Bareksa.com - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), akhirnya memutuskan pemotongan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5% menjadi 4,75-5% dalam rapat (FOMC) yang berakhir pada Rabu (18/9) waktu setempat, atau Kamis pagi WIB. Langkah itu seiring target untuk memperkuat ekonomi Negara Paman Sam, menggairahkan pasar tenaga kerja, seiring meredanya laju inflasi.
Ini merupakan penurunan suku bunga pertama kalinya oleh The Fed dalam 4 tahun terakhir dan menandai berakhirnya era suku bunga tinggi, setelah sebelumnya di 5,25-5,5% yang merupakan level tertinggi dalam 2 dekade. Keputusan bank sentral terkuat di dunia itu juga sesuai harapan pasar, meski dinilai sedikit agresif, karena sebagian pelaku pasar meramal penurunan 0,25%. Kondisi itu bahkan dinilai mencerminkan kecemasan atas ancaman resesi Negara Adidaya. Akibatnya usai pengumuman penurunan, Bursa Saham Wall Street dan Eropa kompak longsor pada penutupan Rabu (18/9).
Sebelumnya Bank Indonesia justru dinilai mendahului The Fed dengan menurunkan bunga acuan (BI Rate) 0,25% dari 6,25% menjadi 6% dalam hasil Rapat Dewan Gubernur Rabu (18/9). Langkah itu seiring tetap rendahnya perkiraan inflasi di 2024 dan 2025 yang diramal sesuai target 2,5 +/- 1%, serta mendorong stabilitas rupiah. BI terus mencermati ruang penurunan lanjutan seiring rendahnya inflasi, serta kuatnya nilai tukar Rupiah guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Tim Analis Bareksa, pemangkasan Fed Rate yang direspons penurunan pasar saham AS dan Eropa masih dalam tahap wajar karena konsolidasi, seiring pelaku pasar mencerna keputusan bank pimpinan Jerome Powell. Selain itu, Powell sudah menjamin pemangkasan 50 bps bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi negaranya, meski pasar menilai The Fed terlambat menurunkan suku bunga sehingga berdampak ke perlambatan ekonomi Negeri Uncle Sam itu.
Tim Analis Bareksa menilai pemotongan Fed Rate dan BI Rate yang menandai era penurunan agresif suku bunga justru bisa jadi sentimen positif untuk pasar saham Asia, termasuk Indonesia karena spread (selisih) suku bunga AS dan Indonesia semakin lebar jadi 1% dari sebelumnya hanya 0,75%. Kondisi ini bisa mendorong aliran dana asing semakin deras masuk ke pasar saham maupun obligasi Tanah Air.
Hal ini terlihat dalam 3 bulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibanjiri foreign net inflow Rp25 triliun, sementara dana asing masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp44 triliun di periode yang sama. Aliran dana asing ini menopang penguatan IHSG hingga menembus 7.800 dan yield (imbal hasil) acuan SBN Indonesia ke 6,5%.
Menyusul pemotongan Fed Rate, IHSG langsung terbang naik hampir 1%, menembus rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) secara intraday di 7.902 pada Kamis pagi (19/9) pukul 09.14 WIB. Hingga penutupan perdagangan sesi I, IHSG tercatat naik 0,88% atau bertambah 68 poin menjadi 7.897,12.
Sumber : fitur Bareksa Saham
Menurut Tim Analis Bareksa, strategi investasi yang bisa dipertimbangkan investor yakni hold untuk saham berkapitalisasi besar (big caps), serta saham yang diuntungkan oleh pemangkasan bunga seperti properti, perbankan, hingga telekomunikasi. Sebab penurunan bunga acuan akan diikuti bunga kredit jadi lebih murah, sehingga bisa mengerek penyaluran kredit dan penjualan properti. Pelaku usaha juga akan jadi lebih optimistis mengajukan kredit untuk ekspansi bisnis, sehingga bisa mendorong peningkatan perputaran bisnis di Tanah Air. Pertumbuhan kredit perbankan diproyeksikan bisa semakin bergairah.
Tim Analis Bareksa melihat beberapa saham yang bisa dipertimbangkan di antaranya PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Sebab, seiring positifnya outlook penyaluran kredit dalam setahun ke depan karena penurunan suku bunga hingga awal 2026, maka bisa mengerek kinerja emiten-emiten tersebut.
Kode Saham | Target Harga 2024 | Harga Saat Ini | Potensi Kenaikan |
ASII | Rp6.000 | Rp5.250 | 14,28% |
BBRI | Rp6.100 | Rp5.350 | 14,01% |
SMRA | Rp800 | Rp680 | 17,64% |
TOWR | Rp1.100 | Rp800 | 37,5% |
BSDE | Rp1.400 | Rp1.220 | 14,75% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, harga saat ini per 18/9/2024
Apalagi Ketua The Fed, Jerome Powell menyatakan akan mencoba melihat peluang pemangkasan hingga 1% pada 2025 dan 0,25-0,5% di 2026. BI juga sudah menentukan sikapnya dengan memangkas suku bunga seiring stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Menurut Tim Analis Bareksa, suku bunga yang rendah, bisa mengerek penjualan kendaraan bermotor dan alat berat, seiring potensi ekspansi ekonomi. Selain itu, kinerja BBRI berpotensi semakin membaik, penyaluran kredit bisa bertumbuh, utamanya kredit usaha rakyat (KUR) dan pinjaman mikro, setelah sebelumnya sempat mengalami isu kredit macet.
Pasar properti diprediksi kembali bergairah seiring bunga kredit yang lebih murah, serta stimulus insentif diskon PPN 100% diperpanjang hingga akhir 2024. Tim Analis Bareksa menilai stimulus ke pasar properti itu bisa mendorong multiplier effect, sehingga mendongkrak kinerja emiten properti bersegmen menengah atas seperti BSDE dan SMRA. Sebab tren penurunan suku bunga bisa bisa mengerek porsi penjualan kedua emiten meningkat, di antaranya untuk penjualan BSDE tahap 3 dan pengembangan Summarecon Bandung dan Bogor.
Selanjutnya saham sektor infrastruktur seperti TOWR juga bisa dilirik karena punya prospek positif. Sebab biaya dana yang lebih rendah akan mendorong keuntungan dan margin EBITDA perseroan. Selain itu wacana perseroan akan mengakuisisi PT Link Net Tbk (LINK) untuk fiber optic dan kabel bawah laut PT Indosat Tbk (ISAT) bisa mengerek pendapatan berulang (recurring income) perusahaan jadi lebih stabil ke depannya.
Potensi mencorongnya kinerja saham-saham itu, kamu bisa merencanakan atau menambah investasi di instrumen yang aman dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut melalui super app investasi Bareksa. Tak hanya saham, di Bareksa juga tersedia reksadana, SBN Ritel hingga emas fisik digital. Cukup dengan sentuhan jari di ponselmu, kamu bisa mengelola semua instrumen investasi tersebut dalam satu aplikasi. Yuk segera investasi di Bareksa!
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/Christian Halim/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.