Bareksa.com - Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), menyatakan perkembangan terkini kasus Covid-19, ternyata di negara-negara yang sempat di vonis kritis, ada banyak perbaikan. Kurva pertambahan jumlah penderita sudah melandai, yang berarti penyebaran virus corona semakin terkendali.
"Jumlah pertambahan kasus harian pun semakin turun. Kesimpulannya, pengorbanan kita berdiam #DiRumahAja tak sia-sia,"ujar Katarina dalam keterangannya (15/5/2020).
Manulife AM dalam laporannya "Market Update : Flattening The Curve" edisi Mei 2020 menyatakan beragam stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan pemerintah banyak negara di dunia sepanjang Maret, April dan nampaknya masih akan diteruskan di bulan-bulan ke depan, juga berhasil meredakan kepanikan pasar finansial.
Indeks VIX yang menggambarkan volatilitas sudah turun dari level 90an ke level 30an, walaupun belum kembali ke level 15an seperti pada saat-saat normal.
"Hal ini merupakan perbaikan yang cukup signifikan. Begitu juga dengan nilai tukar Asia yang tercermin dari Indeks ADXY yang sepanjang April perlahan meningkat dan mengindikasikan mata uang Asia mulai kembali bangkit dari posisinya terhadap dolar AS saat pasar sedang panik-paniknya di Maret lalu," ungkap Katarina.
Perekonomian Global Terkini
Perlambatan akibat pandemi sudah terjadi di kuartal I lalu, seluruh dunia sudah terkena dampak ekonomi dari COVID-19. Aktivitas manufaktur maupun jasa cukup terpuruk dalam. Pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini sudah tak lagi mengejutkan pasar, karena memang sudah diprediksi.
"Yang menjadi fokus kita adalah bukan berapa besar pelemahannya, tapi berapa lama hal ini akan berlangsung," ujar Katarina.
Pada 2020, pertumbuhan ekonomi dunia sudah diprediksi akan negatif. Akan tetapi dalam scenario based line, dengan asumsi pandemi reda di semester II 2020, dan upaya penurunan wabah secara gradual berhasil dilakukan, maka diprediksi perekonomian global dapat melesat 5,8 persen di 2021. Tentunya didukung dengan kebijakan dan stimulus dari seluruh dunia.
"Sekali lagi harus diingat, tetap masih ada risiko, pandemi belum dapat dikendalikan di semester II tahun 2020, maka upaya penurunan wabah dan kebijakan stimulus dunia sampai beberapa saat ke depan, serta keikutsertaan kita semua saat ini untuk tetap #DiRumahAja masih sangat krusial," Katarina menjelaskan.
Saat ini terdapat tiga faktor yang menjadi perhatian pasar. Stimulus moneter dan fiskal yang telah dan terus dilakukan. Stimulus fiskal serentak dari berbagai negara memberikan bantalan bagi perekonomian dunia. Stimulus moneter untuk menjaga likuiditas sebagai urat nadi sistem finansial dunia.
Penyebaran COVID-19 mulai terkendali, hal ini masih berlangsung. Beberapa negara mengindikasikan penurunan jumlah kasus baru dan mulai merencanakan membuka kembali ekonominya. Potensi pemulihan ekonomi yang masih menjadi pertanyaan. Pasar sudah memperkirakan dalam waktu dekat data ekonomi akan terpuruk.
"Yang menjadi perhatian saat ini adalah bagaimana arah ekonomi ke depannya. Beberapa faktor yang dapat diperhatikan adalah kebijakan re-opening economy, perubahan perilaku masyarakat dan risiko wabah second waive," imbuh Katarina.
Kinerja Pasar Finansial Domestik April 2020
Katarina menyatakan kebijakan tanggap dari pemerintah dan bank sentral dunia termasuk Indonesia, dalam meredakan kepanikan pasar terbukti sangat mempengaruhi dinamika pasar modal serta nilai tukar. Stimulus fiskal, moneter, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), larangan mudik, ini semua dianggap tepat dan menenangkan pasar. Sepanjang April kemarin, pasar saham menguat 3,91 persen month on month (MOM), dan pasar obligasi menguat 1,78 persen MoM.
Pada April lalu rupiah juga menguat. Hal ini sekaligus menunjukkan koreksi tajam pada Maret 2020 telah melampaui nilai fundamentalnya. Bahkan Bank Indonesia (BI) telah menyatakan kebutuhan untuk melakukan intervensi pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah supaya tak terus melemah saat ini sudah semakin minimal.
Ekonomi domestik
Akan tetapi sama di negara-negara lain di seluruh dunia, ujar Katarina, pelemahan sudah terlanjur terjadi. Dampak ekonomi COVID-19 mulai terlihat pada data ekonomi domestik. Indikator utama seperti realisasi penanaman modal asing, manufaktur PMI, indeks keyakinan konsumer dan penjualan ritel, semuanya menunjukkan penurunan tajam di bulan Maret.
