Bareksa.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan penggalangan dana di pasar modal akan prospektif pada tahun depan. Peluang ini bisa berdampak positif bagi perkembangan pasar modal secara umum dan juga industri reksadana.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, hingga 12 November 2021, penggalangan dana dari instrumen saham mencapai mencapai Rp32,26 triliun. Sementara dari penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) mencapai Rp83,3 triliun.
"Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020, penggalangan dana dari pencatatan saham mengalami kenaikan 518 persen dan untuk EBUS naik 14,3 persen," jelas Nyoman (15/11) .
BEI juga mencatat peningkatan calon perusahaan tercatat saham dalam pipeline mencapai 45 persen dari periode yang sama tahun lalu. Peningkatan juga terjadi pada pipeline EBUS yang akan meningkat 81,3 persen.
"Berdasarkan data di atas, kami optimis bahwa prospek dan target penggalangan dana di pasar modal Indonesia pada tahun 2022 akan lebih baik," kata dia dalam keterangan resmi, Senin (15/11).
Menurut dia, OJK bersama dengan self regulatory organization (SRO) pasar modal, yakni BEI, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) bersikap adaptif terhadap perkembangan bisnis dan industri perusahaan di Tanah Air.
Dukungan tersebut diwujudkan melalui rancangan beberapa peraturan baru seperti perubahan Peraturan I-A dan juga rancangan POJK Saham Hak Suara Multipel.
"Kami berharap hal tersebut dapat menjadi booster, sehingga nantinya lebih banyak perusahaan yang dapat mengakses pasar modal Indonesia dan tercatat di BEI dengan kuantitas, kualitas, dan nilai proceed yang lebih baik," kata
Nyoman melihat tahun depan juga akan menjadi momentum yang tepat bagi emiten untuk menggalang dana dari pasar modal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkembangan kondisi new normal yang semakin kondusif dan pemulihan ekonomi nasional yang diproyeksi akan mencapai 5,2 persen pada 2022. Perkembangan ini tentu bisa menjadi pendorong korporasi melakukan ekspansi bisnisnya melalui pendanaan dari pasar modal.
Beberapa indikator pasar modal seperti pertumbuhan jumlah investor dan pergerakan IHSG juga mengalami perkembangan yang baik sepanjang 2021. Jumlah investor di pasar modal Indonesia hingga Oktober 2021 meningkat 74,1 persen dari awal tahun dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 9,6 persen dari awal tahun.
Nyoman berharap perkembangan positif ini bisa terus berlanjut dan meningkat pada 2022. Perkembangan ini sekaligus membawa optimisme dan menjadi momentum bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk melakukan penggalangan dana dari pasar modal.
Perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan unicorn dinilai akan menjadi motor penggerak pasar modal tahun depan. Menurut Nyoman, pihaknya juga secara aktif memberikan informasi dan diskusi mengenai pendanaan dari pasar modal Indonesia, khususnya dengan skema penawaran umum perdana (initial public offering/IPO).
Penyampaian informasi ini dilakukan melalui format one-one meeting dan melalui online seminar dengan berbagai perusahaan, termasuk para unicorn dan juga perusahaan BUMN dan anak usahanya.
Pada akhir tahun ini, BEI berharap ada dua anak usaha BUMN, yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) yang akan melantai di bursa. Hal ini menandakan besarnya dukungan dan komitmen dari pemerintah untuk memanfaatkan pasar modal Indonesia sebagai house of growth.
"Melihat beberapa mengenai rencana IPO dari beberapa unicorn dan BUMN, tentunya kami optimistis dan terus mendukung rencana perusahaan-perusahaan tersebut untuk IPO dan mencatatkan sahamnya di bursa pada 2022," kata Nyoman.
Melihat prospek penggalangan dana tersebut tentunya bisa menjadi sentimen positif bagi pasar modal dan industri terkait, seperti reksadana. Pasalnya, reksadana banyak menempatkan portofolio investasinya di instrumen pasar modal seperti saham ataupun surat utang.
Berdasarkan data Bareksa, sejauh ini, reksadana yang berbasis saham dan surat utang (reksadana pendapatan tetap) menunjukkan kinerja positif dalam setahun terakhir.
Bahkan reksadana saham, Manulife Saham Andalan dan Sucorinvest Sharia Equity Fund membukukan tingkat pengembalian (return) 53,25 persen dan 41,7 persen dalam setahun (per 12 November 2021).
Sementara pada reksadana pendapatan tetap, Syailendra Pendapatan Tetap Premium dan Sucorinvest Stable Fund mencatat return tertinggi dalam setahun, yakni 9,29 persen dan 9,17 persen.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.