Berita / / Artikel

Milenial! Ini Cara Agar Kamu Bisa Bela Negara

• 20 Dec 2019

an image
Ilustrasi investor pria pebisnis karyawan pengusaha kantoran menggunakan jubah superhero berlari sangat kencang untuk bersiap membantu negara dengan investasi surat utang obligasi sukuk pemerintah.

Berinvestasi di SBN ritel, milenial bisa menyiapkan masa depan keuangannya sekaligus membantu negara

Bareksa.com - Tanggal 19 Desember, diperingati sebagai Hari Bela Negara. Peringatan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 2006 tentang Hari Bela Negara.

Keppres 28/2006 diterbitkan sebagai wujud peringatan atas adanya deklarasi Pemerintah Darurat Republik Indonesia atau PDRI, yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Sumatera Barat. Deklarasi dilakukan karena Ibu Kota Negara Indonesia yang pada saat itu Yogyakarta, diduduki oleh Belanda dan para pemimpin bangsa yakni Soekarno, Hatta dan Syahrir diasingkan ke sejumlah daerah di luar Pulau Jawa.

Untuk memperingati Hari Bela Negara, digelar upacara bendera khususnya oleh pegawai negeri sipil (PNS) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika memberikan pidato pertamanya sebagai Presiden Indonesia terpilih untuk periode kedua menyatakan satu abad setelah Indonesia merdeka, yakni pada 2045 Indonesia ditargetkan bisa keluar dari negara jebakan berpendapatan menengah. Usai dilantik bersama Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024, Jokowi menyampaikan target Indonesia bisa menjadi negara maju dengan pendapatan Rp320 juta per kapita per tahun atau setara Rp27 juta per bulan.

Pada 27 Oktober 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jokowi juga menyampaikan target Indonesia pada 2045 memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) senilai US$7 triliun dan masuk dalam 5 besar ekonomi dunia dengan tingkat kemiskinan mendekati 0 persen. Terkait target itu, Jokowi menyampaikan semua pihak harus bekerja keras dan produktif. Pernyataan sekaligus imbauan yang sama, pada kesempatan berbeda disampaikan Presiden Jokowi berulang-ulang.

Pembiayaan Inovatif

Pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) memperkirakan, kebutuhan investasi pada 2020-2024 mencapai Rp35.428 triliun. Investasi infrastruktur itu untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen per tahun.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, menyampaikan pendanaan RPJMN 2020-2024 disusun dengan memperkuat sinergi perencanaan dan penganggaran dengan tiga strategi utama. Pertama, meningkatkan integrasi alokasi pendanaan terutama untuk proyek prioritas strategis.

Kedua, meningkatkan inovasi skema pendanaan antara lain KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha), bauran pembiayaan dan hibah ke daerah berbasis hasil. Ketiga, memperkuat penyusunan rencana program pembangunan dan memastikan kesiapan pelaksanaan.

Untuk mendukung pembiayaan infrastruktur, pemerintah terus mendorong adanya inovasi skema pembiayaan alternatif. Hal itu bukan tanpa alasan, sebab seiring semakin inovatif dan kreatifnya bentuk-bentuk pembiayaan infrastruktur bisa turut menjaga kesehatan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  

Inovasi skema pembiayaan alternatif untuk pembangunan akan terus dilakukan. Pembangunan infrastruktur yang berjalan baik akan mendorong terjadinya efek berantai (multiplier effect). Sebab ketersediaan infastruktur yang memadai bisa pendukung pertumbuhan dan pembangunan berkesinambungan.

Peluang Investasi di SBN

Nah, masih terkait peringatan Hari Bela Negara, sekarang mari sedikit berefleksi. Pernahkah kita memikirkan apa saja yang sudah dan bisa kita lakukan untuk membela negara? Wujudnya bisa banyak meski kadang tanpa kita sadari telah melakukan aksi bela negara, salah satunya melalui investasi. Dengan berinvestasi juga diyakini bisa menjadi strategi agar kita bisa menaikkan sumber pendapatan kita dan mengalahkan angka inflasi.

