Bareksa.com - Investor asing terpantau mulai kembali masuk ke pasar obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dalam dua bulan terakhir. Harga obligasi negara dan reksadana pendapatan tetap pun terdorong.
Menurut data yang diolah dari Bursa Efek Indonesia, aliran dana asing perlahan masuk di pasar obligasi negara. Hal ini membuat kepemilikan asing di pasar SBN pun mulai meningkat. Berbagai sentimen, seperti kedatangan vaksin Covid-19 yang bisa mendorong ekonomi, membuat pasar obligasi menarik seperti halnya pasar saham Indonesia (yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG).
Sepanjang Oktober dan November, investor asing telah mencatat beli bersih (net buy) masing-masing sebesar Rp21,8 triliun dan Rp15,6 triliun. Namun, sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD) hingga 4 Desember 2020, investor asing masih mencatat jual bersih (foreign outflow) Rp91,4 triliun.
Adapun porsi kepemilikan SBN oleh investor asing saat ini sekitar 25,8 persen dari outstanding obligasi negara Rp3.755,59 triliun. Padahal, di awal tahun, porsi kepemilikan SBN oleh asing sempat mencapai 39 persen dari total outstanding.
Seiring dengan masuknya investor asing (foreign flow) ke pasar SBN, imbal hasil (yield) obligasi negara dengan tenor 10 tahun yang menjadi acuan (benchmark) telah turun ke level terendah tahun ini di 6,10 persen per 16 Desember 2020. Yield obligasi benchmark ini sempat berada di posisi tertinggi 8,43 persen pada Maret, ketika pandemi Covid dimulai.
Dalam dua bulan terakhir, yield obligasi tenor 10 tahun sudah turun 66 basis poin (bps) dan sudah merosot 233 bps sejak level tertingginya. Sebagai informasi, pergerakan yield berkebalikan dengan harga obligasi, sehingga penurunan yield mengindikasikan kenaikan harga yang positif bagi investor.
Berdasarkan konsensus yang dihimpun Bareksa, rata-rata analis memperkirakan yield obligasi dalam jangka pendek akan menuju level 5,75 persen. Dengan kata lain, masih terdapat potential upside 0,3 persen dari level saat ini.
Menurut riset dari Mandiri Sekuritas, obligasi negara Indonesia diperkirakan akan memasuki era yield rendah di 2021. Hal ini disebabkan oleh suku bunga yang rendah serta likuiditas yang melimpah baik di pasar global maupun domestik hingga tahun depan.
Meski yield obligasi negara 10 tahun sudah turun 90 bps sejak awal tahun, real yield (selisih antara yield dan inflasi) masih terbilang tinggi dibandingkan rata-rata 10 tahun terakhir. Selain itu, yield obligasi negara Indonesia masih yang tertinggi dibandingkan obligasi negara emerging market lainnya.
Mandiri Sekuritas memperkirakan yield obligasi negara 10 tahun bisa turun menuju 5,75 persen, dengan asumsi pandemi Covid-19 sudah diatasi dan defisit fiskal secara bertahap turun ke 3 persen dari Produk Domestik Bruto di 2023.
"Bila terjadi, ini akan memberikan rata-rata keuntungan dari investasi di obligasi negara rupiah dengan kisaran 6-8 persen di 2021," tulis Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas dalam Indonesia's Bond Market Update and Outlook December 2020.
Perkiraan peningkatan di pasar obligasi negara ini juga dapat mendorong reksadana pendapatan tetap, yang mayoritas asetnya adalah obligasi. Namun, Handy menyebutkan risiko utama dalam investasi obligasi adalah peningkatan kasus Covid-19 dan perkembangan vaksin yang lambat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi, memperketat fiskal dan memicu sentimen menghindari risiko (risk-off).
Berdasarkan data Bareksa, rata-rata reksadana pendapatan tetap yang tercermin dari Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Bareksa mencatat peningkatan nilai (return) 7,90 persen sejak awal tahun (YTD) dan dalam tiga bulan terakhir return yang dicatat sebesar 3,48 persen (per 17 Desember 2020).
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.