Bareksa.com - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut penambahan utang sekitar Rp 1.000 triliun lebih dan posisi utang Pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 3.672,33 triliun hingga Mei 2017 bukan sesuatu yang buruk. Sebab utang tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Tanah Air.
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, tidak menampik jika utang pemerintah terus naik dari waktu ke waktu. Dia menegaskan, kondisi tersebut terjadi dikarenakan gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Pembangunan infrastruktur terus dilakukan dengan harapan bisa mengakselerasi perekonomian.
"Utang negara memang bertambah dengan adanya pembangunan-pembangunan infrastruktur yang cukup banyak. Jangan dilihat utang yang bertambah itu sebagai sesuatu yang buruk. Itu (utang) bertambah karena kita melakukan investasi yang sangat banyak," tegas Darmin, di Jakarta, Senin 24 Juli 2017.
Menurutnya, manfaat positif dari utang itu tidak bisa langsung terasa dalam jangka pendek lantaran sifatnya jangka panjang. Meski begitu, perlu diketahui bahwa nantinya dampaknya akan sangat positif terhadap perekonomian nasional. Bahkan, infrastruktur yang menjawab berbagai macam persoalan itu bisa meningkatkan daya saing.
"Yang pasti dampaknya tidak sekaligus tapi dalam waktu periode pemerintahan ini akan terlihat. Sebenarnya kalau proyek infrastrukturnya jelas pasti dampaknya akan positif sekali untuk ekonomi," ungkap Darmin.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini menambahkan, di pemerintahan sebelum-sebelumnya sebenarnya utang Indonesia sudah terbilang besar. Bahkan, setiap tahunnya ada utang jatuh tempo hingga Rp 220 triliun. Artinya, pemerintah harus membayar utang jatuh tempo itu. Karenanya, menjadi penting penambahan utang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.
"Utang pemerintah itu adalah akumulasi dari yang sudah ada selama ini. Sebetulnya pemerintah tidak buat apa-apa utang pemerintah akan tetap tambah karena jatuh temponya paling tidak Rp 220 triliun per tahun yang harus dibayar," tegasnya.
Kemenkeu Jamin Mampu Bayar
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya sudah memastikan pemerintah mampu membayar utang negara sebesar Rp 3.672,33 triliun. Utang tersebut terdiri dari Rp 2.943 triliun Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 728,60 triliun pinjaman luar negeri. Kepastian ini sejalan dengan masih terkelolanya utang yang dimiliki pemerintah.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Scenaider Clasein, menegaskan pemerintah memiliki sekitar Rp 1.000 triliun dari sumber penerimaan pajak yang bisa digunakan untuk melunasi utang. Tentu kondisi ini diharapkan bisa menekan kekhawatiran terkait utang. "Uang kita banyak, Rp 1.000 triliun uang penerimaan pajak. Kita tidak usah ragukan soal pelunasan ini," kata Scenaider.
Ia menyayangkan sikap masyarakat yang kurang percaya dengan kemampuan pemerintah selama ini. Padahal penerimaan dari sektor pajak terus digenjot sebagai salah satu modal membayar utang negara. Berbagai macam strategi terus dilakukan agar penerimaan pajak bisa optimal dan meningkatkan kemampuan pemerintah untuk menggenjot perekonomian. "Cuma karena kita orang Indonesia merasa diri kita kecil, jadi kita takut, negara kita ini besar," tegasnya.
Jatuh Tempo Hingga 2040
Meski demikian, ia tidak menampik, mustahil bagi pemerintah dapat melunasi utang sebesar Rp 3.672,33 triliun dalam jangka setahun. Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mengalami defisit. Untuk itu, pelunasan dilakukan secara bertahap hingga jatuh tempo pada 2040. "Kalau mau lunasin tidak mungkin sekali setahun. Biasanya kita lunasi bertahap. Kalau sekaligus tidak karena jatuh temponya juga tidak ada sekaligus. Sudah ditentukan jatuh temponya ini sampai 2040," ujar dia.
Selama Mei 2017, total penerbitan SBN mencapai Rp 38,09 triliun sedangkan penarikan pinjaman sebesar Rp 1,24 triliun. Pembayaran kewajiban utang di Mei mencapai Rp 62,98 triliun, terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp 39,89 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp 23,09 triliun. (K03)