Untuk diketahui, dana asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia terus mengalir. Apalagi setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menahan suku bunga acuannya dan tensi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mereda. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, menyebutkan kepemilikan asing di SBN mencatatkan kenaikan. Pada Rabu (11/12) kepemilikan asing di SBN kembali menyentuh Rp1.068 triliun atau naik Rp2 triliun dari Selasa (3/12).

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Loto Srinaita Ginting, pernah menyatakan pemerintah tidak bisa melakukan pembatasan mengenai berapa nilai SBN yang harus dipegang asing. Meski sebenarnya pemerintah lebih menyukai jika pemilikan SBN mayoritas bisa oleh lokal.

"Investor memandang track record pengelolaan ekonomi kita bagus, pengelolaan negara bagus. Sehingga meningkatkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Jadi sebenarnya minat investasi investor asing di Indonesia besar," ujarnya. 

Menurut Loto, seharusnya investor ritel domestik mengambil kesempatan untuk bisa membeli SBN, utamanya SBN ritel seperti Savigs Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), Sukuk Ritel (Sukri), hingga Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI). Sebab jika investor lokal tidak mengambil kesempatan ini, maka asing akan semakin menguasai SBN. Pemerintah sejatinya menargetkan investor ritel lokal bisa menyumbang 5 persen terhadap portofolio SBN, namun hingga kini baru 3 persen.

Loto menjelaskan ada suatu negara yang mampu mendongkrak kepemilikan investor ritel domestik di SBN hingga 9 persen. Saat ini pemerintah Indonesia tetap memberikan peluang kepada investor ritel lokal bisa berkontribusi hingga 9-10 persen, meskipun dalam jangka panjang baru bisa direalisasi.

Struktur Kepemilikan SBN Menurut Tipe Investor (per Agustus 2019)


Sumber: DJPPR, diolah Bareksa.com

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman menambahkan penerbitan SBN ritel tahun depan ditargetkan sekitar Rp40 triliun hingga 60 triliun atau lebih kecil dari target yang dipatok pada tahun 2019 yaitu Rp60 triliun sampai Rp80 triliun. Sepanjang 2019, pemerintah hanya mampu mengumpulkan Rp49,89 triliun dari penerbitan SBN ritel.

Pemerintah akan mengurangi frekuensi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun depan. Pengurangan tersebut seiring dengan evaluasi atas realisasi penerbitan SBN ritel sepanjang tahun 2019. Luky mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan penerbitan SBN ritel hanya 6-8 kali pada 2020, atau lebih sedikit dibandingkan frekuensi penerbitan di 2019 yang mencapai 10 kali.

"Ketika penerbitan SBN ritel yang hampir sebulan sekali pada 2019, masyarakat investor tampaknya belum siap. Karena itulah, tahun depan penerbitan SBN ritel akan disesuaikan momentumnya sehingga bisa optimal penyerapannya. Misalnya, jelang bulan puasa atau masuk tahun ajaran baru, kebanyakan orang memakai dananya untuk kebutuhan Lebaran dan konsumsi,” katanya.

Realisasi Penerbitan SBN Ritel 2019


Sumber : Kemenkeu diolah Bareksa

Tahukah kamu dengan berinvestasi di SBN bisa menjadi salah satu bentuk aksi bela negara? Sebab dana hasil penerbitan SBN akan digunakan untuk membiayai APBN di antaranya untuk membangun infrastruktur bidang kesehatan, pendidikan dan lainnya. Dengan membeli SBN ritel, maka kamu turut berperan aktif dalam membangun negara, serta ikut serta dalam upaya mengurangi ketergantungan kepada investor asing.

