Bareksa.com - PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) memperkirakan penerbitan obligasi hingga akhir 2022 bisa menembus Rp105 triliun hingga Rp110 triliun, meskipun kondisi pasar obligasi sedang mengalami fluktuasi. Ramainya penerbitan obligasi ini bisa berpengaruh positif bagi reksadana pendapatan dan reksadana campuran yang memiliki underlying (aset dasar) obligasi.
Head of Research & Market Information Department PHEI, Roby Rushandie mengatakan, fluktuasi yang terjadi di pasar obligasi Indonesia disebabkan oleh ancaman inflasi dan tren kenaikan suku bunga global. Meski begitu, kondisi ekonomi domestik yang terjaga akan menjadi katalis positif yang menahan sentimen dari luar.
Salah satu sentimen penekan pasar surat utang Indonesia adalah risiko ekonomi global seperti terjadinya stagflasi. Hal ini akan berdampak pada langkah bank sentral negara-negara di dunia, seperti Bank Sentral AS, The Fed meningkatkan suku bunga acuannya.
Ia menjelaskan, jika The Fed menaikkan suku bunga secara agresif sekitar 50 – 75 basis poin di empat pertemuan bulanan yang tersisa, maka imbal hasil (yield) Obligasi Pemerintah AS atau US Treasury akan turut naik. Kenaikan itu akan membuat selisih (spread) yield SBN dengan US Treasury menyempit.
"Spread yang mengecil akan memicu investor untuk lebih memilih US Treasury. Selain yield-nya yang cukup besar, US Treasury akan lebih aman dibandingkan dengan SBN kita,” jelasnya dalam pertemuan media terkait Proyeksi Obligasi pada Semester II Tahun 2022 (25/6/2022).
Sentimen lain yang akan mempengaruhi pergerakan pasar surat utang adalah tensi geopolitik Rusia - Ukraina yang tak kunjung usai, serta kelanjutan penanggulangan pandemi virus corona.
Di sisi lain, Roby mengatakan sentimen dari dalam negeri akan menjadi penopang positif terhadap pasar obligasi. Hal ini tercermin dari tren pemulihan ekonomi Indonesia yang cukup baik di tengah kembali melonjaknya pandemi virus corona.
"Selain itu, nilai tukar rupiah sejauh ini juga terbilang terjaga meski memang dibayangi risiko outflow asing dari pasar keuangan dan stagflasi negara mitra dagang,” jelasnya.
Outlook pasar obligasi Indonesia juga akan ditopang oleh penurunan defisit fiskal yang terjadi pada APBN 2022. Hingga April 2022, APBN mencatatkan surplus 0,58 persen, berbanding terbalik bila dibandingkan dengan periode Januari – April 2021 dengan defisit 0,8 persen. Kelanjutan burden sharing antara Bank Indonesia dan pemerintah pada tahun ini juga dapat menjaga kondisi pasar surat utang Indonesia.
“Keyakinan investor juga akan terjaga karena rating utang Indonesia yang terjaga, bahkan outlook Indonesia juga naik menjadi stabil oleh Standard & Poor’s,” papar dia.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan, hingga 3 Juni 2022, terdapat 36 emisi dalam pipeline pencatatan efek bersifat utang dan sukuk, yang rencananya akan diterbitkan oleh 30 perusahaan dengan perkiraan total dana yang akan dihimpun sebesar Rp44,9 triliun.
Sektor-sektor perusahaan yang berada dalam pipeline pencatatan efek bersifat utang dan sukuk yakni, sebanyak 17 perusahaan dari sektor keuangan, tiga perusahaan dari sektor infrastruktur, satu perusahaan dari sektor konsumer non primer, dan dua perusahaan sektor properti.
Kemudian, sebanyak tiga perusahaan dari sektor industri, dua perusahaan sektor bahan baku, satu perusahaan dari sektor transportasi, serta satu perusahaan dari sektor energi.
Maraknya penerbitan obligasi ini bisa menjadi sentimen positif bagi reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran yang memiliki aset dasar obligasi. Berdasarkan data Bareksa, mayoritas reksadana pendapatan tetap yang ada di Bareksa membukukan tingkat pengembalian (return) yang positif dalam setahun (per 24 Juni 2022).
Prospera Obligasi, Sucorinvest Stable Fund dan Syailendra Pendapatan Tetap Premium menjadi reksadana pendapatan tetap yang membukukan cuan tertinggi dalam setahun, yakni masing-masing 8,81 persen, 7,29 persen dan 6,06 persen.
Begitu juga dengan reksadana campuran yang memiliki underlying pendapatan tetap dan saham. Berdasarkan data Bareksa, sebagian besar reksadana campuranyang ada di Bareksa membukukan return positif. Setiabudi Dana Campuran dan Star Balanced II menjadi reksadana campuran dengan return tertinggi, yakni 27,01 persen dan 20,48 persen.
Reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(K09/AM)
* * *
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.