Ini sudah diprediksi dan bukan hal yang mengagetkan. Tapi dengan asumsi dunia dan termasuk Indonesia sudah bisa mengendalikan wabah COVID-19 di semester II tahun 2020 ini, perbaikan gradual diperkirakan akan terjadi.
Panduan proyeksi Bank Indonesia
Defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) tahun ini diperkirakan akan sangat terkendali (1,5 persen di Q1 2020 – 2 persen FY 2020). Karena walaupun ekspor akan sangat merosot, tapi impor juga akan turun lebih tajam. Konsumsi melambat, inflasi terkendali. Sehingga BI tidak perlu cepat-cepat menaikkan suku bunga.
"Artinya pelumas masih cukup untuk melancarkan putaran roda ekonomi. Hingga akhir tahun, rupiah juga diperkirakan stabil di kisaran Rp15.000an," ungkapnya.
Bicara soal oli perekonomian, Katarina menyatakan selain lewat penurunan suku bunga, BI juga punya pelumas ekonomi yang lain. Misalnya yang terjadi di bulan April kemarin. BI menghemat peluru dengan tidak memangkas suku bunganya tapi menurunkan Giro Wajib Minimum Perbankan (GWM).
Nah penurunan GWM ini membuat perbankan memiliki likuiditas tambahan hingga Rp102 triliun yang diharapkan bisa digunakan untuk menyerap obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Kunci pemulihan ekonomi
Katarina menjelaskan karena semua kondisi tadi diprediksi dengan asumsi semua wabah COVID-19 bisa dikendalikan di semester II, maka bisa disimpulkan yakni rumus dari pemulihan ekonomi adalah uji cepat COVID-19 dapat berjalan ditambah pelacakan yang dilakukan agresif serta penurunan jumlah kasus.
"Ini menghasilkan pelonggaran PSBB yang berarti juga roda perekonomian bisa kembali berputar. Lalu apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengupayakan itu semua?," katanya.
Peningkatan kapasitas uji cepat (peningkatan kapasitas dari 2.000 – 17.000 tes per hari), perbaikan transparansi informasi (jumlah ODP dan PDP dipublikasi), perbaikan infrastruktur kesehatan (kemudahan produksi/impor APD dan benda medis lainnya), PSBB atau pembatasan sosial yang masih cukup fleksibel (memastikan kelancaran logistik essential business), dan larangan mudik Hari Raya (meminimalkan potensi penyebaran lebih lanjut).
"Hal ini tak akan terlaksana jika kita tak membantu. Dengan mematuhi anjuran pemerintah, kita dapat meningkatkan probabilitas terkendalinya COVID-19 segera. Yang artinya, Indonesia dapat segera mulai memasuki tahap pemulihan perekonomian," ungkapnya.
Pasar Obligasi
Kebijakan dan perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia, kepemilikan asing di level kurang dari 32 persen atau yang terendah sejak 2014, serta dukungan BI dalam menjaga stabilitas pasar obligasi adalah bekal positif untuk potensi pembalikan sentimen di pasar obligasi Indonesia.
Netflow investor asing di pasar obligasi pada bulan April, sudah menunjukkan adanya perbaikan, dengan kembali ke level positif. Bagaimanapun secara fundamental obligasi Indonesia memang sangat menarik dengan real yield yang sangat tinggi.
"Apalagi BI juga sangat menjaga pasar obligasi kita. Saat investor asing sejenak berpaling dari pasar obligasi Indonesia, BI masuk untuk membeli obligasi demi memastikan harga tak semakin terpuruk," ujarnya.
Dalam dua bulan, kepemilikan BI atas obligasi RI naik dua kali lipat. Kebijakan pemerintah dan stimulus ekonomi dalam rangka penanganan COVID-19, sangat penting bagi pasar finansial. Karena akan sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi, earnings korporasi, keyakinan investor baik asing maupun domestik.
Pasar Saham
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, data terkini menunjukkan outflow dari pasar saham Indonesia relatif lebih terkendali. Didukung oleh struktur ekonomi Indonesia yang lebih berorientasi pada konsumsi domestik.
Saat ini untuk PE 12 bulan ke depan berada di level 12,1 kali dan di kisaran -2 standar deviasi dibandingkan dengan rata-rata 10 tahun terakhir.
"Memang, valuasi saham tak lagi semurah Maret lalu, saat IHSG sedang ambruk-ambruknya. Buat Anda investor yang berprofil agresif, tentunya tak akan menunggu hingga valuasi kembali mahal untuk perlahan masuk ke saham kan?" Katarina menambahkan.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.