Bareksa.com - Pada hari ini (17/9/2020), Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) di level 4 persen, suku bunga Deposit Facility 3,25 persen dan suku bunga Lending Facility 4,75 persen. Keputusan hasil rapat dewan gubernur BI pada 16-17 September 2020 tersebut mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah.
Pengumuman suku bunga acuan ini akan sangat mempengaruhi pergerakan yield yang ada di SBN. Head of Investment PT Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan era suku bunga rendah akan menyebabkan penurunan yield obligasi negara secara global, termasuk Indonesia. Dia memperkirakan yield SUN tenor 10 tahun akan berada di angka 6,5-6,75 persen pada akhir tahun ini.
Menurut dia, hal ini akan berdampak positif terhadap investor karena mereka bisa mendapatkan capital gain. Namun demikian, dengan yield yang rendah tersebut, investor akan tertantang untuk memenuhi target yield-nya. Hal ini terutama terkait asset liability matching. Karena itu, untuk mencapai target yield tahunan, investor harus memperpanjang durasi portofolio obligasinya.
"Namun ini jadi meningkatkan risiko pasar bagi investor. Sebagai alternatif, investor perlu merevisi asumsi target yield tahunan dan menambah size jumlah investasinya untuk menjaga pemenuhan kewajibannya," terang dia.
Apabila investor tidak ingin terlalu berisiko dengan berinvestasi langsung di SUN, mereka bisa menggunakan reksadana pendapatan tetap. Reksadana ini menggunakan underlying obligasi negara sebagai portofolio investasinya.
Di Bareksa, terdapat 47 reksadana pendapatan tetap yang bisa dipilih. Di antara 47 produk tersebut, ada dua produk yang memberikan imbal hasil di atas 10 persen dalam setahun. Reksadana tersebut adalah Sucorinvest Bond Fund dan Capital Fixed Income Fund.
Kinerja Dua Reksadana Pendapatan Tetap
Lelang SUN
Sementara itu, pemerintah berencana melakukan lelang SUN dalam mata uang rupiah pada 22 September 2020 mendatang. Besaran lelang maksimal yang dilakukan mencapai Rp 40 triliun. Lelang ini dilakukan untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Penjualan SUN akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
"Lelang bersifat terbuka (open auction), menggunakan metode harga beragam (multiple price)," ujar Kemenkeu dalam keterangannya (17/9).
Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield yang diajukan. Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield rata-rata tertimbang (weighted average yield) dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.
"Pemerintah memiliki hak untuk menjual ketujuh seri SUN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari jumlah indikatif yang ditentukan. SUN yang akan dilelang mempunyai nominal per unit Rp1 juta," ungkap Kemenkeu.
Adapun peserta lelang yang terlibat adalah Citibank N.A, Deutsche Bank AG, PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia, Tbk, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Panin Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank ANZ Indonesia, Standard Chartered Bank, JP Morgan Chase Bank N.A, PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia (BI).
Sebelumnya, pemerintah menunda rencana lelang pembelian kembali SUN dengan cara penukaran (debt switch). Penundaan ini setelah mempertimbangkan kondisi pasar SBN.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.