Ketua APRDI, Prihatmo Hari : Investor Reksadana Tidak Panik

Bareksa • 21 Apr 2020

an image
Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari M berbincang dengan wartawan mengenai perkembangan industri reksadana di Jakarta, Selasa (22/1/2019). (Issa Almawadi/Bareksa)

Jika ingin kembali masuk pasar, lebih baik masuk pelan-pelan, sambil mengamati kondisi dan masuk bertahap

Bareksa.com - Ketua Dewan Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi (APRDI), Prihatmo Hari menyatakan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada beberapa waktu belakangan ini bulan akibat penarikan dana investor (redemption).

"Memang terjadi penurunan tapi bukan karena rush. Sampai hari ini investor (reksadana) tidak panik," kata Prihatmo seperti dikutip Investor.

Industri reksadana diketahui mengalami penurunan NAB sampai 11,34 persen dari akhir 2019 sampai dengan pekan kedua April atau 9 April 2020.

Menurut Prihatmo, ada dua penyebab penurunan NAB yakni pertama, adanya penurunan nilai aset dan kedua, karena ada penurunan unit penyertaan (UP) akibat penarikan dana dari investor.

Dia melihat, apa yang terjadi beberapa waktu belakangan belum ada penurunan UP yang signifikan. Menurut dia, dalam beberapa jenis reksadana ada penambahan dana investasi.

"Beberapa reksadana seperti reksadana pasar uang dan reksadana terproteksi masih ada inflow. Ini mengembirakan, karena industri reksadana sudah beberapa kali terjadi krisis,” kata Prihatmo.

Menurut Prihatmo, investor reksadana sudah lebih dewasa dan tidak panik, serta cenderung tenang. Ia melanjutkan, dalam situasi ini investor lebih aktif mencari informasi dalam membuat keputusan investasi yang lebih baik.

Di sisi lain dari sisi manajer investasi (MI), menurutnya, pengelola dana sudah bersiap terlebih dahulu mengantisipasi pasar modal. "Sejak awal 2020, manajer investasi sudah siap dengan mempertebal porsi cash, so far masih di-manage dengan cash yang ada," lanjutnya.

Tetap Investasi

Prihatmo berharap investor dapat tetap tenang. Ia optismistis, melihat dari beberapa siklus krisis sebelumnya, pasar akan pulih lagi. Ia menyarankan untuk mengurangi potensi kerugian, investor tetap berinvestasi terutama di harga yang sedang rendah ini.

"Di momentun seperti ini, investor sudah tahu apa yang dilakukan. Kita sama-sama belum tahu bottom-nya. Jadi, jika kembali ke pasar lebih baik masuk pelan-pelan, sambil mengamati kondisi dan masuk bertahap," ucapnya menyarankan.

Untuk diketahui, dana kelolaan industri reksadana pada Maret 2020 atau kuartal I anjlok hingga 13,05 persen secara year to date jadi Rp471,4 triliun atau berada di bawah angka Rp500 triliun. Penurunan itu seiring gejolak pasar modal akibat wabah corona.

 

Berdasarkan laporan Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market - Monthly Report March 2020 yang mengolah data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Desember 2019 atau akhir tahun lalu, assets under management (AUM) reksadana nasional Rp542,2 triliun.

Dana kelolaan reksadana sejatinya sudah menembus Rp500 triliun pada Desember 2018, atau tepatnya pada saat itu AUM reksadana Rp507,3 triliun. 

Sepanjang tiga bulan terakhir, dana kelolaan reksadana memang terus menurun dibandingkan akhir tahun lalu. Pada Januari dan Februari 2020, AUM industri reksadana masing-masing Rp537,3 triliun dan Rp525,3 triliun.

Penurunan itu seiring fluktuasi pasar modal akibat faktor eksternal atau global salah satunya wabah corona dan faktor internal, salah satunya kasus tata kelola perusahaan yang baik yang menjerat beberapa manajer investasi dalam negeri, hingga kasus Jiwasraya.

Secara tahunan (YoY), atau dibandingkan Maret 2019 yang dana kelolaan saat itu Rp515,1 triliun, maka AUM reksadana Maret 2020 turun 8,5 persen. Secara bulanan atau dibandingkan Februari 2020, industri reksadana mencatatkan penurunan dana kelolaan 10,26 persen.


Sumber : Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market – Monthly Report March 2020

Seiring penurunan dana kelolaan, jumlah unit reksadana pada triwulan I 2020 juga mencatatkan penurunan 3,82 persen jadi 408,6 juta unit secara year to date. Pada Desember 2019, jumlah unit reksadana mencapai 424,8 juta.


Sumber : Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market – Monthly Report March 2020

Meskipun dana kelolaan dan jumlah unit menurun pada Maret 2020, namun jumlah produk reksadana justru masih meningkat 0,54 persen jadi 2.224 produk. Pada Desember 2019, jumlah produk reksadana sebanyak 2.212 produk. 


Sumber : Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market – Monthly Report March 2020

Seiring penurunan dana kelolaan industri reksadana pada bulan lalu, pandemi COVID-19 juga memukul pasar keuangan global termasuk Indonesia, juga berdampak negatif terhadap kinerja reksadana Tanah Air.

Berdasarkan data Bareksa, tiga dari empat jenis reksadana mencatatkan kinerja negatif sepanjang bulan lalu. Indeks reksadana saham menjadi yang terburuk dengan anjlok 14,71 persen MoM, disusul oleh indeks reksadana campuran yang merosot 9,08 persen MoM, dan indeks reksadana pendapatan tetap yang terkoreksi 3,33 persen MoM.
 

Sumber: Bareksa

Hanya indeks reksadana pasar uang yang mampu bertahan pada bulan lalu dengan penguatan 0,12 persen MoM. Hal ini menandakan jenis reksadana ini paling defensif dan stabil di tengah sentimen negatif yang ada.

Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Sementara itu, reksadana pasar uang adalah jenis reksadana yang melakukan investasi pada jenis instrumen investasi pasar uang dangan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun.

Bentuk instrumen investasinya dapat berupa time deposit (deposito berjangka), certificate of deposit (sertifikat deposito), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) dan berbagai jenis instrumen investasi pasar uang lainnya.

Tujuannya untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. Risikonya relatif paling rendah dibandingkan reksadana jenis lainnya.

Sebagian isi artikel ini merupakan cuplikan dari laporan bulanan Industri reksadana Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market – Monthly Report March 2020. Untuk berlangganan laporan ini silakan hubungi marketing@bareksa.com (cc: data@bareksa.com).

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.