Bareksa.com - Beberapa investor kakap dunia dengan dana triliunan dolar Amerika Serikat (AS), seperti JPMorgan, Invesco dan Franklin Templeton bersiap untuk menyambut reli pasar berikutnya. Hal ini menyusul gejolak pasar akhir-akhir terimbas sentimen krisis perbankan global yakni Silicon Valley Bank, Credit Suisse Group AG, dan First Republic Bank.
Mengutip Yahoo Finance (21/3/2023), para investor kakap itu yakin potensi perlambatan ekonomi di AS mendatang akibat krisis perbankan akan mendorong Bank Sentral Federal Reserve (The Fed) menerapkan kebijakan longgar, sehingga bisa memicu lonjakan dan reli di pasar modal.
“Jika Anda melewatkan awal reli, Anda kehilangan sebagian besar pengembaliannya. Sangat sulit untuk mengejar ketinggalan jika Anda melewatkan satu atau dua minggu pertama. Terkadang hanya beberapa hari,” kata Wylie Tollette, Kepala Investasi Franklin Templeton Investment Solutions, unit dari fund manager senilai US$1,4 triliun.
Para investor berdana jumbo itu dinilai akan membidik obligasi tenor panjang, memantau saham-saham yang paling turun dalam seperti sektor teknologi, serta selektif memilih aset berisiko seperti surat utang swasta.
Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini
“Instrumen pendapatan tetap telah kembali,” kata Tollette dari Hong Kong dalam perjalanannya melintasi Asia untuk bertemu investor besar. Franklin Templeton menambahkan koleksi investasinya di obligasi tenor panjang dari AS, Inggris dan Jerman.
Sedangkan unit investasi JPMorgan telah membeli lebih banyak surat utang jangka panjang untuk portofolio pendapatan tetap dalam beberapa pekan terakhir, meskipun ada prospek kerugian jika suku bunga AS kembali naik.
Bob Michele, Global Head of Fixed Income J.P. Morgan Asset Management mengatakan bahaya jika memegang terlalu sedikit obligasi, ketika kebijakan The Fed memicu reli besar di pasar. J.P. Morgan AM mengelola aset investasi US$2,5 triliun.
“Kekhawatiran terbesar saya bukanlah kita membeli sekarang dan imbal hasil naik 50 basis poin lagi,” katanya. Dia mencatat obligasi saat ini masih di kisaran harga termurah sejak krisis keuangan. Kekhawatiran yang lebih besar justru adalah keluar dari pasar saat kondisi berubah.
Australian Retirement Trust, salah satu lembaga dana pensiun di Negara Kanguru dengan aset US$159 miliar, adalah investor lain yang telah membeli kembali surat utang pemerintah bulan ini.
“Kami telah mengatur ulang ke posisi netral untuk instrumen pendapatan tetap. Kami mengharapkan untuk pindah ke posisi overweight ketika imbal hasil sedikit lebih tinggi,” kata Andrew Fisher, kepala strategi investasi ART.
Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini
Invesco, yang mengelola aset US$1,4 triliun, juga mengantisipasi reli pasar saham jika The Fed nantinya berhenti menerapkan kebijakan agresifnya dalam beberapa bulan mendatang, sebelum akhirnya ke siklus pelonggaran akhir tahun ini.
“Jika penurunan ekonomi terjadi pada paruh kedua di 2023, maka pasar saham akan melihat pemulihan di 2024. Saham-saham teknologi bereaksi sangat baik terhadap imbal hasil yang turun, yang secara keseluruhan positif untuk pasar ekuitas,” kata Kristina Hooper, Kepala Strategi Pasar Invesco.
Invesco akan ada di posisi overweight untuk saham-saham siklikal dan berkapitalisasi kecil, ketika tanda-tanda kebijakan The Fed menjadi lebih jelas. Invesco juga secara hati-hati dan selektif di saham berkapitalisasi besar dan sektor defensif, seperti utilitas dan konsumer.
