Bareksa.com - Sepekan terakhir, imbal hasil obligasi negara bertenor 10 tahun, yang menjadi acuan pasar, mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan harga obligasi menguat seiring dengan bertambahnya permintaan.
Menurut data Investing.com yang diolah Bareksa, imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun per 20 Mei 2020 berada di level 7,68 persen. Angka ini turun dari area 8 persen pada sepekan sebelumnya.
Sebagai informasi, yield dan harga obligasi berbanding terbalik sehingga penurunan yield mengindikasikan harga naik karena permintaan bertambah.
Grafik Pergerakan Yield Obligasi Negara 10 Tahun
Sumber: Bareksa.com
Penurunan yield ini dibarengi dengan masuknya kembali dana asing (foreign inflow) ke pasar obligasi Indonesia. Data Bursa Efek Indonesia yang diolah Bareksa menunjukkan ada foreign inflow Rp12,13 triliun dalam sepekan hingga 20 Mei 2020.
Grafik Pergerakan Dana Asing di Pasar Obligasi
Sumber: Bareksa.com
Soufat Hartawan, Head of Fixed Income PT Schroder Investment Management, memandang bahwa memang dalam sepekan terakhir yield SUN sudah turun drastis, terdorong beberapa berita positif dari global. "Animo asing sudah mulai masuk, meski belum seperti di tahun lalu," ujarnya dalam sebuah webinar pada 28 Mei 2020.
Porsi kepemilikan asing di surat utang negara saat ini di kisaran 32 persen, menyusut dibandingkan 38 persen pada awal tahun ini. Dapat terlihat bahwa investor asing masih memegang peranan penting pada pasar obligasi Indonesia karena seiring kepemilikan asing turun, pasar obligasi juga tertekan.
Soufat menilai bahwa obligasi Indonesia termasuk yang paling menarik di antara obligasi berdenominasi lokal dari emerging market lainnya. Sebab, selain Indonesia memiliki peringkat utang layak investasi (investment grade), yield yang diberikan SUN menarik dibandingkan dengan obligasi negara emerging lainnya.
Untuk saat ini, obligasi negara Indonesia bisa terbilang menarik yang bisa dilihat dari selisih dibandingkan dengan obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury). Menurut Soufat, saat ini selisihnya (spread) sekitar 600 basis poin, atau sudah mendekati level tertinggi dalam 5 tahun. Artinya, ada kemungkinan yield SUN akan kembali turun untuk menutup selisih yang terlalu lebar tersebut.
Grafik Perbandingan Yield SUN dan US Treasury 10 Tahun
Sumber: Schroder Investment Management
"It's a matter of time, investor asing pasti akan kembali lagi karena mereka melihat Indonesia sebagai core portfolio. Tidak ada negara lain yang memberikan yield menarik seperti ini. Indonesia is the most attractive, di antara emerging market local bond," katanya.
Meskipun demikian, sisi suplai obligasi patut diperhatikan juga sebab saat ini pemerintah sedang membutuhkan banyak pembiayaan untuk mengatasi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Bahkan, pemerintah berencana untuk menerbitkan Rp990 triliun surat berharga negara (SBN) dalam periode Juni-Desember 2020 untuk membiayai anggaran.
Covid-19 telah membuat pertumbuhan ekonomi tertahan, pendapatan pemerintah makin berkurang dan defisit anggaran melebar. Akibatnya, kemampuan pembayaran utang pemerintah berkurang sehingga risiko membesar.
"Suplai akan membanjiri pasar, tetapi ini terjadi di jangka panjang. Pemerintah tidak akan membebani ke 5 tahun tetapi antara 5 sampai 10 tahun. Selain itu Bank Indonesia juga mau support untuk recovery," ujar Soufat.
Dukungan bank sentral di pasar obligasi ini memang sudah berjalan, semenjak implementasi Perppu 1/2020 yang memberikan kewenangan Bank Indonesia membeli SBN di pasar perdana. Saat ini, BI bisa membeli hingga 25 persen dari tiap penerbitan melalui lelang.
Lantas, bagaimana strategi yang baik untuk obligasi?
Soufat memandang bahwa saat ini obligasi dengan durasi pendek lebih menarik, sebab likuiditas sangat besar. BI sendiri telah melonggarkan giro wajib minimum (GWM) yang membuat likuiditas perbankan besar.
"Menurut kami, strategi terbaik adalah tenor jangka menengah di bawah 10 tahun karena risk premium besar dan suplai lebih sedikit. Akan tiba saatnya opportunity untuk obligasi jangka pajang tetapi tidak sekarang. Obligasi jangka pendek memberikan return baik, dengan volatilitas rendah," jelasnya.
Sebagai informasi, obligasi atau surat utang adalah aset terbesar yang dimiliki oleh reksadana jenis pendapatan tetap (fixed income). Reksadana jenis ini memiliki risiko rendah hingga moderat dan cocok untuk investasi jangka pendek 1-2 tahun.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
SBN untuk ritel hanya bisa dipesan online selama masa penawaran saja di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.