episentrum penyebaran virus corona. "Kami memperkirakan baru dua pertiga pekerja yang kembali bekerja dan hanya 40 persen perusahaan yang sudah memulai kembali aktivitasnya selepas libur Imlek," sebut riset Nomura.

Artinya, proses produksi di China bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.

Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti China menyumbang 30 persen-40 persen dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20 persen ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.

Jadi jangan heran kalau investor cemas bukan main akibat penyebaran virus corona. Kecemasan itu diwujudkan dengan melepas aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membatalkan rencananya untuk menerbitkan surat utang dalam waktu dekat yang sebelumnya ditujukan untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang yang akan jatuh tempo. Perusahaan akan mencari alternatif lain untuk menyelesaikan utang-utangnya ini.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan untuk penerbitan sukuk ini perusahaan masih menunggu timing yang tepat. Namun demikian, belum dipastikan langkah apa yang akan diambil perusahaan untuk penyelesaian utangnya ini.

Adapun Komisaris Independen Garuda Indonesia, Yenny Wahid mengatakan komisaris memberikan batasan-batasan yang perlu diperhatikan oleh direksi, terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya.

Langkah lainnya, kata Yenny, adalah dengan mengoptimalisasi aset-aset perusahaan bersama dengan anak dan cucu usahanya. Salah satunya adalah dengan upaya untuk melikuidasi anak usahanya yang memang sudah direncanakan.

Diakui Yenny saat ini pihak komisaris dan direksi perusahaan masih terus berupaya untuk me-review kinerja anak usahanya yang dinilai tidak menguntungkan.

Perlu diketahui, mengacu pada laporan keuangan akhir September 2019, perusahaan memiliki utang yang jatuh tempo pada 3 Juni 2020 nanti yakni sukuk global dengan nilai penerbitan US$496,84 juta yang diterbitkan pada 3 Juni 2015 lalu. Instrumen utang ini memiliki imbal hasil 5,95 persen per tahun.

Selain sukuk ini, kewajiban (termasuk utang) Garuda per September 2019 naik menjadi US$3,51 miliar, dari sebelumnya Desember 2018 yang sebesar US$3,44 miliar.

Kewajiban ini terdiri dari kewajiban jangka pendek turun menjadi US$2,87 miliar, dari Desember 2018 yakni US$2,98 miliar, sementara kewajiban jangka panjang naik menjadi US$4 633,14 juta dari Desember 2018 yakni US$ 461,09 juta.

Adapun khusus pinjaman jangka pendek berkurang menjadi US$837,73 juta, dari Desember 2018 yaki US$ 1,05 miliar.

Sebelumnya perusahaan memang berencana untuk kembali berhutang senilai US$900 juta atau setara Rp12,24 triliun untuk tujuan yang sama. Namun, rencana ini ditangguhkan lantaran belum tersedianya laporan keuangan penelaahan terbatas atau limited review sampai dengan tanggal pelaksanaan RUPS.

(AM)