Dengan minimal investasi hanya Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar dan jangka waktu investasi 2 tahun, masyarakat termasuk generasi milenial bisa berinvestasi di SBN ritel yang memiliki imbal hasil lebih menguntungkan dari deposito. Jenis-jenis SBN ritel pun disesuaikan dengan kebutuhan investor, yakni konvensional dan syariah, hingga bisa diperdagangkan (tradable) dan tidak bisa diperdagangkan (non tradable). 

Kontribusi Generasi Milenial

Faktanya generasi milenial sudah mulai sadar investasi dan berkontribusi signifikan terhadap penjualan SBN ritel. Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kontribusi generasi milenial terhadap SBN ritel terus mendominasi.

Sebagai contoh untuk penerbitan Sukuk Tabungan ST002 hingga ST006, kontribusi milenial antara 44,6 persen hingga 53,8 persen. Data tersebut menunjukkan generasi milenial bisa melakukan aksi bela negara dengan berinvestasi di SBN ritel.

Perbandingan Porsi Milenial pada Penjualan Sukuk Tabungan

Sumber: DJPPR, diolah Bareksa.com

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM), Budi Hikmat, menilai langkah pemerintah menerbitkan surat utang yang juga untuk membiayai pembangunan instruktur, selama ini direspons baik oleh masyarakat termasuk kaum milenial yang umumnya menjadi investor baru.

"Bagi investor, surat utang yang diterbitkan pemerintah, jelas peluang investasi terbaik dengan risiko gagal bayar (credit risk) yang paling rendah, imbal hasil mengalahkan inflasi (inflation risk), dan semakin mudah diuangkan (liquidity risks). Bahkan juga pemerintah kan mengeluarkan surat utang yang versi syariah," jelas Budi Hikmat.

Budi mengingatkan, pada prinsipnya dalam berinvestasi investor harus lebih mengutamakan risiko dan tidak tidak terpancing keuntungan besar dalam waktu singkat. Dia mencatat, dalam 10 tahun terakhir, imbal hasil per tahun Asian Bond Fund Index Indonesia yang menjadi salah satu aset SBN secara umum, telah mencapai 10,4 persen. Angka itu jauh melebihi rata-rata inflasi di Indonesia yang tercatat 4,6 persen per tahun pada periode yang sama.

Di sisi lain, selama lima tahun terakhir imbal hasil SBN mencapai 8,7 persen per tahun atau melebihi kinerja indeks saham syariah dan inflasi, yang masing-masing 5,7 persen dan 4,1 persen. Budi menilai, kinerja itu menunjukkan SBN sebagai contoh investasi yang menguntungkan dan memiliki risiko rendah atau tergolong high return and low risk.

Budi menyampaikan investasi sebaiknya dilakukan sedini mungkin. "Ketika kita masih produktif, sebaiknya hasil yang diperoleh dikelola dan diproteksi. Hasilnya nanti bisa kita distrubusikan termasuk untuk membiayai diri sendiri ketika pensiun," ucapnya.


Ilustrasi kelompok generasi masyarakat (sumber : materi presentasi Bahana TCW) 

Budi menyampaikan sebaiknya setiap orang termasuk milenial, tidak hanya pengalokasikan sebagian penghasilan yang diperolehnya ke dalam tabungan namun juga berinvestasi. Sebab saat ini telah tersedia bermacam produk investasi yang bahkan bisa dimulai dari seharga segelas kopi di kedai kopi. Salah satu instrumen investasi yang terjangkau adalah SBN ritel mulai Rp1 juta per unit.

Nah, kalau kamu adalah generasi milenial yang sudah menyadari pentingnya berinvestasi demi kepentingan masa depanmu sekaligus ingin membantu negara, masih juga menunda untuk berinvestasi di SBN ritel?

(AM)

***

Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?

Surat Berharga Negara ritel hanya bisa dipesan selama masa penawaran. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN di seri berikutnya? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.

Bagi yang sudah pernah membeli SBR atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN seri berikutnya.

Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.

Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.

PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.

Tags: