Bareksa.com - Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi pelaku pasar modal domestik. Seperti diketahui, pandemi Covid-19 telah membuat berbagai bursa saham di dunia tertekan hebat, tak terkecuali bursa saham Tanah Air.
Sekadar informasi, sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan di bulan November, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok 10,91 persen year to date (YtD). Capaian kinerja tersebut sebenarnya tergolong sudah jauh lebih baik karena IHSG pada tahun ini sempat menyentuh level terendah pada 24 Maret 2020 yang kala itu membuat penurunannya mencapai 37,49 persen YtD.
Setelah menyentuh level terendah di level 3.937.63 di sekitar penghujung Maret tersebut, pasar saham Indonesia terus bangkit hingga akhirnya mencapai 5.614,42 per akhir November.
Namun memasuki bulan Desember, ada satu fenomena yang mungkin bisa menjadi harapan IHSG bisa mengakhiri tahun ini dengan koreksi YtD yang lebih sedikit lagi atau bahkan ditutup dengan posisi positif yang tipis.
Fenomena yang sering disebut “window dressing” atau “Santa Claus rally” adalah harapan pelaku pasar yang dapat membawa IHSG ke zona hijau, di mana fenomena tersebut dipercaya pada bulan Desember harga-harga saham biasanya mengalami kenaikan.
Istilah “window dressing” sendiri diambil dari kata window atau jendela yang identik dengan bagian dari rumah yang memungkinkan orang dari luar melihat kondisi di dalam rumah, dan dressing artinya mendekorasi supaya sesuatu terlihat rapi, dan baik tanpa banyak merubah kondisi sebenarnya dari rumah tersebut.
Singkatnya jika kita terjemahkan ke bahasa Indonesia, proses window dressing adalah proses mendekorasi beberapa bagian dari rumah supaya bisa terlihat bagus jika dilihat orang luar melalui Jendela.
Sementara dalam konteks pasar modal, asksi window dressing adalah upaya mempercantik laporan keuangan oleh emiten / perusahaan dan manajer investasi selaku pengelola dana.
Hal ini juga terjadi dalam dunia usaha, misalnya peningkatan penjualan akibat diskon/promo besar-besaran sehingga laporan keuangan di akhir tahun yang bagus menjadi salah satu alasan penguatan harga saham. Pembelian masyarakat yang melonjak bisa dianggap pertanda bahwa perekonomian negara sedang baik secara keseluruhan.
Salah satu contoh sederhananya adalah misalkan ketika kita ditawarkan salah satu produk investasi reksadana saham, maka kita akan ditunjukan grafik pertumbuhan atau kinerja dari tahun ke tahun, artinya kinerja dana kelolaan yang akan diingat dan dipresentasikan adalah kinerja di penutupan tahun, dan apa yang terjadi sepanjang tahun tersebut akan dilupakan, setelah tahun tersebut berlalu.
Karena itu, merupakan sesuatu yang wajar jika para manajer investasi berusaha untuk mengerek harga-harga saham yang yang ada di dalam portofolio mereka di bulan Desember, supaya di penutupan tahun kinerja portofolio yang mereka kelola akan terlihat baik.
Kekuatan efek dari window dressing, dapat terlihat dengan jelas pada kinerja IHSG di bulan Desember, seperti bisa dilihat dalam tabel berikut :
Kinerja IHSG di Bulan Desember 20 Tahun Terakhir
Tahun | Kinerja IHSG (%) |
2000 | -2,8 |
2001 | 3,1 |
2002 | 8,8 |
2003 | 12,1 |
2004 | 2,3 |
2005 | 6,1 |
2006 | 5 |
2007 | 1,6 |
2008 | 9,2 |
2009 | 4,9 |
2010 | 4,9 |
2011 | 2,9 |
2012 | 0,9 |
2013 | 0,1 |
2014 | 1,5 |
2015 | 2 |
2016 | 2,5 |
2017 | 5,7 |
2018 | 2,3 |
2019 | 4,8 |
Rata-rata 2000-2020 | 3.9 |
Sumber: BEI, diolah Bareksa
Dari tabel tersebut, dapat dilihat sejarah memang membuktikan kalau bulan Desember adalah bulan di mana probabilitas IHSG mengalami kenaikan adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Dalam 20 tahun terakhir, IHSG hanya sekali mengalami penurunan di bulan Desember, yaitu pada 2000. Artinya dalam 20 tahun terakhir, probabilitas IHSG untuk naik di bulan Desember mencapai 95 persen. Bukan hanya itu, bahkan di tahun di mana terjadi krisis koreksi besar di IHSG seperti di tahun 2008 pun, IHSG tetap sanggup bergerak naik cukup signifikan di bulan Desember.
Berpotensi Dorong Kinerja Reksadana Saham
Efek window dressing yang dapat mendorong harga-harga saham mengalami kenaikan, tentu akan turut dirasakan oleh reksadana saham yang mayoritas berinvestasi di sana.
Terlebih di sepanjang tahun ini, secara umum reksadana saham mencatatkan kinerja yang paling tertinggal dibandingkan dengan jenis reksadana lainnya. Berdasarkan data Bareksa, indeks reksadana saham tercatat anjlok 13,75 persen YtD.
Sumber: Bareksa
Penurunan yang telah mencapai dua digit, tentu di satu sisi membuat harga-harga saham maupun reksadana saham menjadi lebih murah dan menyimpan potensi pertumbuhan yang lebih besar di masa depan.
Dengan adanya harapan terjadinya fenomena window dressing di bulan ini, diharapkan kinerja reksadana saham bisa sedikit membaik dan memangkas penurunannya, meskipun jika harus kembali positif cukup berat.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksadana saham adalah reksadana yang mayoritas aset dalam portofolionya adalah instrumen aset saham atau efek ekuitas. Reksadana jenis ini berisiko berfluktuasi dalam jangka pendek tetapi berpotensi tumbuh dalam jangka panjang.
Maka dari itu, reksadana saham yang agresif disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi dan untuk investasi jangka panjang. Demi kenyamanan berinvestasi, pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko Anda.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.