Bareksa.com - Setelah menjadi primadona sepanjang tahun 2020, kinerja reksadana pendapatan tetap di awal tahun 2021 ini kurang cemerlang hingga mencatatkan imbal hasil negatif, setidaknya hingga memasuki pekan ketiga di Januari 2021. Sekedar mengingatkan, sepanjang tahun lalu indeks reksadana pendapatan tetap di Bareksa berhasil tumbuh 6,9 persen.
Sementara itu, sejak awal tahun ini hingga 19 Januari 2021, imbal hasilnya tercatat -0,94 persen sepanjang tahun berjalan (YtD), menjadi satu-satunya yang tumbuh negatif dibandingkan jenis reksadana lainnya.
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, kinerja reksadana berbasiskan surat utang tersebut cenderung melemah disebabkan oleh penurunan harga obligasi di awal tahun ini. Hal tersebut terlihat dari yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun yang terus merangkak naik.
Sumber: tradingeconomics
Sekadar informasi, pada 4 Januari 2021 yield SUN tenor 10 tahun masih berada di level 5,996 persen, kemudian secara perlahan terus bergerak naik hingga saat ini berada di level 6,296 persen per 19 Januari 2021. Artinya yield sudah bergerak naik sekitar 30 bps (0,3 persen).
Seperti diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat yield naik artinya harga obligasi sedang turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga turun, artinya pasar obligasi sedang melemah.
Di sisi lain, tahun ini pemerintah kembali melakukan strategi front loading atau penerbitan obligasi di awal tahununtuk memanfaatkan kondisi likuiditas pasar keuangan yang longgar. Pada pekan pertama 2021 saja, pemerintah telah menarik utang mencapai Rp100 triliun melalui penerbitan surat utang negara dan obligasi global.
Hal tersebut dilakukan karena pemerintah ingin memanfaatkan momentum banjir likuiditas di awal tahun seiring dengan optimisme pasar terhadap vaksinasi dan stimulus besar yang akandigelontorkan Amerika Serikat. Apalagi kebutuhan anggaran tahun ini sangat besar di tengah penerimaan pajak yang masih akan berat.
Sementara itu, semakin banyak porsi obligasi pemerintah menjadi underlying asset dalam suatu portofolio reksadana, maka akan membuat reksadana pendapatan tetap tersebut semakin volatil. Mengapa demikian?
Hal tersebut dikarenakan obligasi pemerintah yang memiliki tenor sangat panjang. Obligasi pemerintah memang sangat aman dari risiko default (gagal bayar), tapi karena jangka waktunya sangat panjang, harganya bisa bergerak fluktuatif sebelum kembali ke nilai parnya di 100 ketika jatuh tempo.
Di sisi lain, obligasi korporasi memang memiliki risiko gagal bayar lebih besar dibandingkan dengan obligasi pemerintah, namun jatuh temponya relatif lebih pendek. Biasanya hanya berkisar 3, 5, tahun hingga 7 tahun, dibandingkan dengan obligasi pemerintah ada yang sampai 30 tahun hingga 50 tahun.
Meskipun pada awal tahuh ini mencatatkan imbal hasil negatif, namun dalam 3 tahun terakhir indeks reksadana pendapatan tetap membukukan kinerja paling cemerlang dibandingkan indeks reksadana lainnya. Tercatat indeks reksadana pendapatan tetap tumbuh 11,04 persen dan indeks reksadana pasar uang 8,89 persen. Adapun indeks reksadana saham dan campuran mencatatkan imbalan negatif.
Sumber : Bareksa
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.