Bareksa.com - Bursa saham Tanah Air mengalami tekanan cukup berat pada perdagangan Rabu (12/02/2020). Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat tipis 0,04 persen ke level 5.957,06. Hanya sesaat bertahan di zona hijau, IHSG kemudian berangsur-angsur turun ke zona merah.
Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,93 persen ke level 5.899,04. Per akhir sesi dua, IHSG terkoreksi 0,69 persen ke level 5.913,08. Terus meluasnya infeksi virus corona menjadi sentimen negatif yang membayangi perdagangan kemarin.
Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.
Berpusat di China, kasus infeksi virus corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Melansir publikasi Johns Hopkins, hingga kini setidaknya sebanyak 28 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus corona di wilayah mereka.
China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.
Melansir CNBC International, hingga kemarin sebanyak 1.113 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 44.000.
Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar saham didorong untuk melakukan aksi jual seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Sepanjang Desember 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan barang-barang ritel terkontraksi 0,5 persen secara tahunan.
Untuk periode Januari 2020, angka sementara dari BI menunjukkan penjualan barang-barang ritel terkontraksi hingga 3,1 persen secara tahunan.
Memasuki tahun 2020, perekonomian jelas terlihat masih lesu. Sepanjang Januari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi berada di level 0,39 persen secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68 persen.
Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang memperkirakan pada bulan lalu terjadi inflasi 0,46 persen secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85 persen.
Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi pada bulan Januari praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.
Pasar Obligasi Menguat
Berbeda dengan pasar saham, pasar obligasi Tanah Air justru berhasil ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan kemarin.
Hal itu tercermin dari imbal hasil (yield) surat utang pemerintah bertenor 10 tahun melemah ke level 6,557 persen, dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya pada level 6,579 persen. Pelemahan yield mengindikasikan bahwa harga sedang bergerak naik, karena keduanya bergerak berlawanan arah.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Selain itu, penguatan pasar obligasi juga terefleksi pada Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang menguat 0,35 persen pada perdagangan kemarin.
Di sisi lain, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan nilai kepemilikan investor asing Rp1.065,62 triliun per 11 Februari 2020, yang berarti dana investor asing baru yang masuk tahun ini ke pasar SUN tinggal Rp3,76 triliun.
Reksadana Pendapatan Tetap Dominasi Return Harian Tertinggi
Penguatan harga obligasi turut berdampak positif terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap yang memang mayoritas menempatkan dana dalam instrumen utang tersebut.
Sumber: Bareksa
Berdasarkan data reksadana yang dijual di Bareksa, 8 dari 10 besar reksadana dengan return harian tertinggi ditempati oleh produk reksadana pendapatan tetap, sementara 2 produk lainnya ditempati oleh produk reksadana campuran dan reksadana saham.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Sementara reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang minimal 80 persen dana kelolaannya diinvestasikan ke instrumen obligasi dan pasar uang. Reksadana jenis ini cocok untuk Anda yang memiliki profil risiko rendah-moderat serta cocok untuk tujuan jangka waktu menengah antara 1 hingga 3 tahun.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.