Rob Arnott, ketua dan pendiri Research Affiliates LLC menyatakan saham dengan rasio harga terhadap pendapatan yang rendah di pasar Eropa, Inggris dan Australia menawarkan peluang menarik."Saya akan memiliki eksposur risiko di pasar non AS baik negara maju maupun negara berkembang," katanya.
Dia menunjuk ke saham Inggris, yang diperdagangkan dengan rasio harga terhadap pendapatan sekitar 10 dibandingkan dengan hampir 18 untuk saham di S&P 500. Franklin Templeton sedang bersiap untuk beralih dari posisi underweight ke netral, untuk menghindari kehilangan peluang di tahap awal reli.
Data JPMorgan menunjukkan investor yang absen dari 10 hari terbaik S&P 500 dalam dua dekade hingga 2022, hanya mencatatkan setengah keuntungan dari mereka yang berada di pasar selama di seluruh periode.
Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini
Mempertimbangkan potensi reli pasca gejolak pasar akibat krisis perbankan global dan kebijakan The Fed, maka hal itu juga bisa jadi sentimen positif bagi pasar modal Tanah Air, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan reksadana.
Menurut catatan Bareksa, pada Selasa (21/3/2023) IHSG kehilangan 2,32% jadi 6.692 dibandingkan posisinya akhir tahun lalu. Senada kinerja reksadana berbasis saham yakni indeks reksadana saham dan indeks reksadana campuran masing-masing minus 2,88% dan negatif 1,22%.
Dari empat indeks reksadana, hanya hanya indeks reksadana pendapatan tetap dan indeks reksadana pasar uang yang mencatatkan kinerja positif masing-masing 0,67% dan 0,66%.
Sumber : Bareksa
Tim Analis Bareksa menilai penurunan pasar saham global termasuk Indonesia sebaiknya dilihat investor sebagai momentum harganya sedang murah. Untuk itu investor bisa mempertimbangkan untuk masuk berinvestasi ke reksadana saham dan pendapatan tetap, seiring fundamental ekonomi Indonesia yang masih kuat.
Investor disarankan untuk mendiversifikasi investasinya di reksadana pendapatan tetap berbasis Obligasi Negara yang anti gagal bayar. Sebab, ekspektasi imbal hasil (yield) acuan SBN 10 tahun sudah turun dari 7,05% jadi 6,8% sejak berita kebangkrutan Silicon Valley Bank mencuat. Karena itu, reksadana ini juga berpotensi mendulang cuan saat gejolak pasar mereda.
Beberapa produk reksadana pendapatan tetap yang bisa dipertimbangkan investor ialah sebagai berikut :
Sumber : Tim Analis Bareksa
Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini
Investor juga bisa mempertimbangkan reksadana saham, seiring potensi reli pasar jika nantinya The Fed melonggarkan kebijakan moneternya.
Tim Analis Bareksa menilai penurunan pasar saham global termasuk Indonesia akhir-akhir ini sebaiknya dipandang sebagai kesempatan yang baik untuk mulai masuk ke reksadana saham dan indeks. Sebab IHSG saat ini di kisaran 6.500, merupakan level terendah sejak November 2021. Padahal ekonomi RI masih bertumbuh 5% dan neraca perdagangan terus mencatat surplus.
Tim Analis Bareksa memperkirakan potensi reli pasar saham Tanah Air berpotensi mulai terjadi pada kuartal III. Sebab, pasar Indonesia berpeluang mengalami potensi reli sedikit terlambat dari pasar global, karena dari sisi valuasi pasar AS dan China diskonnya saat ini jauh lebih besar ketimbang IHSG.
Apalagi jelang tahun politik 2024, maka potensi reli pasar saham RI akan semakin optimal, setelah cama-cama calon presiden sudah terkonfirmasi dan mengemuka pada September nanti.
Sumber : Tim Analis Bareksa
Perlu diingat, investasi mengandung risiko, sehingga Smart Investor perlu membekali diri dengan informasi soal potensi keuntungan dan risiko dari investasinya di pasar keuangan.
Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini
(Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
* * *
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.