IHSG Tertekan Corona & Harga Minyak, Reksadana Ini Juarai Pekan Ke-4 April 2020

Bareksa • 27 Apr 2020

an image
Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Jakarta, Selasa (7/4/2020). IHSG ditutup melemah 33,19 poin atau 0,69 persen ke level 4.778,64 dihari pertama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Indeks Harga Saham Gabungan masih tertekan 2,99 persen jadi 4.494 sepanjang pekan lalu

Bareksa.com - Pasar modal sepekan terakhir atau pada pekan keempat April 2020 periode tanggal 20 hingga 24 April masih bergejolak akibat sentimen negatif wabah corona dan harga minyak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan 2,99 persen jadi 4.494 sepanjang pekan lalu.


Sumber : BEI

Bahkan IHSG harus mengakui kekalahannya dibandingkan dengan indeks saham negara lainnya di kawasan Asia. Sebab penurunan IHSG memang terdalam. Pada periode 20-24 April 2020, investor asing membukukan aksi jual bersih Rp2,67 triliun di seluruh pasar. Net sell asing sepanjang tahun ini mencapai Rp17,54 triliun.

Dilansir CNBC Indonesia (25/4/2020), sepanjang pekan lalu beberapa sentimen yang membayangi pasar di antaranya harga minyak mentah kontrak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Mei sempat menyentuh level minus US$37,63 per barel. Angkanya memang minus. Anjloknya harga kontrak WTI yang kadaluwarsa pada 21 April kemarin sempat menyeret harga kontrak WTI ikut terjun bebas.

Angka minus artinya produsen rela memberikan minyak secara cuma-cuma bahkan membayar konsumen agar mau menerimanya. Hal ini dilakukan karena saking banyaknya pasokan sementara kapasitas penyimpanan berada dalam kondisi penuh. Ketidakseimbangan antara supply dan demand di pasar minyak memang dipicu oleh pandemi. Karantina wilayah di berbagai negara membuat roda perekonomian melambat bahkan nyaris berhenti. Kebutuhan minyak pun anjlok.

Di sisi lain, pengurangan pasokan yang disepakati kartel minyak global yakni OPEC+ yang terdiri dari Arab, Rusia dan koleganya 9,7 juta barel per hari (bpd) dinilai kurang bisa mengimbangi anjloknya permintaan minyak karena pandemi COVID-19. Inilah yang jadi pemicu harga minyak ambles jor-joran dan membuat heboh dunia serta jagat finansial gonjang-ganjing. Pasar saham global pun di tutup di zona merah saat perdagangan awal pekan ini.

Namun seiring dengan membaiknya sentimen yakni harga minyak yang mulai merangkak naik. Pasar saham pun ikut sumringah. Kenaikan harga minyak dipicu oleh beberapa sentimen. Pertama, negara-negara Eropa seperti Italia, Spanyol, Jerman dan Belanda yang sudah mulai melonggarkan aturan karantinanya. Bahkan rencana pencabutan status lockdown pun sudah diperhitungkan. Artinya ada harapan ekonomi bisa pulih.

Faktor kedua yang juga turut mengangkat harga minyak adalah kembali tegangnya hubungan antara AS dengan Iran. Presiden AS Donald Trump tak segan-segan memerintahkan militernya untuk membumihanguskan kapal Iran jika menghina kapal angkatan laut AS. Sentimen positif yang ketiga adalah mendekati bulan Mei, kartel minyak global yakni Arab, Rusia dan koleganya di OPEC+ akan mulai memangkas produksi minyaknya 9,7 juta barel per hari (bpd).

Walau dinilai masih belum cukup, setidaknya pemangkasan produksi ini bisa memperbaiki keseimbangan supply dan demand yang rusak parah akibat pandemi Covid-19. Namun sentimen buruk justru datang di hari terakhir perdagangan yakni soal perkembangan obat Covid-19 yaitu Remdesivir milik Gilead Science. WHO mengatakan obat ini gagal untuk membuat pasien Covid-19 di China membaik.

Wall Street yang awalnya sumringah akibat penguatan harga minyak masih berlanjut harus bergerak volatil sebelum ditutup flat. Kabar perkembangan obat Covid-19 tampaknya lebih seksi dari paket stimulus tambahan AS untuk meredam dampak pandemi. Pada Jumat (24/4/2020) DPR AS melakukan voting dan menyetujui stimulus tambahan US$484 miliar untuk program UMKM, rumah sakit dan tes corona masal.

Namun pasar terutama di Asia cenderung cuek dengan kehadiran kabar ini. Kemungkinan besar pasar sudah memperkirakan hal ini. Sementara untuk isu obat, kabar dari WHO tersebut bisa dikatakan mengejutkan mengingat pada pekan lalu obat ini dikatakan cukup manjur untuk menyembuhkan pasien Covid-19 di AS. Pada pekan lalu pasar dibuka dengan sentimen negatif dan ditutup juga dengan sentimen negatif. Sehingga IHSG akhirnya harus ditutup terkoreksi dan kinerjanya menjadi paling buruk dibandingkan indeks saham lain.

Kinerja Reksadana


Sumber : Bareksa

Seiring tekanan pada IHSG, kinerja reksadana yang berbasiskan saham juga mengalami tekanan. Berdasarkan data Bareksa, sepanjang pekan lalu reksadana saham dan campuran, dua jenis reksadana yang berbasis saham juga mencatatkan return negatif.

Indeks reksadana saham dan indeks reksadana campuran di Bareksa masing-masing mencatatkan -2,92 persen dan -1,42 persen sepanjang pekan lalu.

Sedangkan kinerja positif masih dicatatkan reksadana pendapatan tetap dan pasar uang. Pada periode pekan keempat April 2020, indeks reksadana pendapatan tetap dan pasar uang di Bareksa masing-masing membukukan return positif 0,52 persen dan 0,19 persen.

Reksadana pendapatan tetap kembali mengungguli kinerja tiga jenis reksadana lainnya sepanjang pekan lalu seiring gejolak pasar modal yang masih berlanjut.

Meski begitu secara year to date hingga 24 April 2020, hanya indeks reksadana pasar uang yang masih mencatatkan kinerja posoitif 0,57 persen. Adapun tiga indeks reksadana lainnya yakni pendapatan tetap, campuran dan saham masing-masing negatif 1,11 persen, 16,44 persen dan 28,91 persen.


Sumber : Bareksa

Reksadana ialah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksadana juga diartikan, sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi.

Sebagaimana dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI), reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Reksadana memberikan imbal hasil (return) dari pertumbuhan nilai aset-aset yang ada dalam portofolionya. Imbal hasil ini potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan bank.

Sebaiknya, jenis reksadana yang dipilih bisa disesuaikan dengan karakter kita apakah seorang high-risk taker, medium-risk taker atau low-risk taker. Jika kita kurang berani untuk mengambil risiko rugi, bisa memilih reksadana pasar uang.

Namun, jika kita cukup berani tapi masih jaga-jaga untuk tidak terlalu rugi, bisa coba fixed income (reksadana pendapatan tetap) atau balanced (reksadana campuran). Sementara jika kita cukup berani ambil risiko, bisa berinvestasi di reksadana saham (equity).

Selalu sesuaikan instrumen investasi dengan profil risiko dan target investasi kamu.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.