Bareksa.com - Laporan Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market - Monthly Report April 2021 yang mengolah data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dana kelolaan reksadana yang dijual kepada publik tercatat Rp568 triliun, naik 0,37 persen secara bulanan dibandingkan Maret 2021 yang senilai Rp565,9 triliun.
Sepanjang tahun berjalan (YtD), kelolaan reksadana April 2021 turun 1 persen dibandingkan Desember yang senilai Rp573,5 triliun. Tapi, secara tahunan (YoY) melesat 19 persen. Tercatat, kelolaan reksadana yang masih menurun secara YtD, senada dengan unit penyertaannya yang juga berkurang 0,99 persen sepanjang tahun berjalan jadi 430,8 miliar unit.
Secara bulanan, jumlah unit penyertaan reksadana menurun 1 persen. Kondisi ini bisa dimaklumi karena masyarakat biasanya melakukan pencairan reksadana (redemption) untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran. Dengan begitu, dana kelolaan reksadana yang secara bulanan bertambah, namun unit penyertaan menurun, menandakan kenaikan kelolaan pada April 2021 didorong oleh meningkatnya nilai aset dalam portofolio reksadana.
Adapun jumlah produk reksadana tercatat meningkat 0,48 persen jadi 2.281 produk.
Nah, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) masih menjadi yang paling kokoh di puncak teratas manajer investasi. Manulife AM berhasil menduduki posisi juara 1 kelolaan reksadana terbuka dalam 5 bulan beruntun sejak Desember 2020 hingga April 2021.
Manulife AM semakin memantapkan posisinya sebagai perusahaan manajemen investasi terbesar di Tanah Air. Presiden Direktur MAMI, Afifa berharap industri reksadana Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan yang baik.
Harapan tersebut seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai investasi reksadana, serta semakin mudah dan nyamannya akses ke produk-produk reksadana.
"Di tengah kondisi market yang masih berfluktuasi di bulan Maret lalu, kami sangat bersyukur MAMI justru mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan yang positif," ungkapnya kepada Bareksa (18/5/2021).
Menurut Afifa, pada kuartal I 2021, AUM (dana kelolaan) reksadana MAMI tumbuh 5,7 persen atau bertambah Rp2,8 triliun, dari sebelumnya Rp49,4 triliun pada akhir 2020 lalu menjadi Rp52,2 triliun pada akhir Maret 2021.
Total dana kelolaan MAMI juga mencatatkan pertumbuhan 1,7 persen dalam kurun waktu 3 bulan, dari Rp97,2 triliun pada akhir tahun 2020 menjadi Rp98,9 triliun di akhir Maret 2021 atau hampir menembus Rp100 triliun. Dana kelolaan tersebut termasuk kontrak pengelolaan dana (KPD) dan produk reksadana khusus bagi nasabah institusi.
"Sejak awal 2021 hingga akhir April 2021, dana kelolaan reksadana MAMI terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 10,4 persen, dari Rp49,4 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp54,5 triliun pada akhir April 2021," kata Afifa.
Afifa menjelaskan pertumbuhan dana kelolaan MAMI didukung oleh banyak faktor, di antaranya tata kelola perusahaan yang baik, jaringan distribusi yang kuat, inovasi produk dan layanan, serta edukasi finansial.
"Peningkatan AUM (dana kelolaan) MAMI pada empat bulan pertama tahun ini bukan karena efek pergerakan harga di pasar, tetapi lebih karena aliran dana yang masuk dari para nasabah individu dan institusi," jelas Afifa.
Dia menyampaikan pergerakan pasar saham dan obligasi masih relatif flat hingga YtD per akhir April 2021, sehingga belum menjadi kontributor terhadap peningkatan dana kelolaan MAMI. Sebagai acuan, ia menjelaskan saham (IHSG) naik 0,3 persen YTD per akhir April 2021 dan di sisi lain obligasi (BINDO) minus 0,6 persen YTD per akhir April 2021.
Ia menjelaskan per akhir kuartal pertama 2021, kontribusi reksadana saham terhadap dana kelolaan MAMI naik jadi 36,4 persen, dari sebelumnya 30,4 persen akhir tahun lalu. Posisi tersebut, tidak jauh berbeda dari AUM reksadana pendapatan tetap MAMI yang sebesar 38,3 persen.
Afifa menyampaikan pihaknya melihat 2021 sebagai awal dari siklus pemulihan ekonomi, sehingga terdapat potensi yang menarik di pasar saham dan obligasi.
Menurut dia, siklus pemulihan ekonomi merupakan siklus yang dapat memberi peluang bagi pasar finansial, karena dalam siklus ini dinamika kebijakan dan aktivitas ekonomi supportif bagi pasar.
Dia menjelaskan dalam siklus pemulihan, pertumbuhan akan mulai terlihat, baik pertumbuhan ekonomi maupun laba emiten (earnings). Selain itu, kebijakan moneter dan fiskal juga berada pada fase akomodatif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Kedua faktor ini merupakan iklim yang supportif bagi pasar saham dan obligasi. Di tengah kondisi pandemi yang masih terjadi dan proses pemulihan yang masih terus berjalan, kami memandang kebijakan akomodatif ini masih akan diterapkan pemerintah serta bank sentral global dan juga domestik," kata Afifa.
Ia menyatakan faktor kunci dan sebaliknya juga menjadi faktor risiko terhadap proses pemulihan ini adalah pencegahan peningkatan kasus Covid-19 dan perkembangan proses vaksinasi nasional.
"Meningkatnya kasus Covid-19 atau proses vaksinasi yang terkendala dapat mempengaruhi proses pemulihan ekonomi dan sentimen di pasar finansial," pungkasnya.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.