Bareksa.com - Bank Indonesia/BI menilai pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut ditopang oleh permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dalam kisaran 4,5%-5,3%, didorong oleh konsumsi dan investasi sejalan dengan akselerasi belanja pemerintah pada akhir tahun dan percepatan penyelesaian beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN). Pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diprakirakan meningkat dalam kisaran 4,7%-5,5%, didukung oleh permintaan domestik berlanjut dengan adanya pertumbuhan konsumsi termasuk dampak positif penyelenggaraan pemilu.
Faktor pendorong pertumbuhan lainnya seperti, peningkatan investasi khususnya bangunan sejalan dengan berlanjutnya pembangunan PSN termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan belum kuat sebagai dampak pelambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas. Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), prospek LU industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan diprakirakan tetap tumbuh baik.
Secara spasial, pertumbuhan yang baik diprakirakan terjadi di seluruh wilayah, terutama Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) sejalan dengan dampak positif hilirisasi mineral, serta Jawa akibat permintaan domestik yang masih kuat. "Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik," sebut BI kemarin dalam keterangan media, Rabu (17/1/2024).
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Mengenai pertumbuhan ekonomi dunia, BI juga menyampaikan penilaiannya. Menurut BI, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda. Ekonomi global diprakirakan tumbuh sebesar 3% pada 2023, dan melambat menjadi 2,8% pada 2024. Faktor pendorongnya antara lain ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tetap kuat didukung konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara itu, ekonomi China melambat seiring dengan tetap lemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai dampak lanjutan dari pelemahan kinerja sektor properti, serta terbatasnya stimulus fiskal.
Sementara itu penurunan inflasi di negara maju, termasuk AS, diperkirakan berlanjut meski masih berada di atas sasaran. Di sisi lain inflasi China, diperkirakan menurun dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diprakirakan telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I 2024, dengan kemungkinan akan mulai menurun pada semester II 2024. Mengensi yield obligasi Pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, dinilai akan menurun secara gradual tapi masih berada di level tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah AS.
Soal nilai tukar, tekanan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia juga berkurang. Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing dan mengurangi tekanan pelemahan nilai tukar di emerging market, termasuk Indonesia.
Menurut BI ke depan, beberapa risiko global tetap perlu dicermati karena dapat memengaruhi ketidakpastian perekonomian dunia, seperti berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, termasuk China, serta kepastian waktu dan besarnya penurunan suku bunga moneter negara maju, khususnya FFR.
Investasi Saham di Sini
(IQPlus/01657765/01654970/mp)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.