Bareksa.com - Setelah anjlok signifikan pada akhir Maret 2020 akibat gejolak pasar modal tertekan wabah corona, nilai aktiva bersih atau dana kelolaan (AUM) reksadana saham mulai meningkat pada pekan ketiga April 2020.
Berdasarkan data statistik pasar modal yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan, NAB reksadana saham pada 17 April 2020 naik dari sebelumnya Rp90.83 triliun per Maret 2020 jadi Rp93,5 triliun untuk jenis konvensional dan dari Rp4,17 triliun jadi Rp4,35 triliun untuk syariah.
Kenaikan NAB reksadana saham sejak awal bulan hingga 17 April seiring mulai meredanya kepanikan pasar modal yang sempat rontok beberapa waktu terakhir akibat sentimen penyebaran wabah corona.
Kenaikan serupa juga dibukukan reksadana jenis pasar uang dari sebelumnya Rp54,68 triliun jadi Rp57,85 triliun untuk konvensional, serta dari sebelumnya Rp6,13 triliun jadi Rp6,91 triliun untuk jenis reksadana pasar uang syariah.
Selanjutnya reksadana campuran naik dari sebelumnya Rp23,76 triliun jadi Rp23,92 triliun (konvensional) dan dari Rp1,01 triliun jadi Rp1,03 triliun (syariah).
Kemudian reksadana terproteksi dari Rp120,12 triliun jadi Rp121,06 triliun untuk konvensional, namun untuk reksadana terproteksi syariah sedikit tertekan dari Rp30,7 triliun jadi Rp30,69 triliun.
Namun untuk reksadana pendapatan tetap sedikit tertekan dari sebelumnya Rp108,13 triliun pada Maret 2020 jadi Rp108,1 triliun per 17 April 2020 untuk jenis konvensional. Sebaliknya untuk jenis reksadana pendapatan tetap syariah sedikit naik dari Rp5,68 triliun jadi Rp5,73 triliun.
Sumber : OJK
Secara total NAB reksadana per 17 April 2020 tercatat Rp480,5 triliun atau naik dibandingkan Rp472,7 triliun pada akhir Maret 2020. Kenaikan NAB seiring bertambahnya jumlah reksadana dari 2.196 produk jadi 2.218 produk reksadana serta unit penyertaan beredar dari sebelumnya 408,5 miliar jadi 412,5 miliar.
Nilai pembelian (subscription) dan penjualan (redemption) masih data Februari 2020 yakni Rp47,99 triliun untuk pembelian dan Rp47,6 triliun untuk penjualan, atau tercatat net redemption.
Sumber : OJK
Meski hingga pekan ketiga April 2020 NAB reksadana bertambah dibandingkan akhir Maret, namun nilainya masih di bawah Rp500 triliun. Sejak 2018, sejatinya AUM reksadana sudah tembus Rp505 triliun.
Untuk diketahui, AUM reksadana nasional Maret 2020 anjlok signifikan akibat tekanan wabah corona di pasar modal. Seiring penurunan dana kelolaan industri reksadana pada bulan lalu, pandemi COVID-19 juga memukul pasar keuangan global termasuk Indonesia, juga berdampak negatif terhadap kinerja reksadana Tanah Air.
Berdasarkan data Bareksa, tiga dari empat jenis reksadana mencatatkan kinerja negatif sepanjang bulan lalu. Indeks reksadana saham menjadi yang terburuk dengan anjlok 14,71 persen MoM, disusul oleh indeks reksadana campuran yang merosot 9,08 persen MoM, dan indeks reksadana pendapatan tetap yang terkoreksi 3,33 persen MoM.
Sumber: Bareksa
Hanya indeks reksadana pasar uang yang mampu bertahan pada bulan lalu dengan penguatan 0,12 persen MoM. Hal ini menandakan jenis reksadana ini paling defensif dan stabil di tengah sentimen negatif yang ada.
Reksadana ialah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksadana juga diartikan, sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi.
Sebagaimana dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI), reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Reksadana memberikan imbal hasil (return) dari pertumbuhan nilai aset-aset yang ada dalam portofolionya. Imbal hasil ini potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan bank.
Sebaiknya, jenis reksadana yang dipilih bisa disesuaikan dengan karakter kita apakah seorang high-risk taker, medium-risk taker atau low-risk taker. Jika kita kurang berani untuk mengambil risiko rugi, bisa memilih reksadana pasar uang.
Namun, jika kita cukup berani tapi masih jaga-jaga untuk tidak terlalu rugi, bisa coba fixed income (reksadana pendapatan tetap) atau balanced (reksadana campuran). Sementara jika kita cukup berani ambil risiko, bisa berinvestasi di reksadana saham (equity).
Selalu sesuaikan instrumen investasi dengan profil risiko dan target investasi kamu.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.