Bareksa.com - Obligasi atau surat utang merupakan cara praktis yang dilakukan oleh negara atau perusahaan untuk mendapatkan alternatif sumber pendanaan. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah biasa disebut sebagai surat utang negara (SUN), sementara obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan disebut obligasi korporasi. Kedua jenis obligasi ini memiliki kadar risiko dan imbal hasil yang berbeda.
Obligasi korporasi memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan SUN, karena hanya dijamin oleh perusahaan si penerbit. Jika perusahaan tersebut mengalami kendala, misalnya merugi atau bangkrut, maka investor berpotensi kehilangan dana investasinya.
Karena profil risikonya itu, obligasi korporasi menawarkan kupon (bunga) yang lebih menarik dibandingkan dengan SUN ataupun deposito, apalagi jika jangka waktunya panjang. Hal tersebut disebabkan karena semakin panjang jangka waktunya, maka investor menanggung risiko ketidakpastian yang semakin tinggi juga. Karena itu kompensasi imbal hasilnya pun harus lebih tinggi.
Contohnya obligasi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang diterbitkan tahun 2015. Untuk obligasi seri D dengan tenor 30 tahun, kupon bunganya sekitar 11,55 persen per tahun. Bandingkan dengan yang bertenor 7 tahun yang memberi kupon 10,16 persen per tahun.
Sebagai informasi, saat ini investor ritel harus merogoh gocek minimal Rp20 juta untuk bisa ikut berinvestasi di obligasi korporasi.
Walaupun berisiko, obligasi korporasi tetap menjanjikan peluang yang menarik. Beberapa hal yang perlu dipahami sebelum menentukan investasi di instrumen ini antara lain :
1. Kenali Perusahaan Penerbit Obligasi.
Mengenal dan memahami profil bisnis dari perusahaan, termasuk manajemennya menjadi hal paling mendasar untuk dilakukan. Dengan mengetahui profil bisnis, fundamental bisnis dan sektornya, termasuk siapa CEO dan direksinya, investor dapat mengurangi risiko investasinya.
Perusahaan milik negara atau BUMN seperti Telkom, Bank Mandiri, Bank BRI dan Bank BTN merupakan korporasi yang sering menjadi target investasi ketika mereka menerbitkan obligasinya.
Namun banyak juga korporasi non BUMN yang memiliki fundamental kokoh dan obligasinya menjadi buruan investor. Misalnya Grup Astra, Salim Group, Bank BCA dan masih banyak lagi.
2. Cermati Rating Obligasi.
Setiap obligasi yang akan diterbitkan terlebih dahulu akan mendapatkan pemeringkatan (rating) dari lembaga independen. Di Indonesia ada beberapa lembaga pemeringkat yang sering digunakan untuk memeringkat obligasi korporasi seperti Pefindo, Fitch Ratings dan Moodys. Peringkat ini juga mencerminkan profil risiko dari obligasi yang akan diterbitkan.
Rating obligasi terbagi menjadi dua, investment grade bond dan non invesment grade bond. Obligasi yang masuk kategori invesment grade bond atau layak investasi adalah peringkat AAA, AA, dan A menurut Standards & Poor’s atau peringkat Aaaa, Aa dan A menurut Moody’s.
Sementara non investment grade bond, umumnya memiliki peringkat BBB, BB dan B menurut Standards & Poor’s atau Bbb, Bb dan B menurut Moody’s.
3. Likuiditas di Pasar.
Faktor likuditas ini akan menentukan bila investor bermaksud menjual obligasinya sebelum jatuh tempo. Dengan likuiditas yang baik, maka risiko harga obligasi lebih rendah dibandingkan saat dibeli menjadi semakin kecil.
4. Momentum.
Untuk berinvestasi di obligasi, investor bisa menggunakan momentum yang muncul di pasar. Misalnya ketika BI 7 Days Repo Rate naik, maka harga obligasi korporasi akan cenderung turun, begitu juga sebaliknya.
Karena itu, bagi investor yang berminat memiliki obligasi jangka panjang, kenaikan BI 7 Days Repo Rate bisa digunakan untuk membeli obligasi korporasi yang menjadi targetnya pada harga yang rendah.
(KA01/AM)
***
Dalam waktu dekat ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan segera meluncurkan produk surat utang bagi investor ritel dengan seri SBR006 yang ditawarkan secara online. Pembelian produk investasi yang dijamin pemerintah ini hanya bisa dilakukan pada periode penawaran tetapi pemerintah masih belum mengeluarkan jadwal penawaran SBR006.
Meski masa penawaran belum dibuka, kita sudah bisa mendaftar terlebih dahulu untuk memesan SBR006 di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBR006? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBR006.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBR006? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Utang Negara (SUN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.