MAMI : Seperti Ini Market Update Q2 2024

Martina Priyanti • 03 Jun 2024

an image
Ilustrasi trading saham. (Shutterstock)

Fokus pada peluang jangka menengah panjang, dan jadikan volatilitas jangka pendek sebagai peluang yang belum tentu berulang

Bareksa.com - Memasuki kuartal kedua tahun 2024, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai bahwa ada beberapa perkembangan baru yang cukup menarik untuk dicermati, baik dari pasar global maupun Indonesia sendiri. Secara keseluruhan dalam perspektif global, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan lebih kuat dibandingkan proyeksi sebelumnya, inflasi cenderung menurun, namun yang menjadi kontradiksi adalah tingkat suku bunga yang masih tetap dipertahankan di level saat ini untuk beberapa waktu lebih lama.

Lebih lanjut, berikut penjelasan Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dalam Market Update Q2 2024 MAMI. Menurut Freddy, dari dalam negeri, pemilu berlangsung lancar, peralihan pemerintahan diperkirakan berjalan mulus, dan fundamental ekonomi Indonesia tetap baik. "Di lain pihak, volatilitas yang terjadi pada Rupiah cukup mengkhawatirkan sentimen investor. Mari kita bahas secara singkat kondisi-kondisi tersebut," kata Freddy dalam keterangan tertulis yang disampaikan MAMI, Minggu (2/6/2024).

Pasar Global
Freddy menjelaskan bahwa IMF memproyeksikan ekonomi global tahun ini tumbuh 3,2%, dengan penopang utamanya adalah kawasan negara berkembang yang diproyeksikan tumbuh 4,2%, disusul oleh kawasan negara maju yang tumbuh 1,7%. Menariknya, kata Freddy, semua angka-angka ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang dirilis bulan Januari lalu, apalagi jika dibandingkan dengan kekhawatiran resesi global yang sempat mengemuka tahun lalu.

"Optimisme pertumbuhan ini didukung oleh tingkat permintaan yang kuat, tabungan era pandemi yang masih lebih dari cukup, dan juga dampak positif stimulus pemerintah. Ekonomi yang resilien juga terjadi bersamaan dengan tren disinflasi, didukung oleh pemulihan rantai pasok global, ketersediaan tenaga kerja, dan turunnya harga energi," ucap Freddy.

Hanya saja masalahnya, Freddy melanjutkan bahwa walaupun inflasi global sudah menjinak, bank sentral dunia belum dapat menurunkan suku bunga, karena cenderung menunggu langkah bank sentral Amerika Serikat atau The Fed. Di lain pihak, The Fed memberi sinyal masih butuh waktu untuk lebih yakin lagi bahwa inflasi domestiknya sudah benar-benar dalam tren penurunan, sebelum melakukan pemangkasan.

"Kondisi ini membuat pasar harus menyesuaikan kembali ekspektasinya terkait suku bunga, dan sempat meningkatkan volatilitas baik di pasar saham, pasar obligasi, maupun pasar mata uang, baik di seluruh dunia - global, Asia, sampai Indonesia," kata Freddy.

Menurut dia namun kabar baik terakhir, Chairman The Fed atau bank sentral AS mengemukakan bahwa walaupun suku bunga belum akan turun secepat ekspektasi pasar sebelumnya tapi potensi kenaikan lebih lanjut pun sangat kecil, jadi langkah berikutnya ke depan adalah pemotongan suku bunga. Hal ini dapat dipahami, karena sebenarnya mayoritas komponen inflasi AS telah mereda, kecuali komponen shelter dan transportasi yang memang masih cukup tinggi. "Nah, semoga kejelasan sikap The Fed dapat menenangkan pasar, seperti terlihat dari volatilitas yang sudah mulai mereda. Dan ke depannya sentimen pasar global kembali dapat kembali kondusif," kata Freddy.

Pasar Domestik
Sementara itu beralih ke Indonesia, Freddy mengatakan bahwa di kuartal pertama kemarin, pemilu presiden menjadi fokus utama. Dan dengan disahkannya hasil pemilu oleh KPU, satu faktor ketidakpastian domestik telah berlalu. Pemilu relatif aman, dan kesinambungan kebijakan yang dijanjikan oleh presiden terpilih juga disambut pasar dengan baik, walaupun masih ada hal-hal yang kita tunggu, seperti susunan kabinet dan postur APBN. ​

Saat ini, menurut dia di tengah tertundanya pemangkasan Fed Funds Rate yang berdampak negatif terhadap sentimen jangka pendek-fundamental Indonesia sebenarnya tetap terjaga. Beberapa di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi stabil, inflasi terkendali, persepsi risiko rendah, pertumbuhan kredit masih sehat. "Kita harapkan setelah “noises-noises”, kekagetan pasar akibat penyesuaian ekspektasi ini berlalu, investor global dapat kembali jernih melihat potensi jangka menengah panjang Indonesia sebagai tujuan investasi," ucap Freddy.

Dia menilai, satu hal yang menjadi fokus dari pemerintah dan Bank Indonesia adalah nilai tukar Rupiah. Setelah tertundanya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate, mata uang dolar AS dan imbal hasil US Treasury melejit, dan ditambah lagi faktor ketegangan geopolitik bulan April, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS merosot sampe ke kisaran 16.300 an. Akhirnya BI melakukan kebijakan antisipatif, menaikkan suku bunga acuan ke level 6,25%.

"Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kenaikan suku bunga dapat membantu memperlambat depresiasi nilai tukar Rupiah. Dan BI masih mempertahankan pandangan positif terhadap perekonomian Indonesia 2024," kata Freddy.

Untuk pasar obligasi, dia menyampaikan bahwa upaya BI untuk menjaga nilai tukar Rupiah dan komentar terakhir Chairman The Fed mengenai Fed Funds Rate yang sepertinya sudah tidak akan naik, dalam jangka pendek dapat menjadi penopang. Hal ini sudah mulai terlihat di pertengahan bulan Mei, di mana imbal hasil obligasi sudah mulai turun dan nilai tukar Rupiah yang secara gradual mulai menguat kembali dan ini sesuai dengan data historis, di mana penguatan nilai tukar Rupiah dan penguatan pasar obligasi cenderung sejalan atau linear.

Sementara di pasar saham, dia mengatakan bahwa fundamental ekonomi yang terjaga dan valuasi yang rendah membuka peluang bagi investor yang ingin berinvestasi dini memanfaatkan kondisi di akhir siklus kenaikan suku bunga. "Selain itu, arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru serta pilihan kabinet yang kredibel juga dapat menjadi katalis positif ke depannya," kata Freddy.

Sebagai penutup, Freddy menyampaikan bahwa kuartal dua 2024 memang diawali perubahan-perubahan ekspektasi, yang kemudian diikuti dengan volatilitas tinggi dan sentimen pasar yang kurang kondusif. Namun dengan berjalannya waktu, pasar pun melakukan penyesuaian, volatilitas terlihat mereda, dan sentimen sudah sedikit membaik.

Maka yang perlu kita ingat, kata Freddy mengimbau, secara keseluruhan perekonomian global tahun ini diperkirakan masih bertumbuh, dan inflasi global pun dalam tren penurunan. Di Indonesia sendiri, fundamental ekonomi masih terjaga kuat, dan katalis-katalis penopang dan potensi pasar finansial pun masih sangat cukup.

"Mari kita fokus pada peluang jangka menengah panjang, dan jadikan volatilitas jangka pendek sebagai peluang yang belum tentu berulang," Freddy menyampaikan.

Beli Saham di Sini

(Martina Priyanti)

***

Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store​
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER​​​​​

Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.