Bareksa.com - Bulan Januari 2020 telah berlalu, bursa saham domestik harus rela mengalami kinerja yang terbilang sangat mengecewakan di bulan pertama tahun ini. Bagaimana tidak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi tolok ukur bursa saham Tanah Air tercatat anjlok 5,71 persen sepanjang bulan Januari 2020.
Lantas, bulan Januari di tahun 2020 menjadi bulan Januari terburuk bagi pasar saham Tanah Air dalam sembilan tahun terakhir.
Jika berkaca kepada sejarah, sejatinya bulan Januari bisa dikatakan sebagai bulan yang bersahabat bagi pelaku pasar saham Tanah Air. Dalam 10 tahun terakhir (2010-2019), IHSG hanya dua kali membukukan imbal hasil negatif secara bulanan pada bulan Januari, yakni pada tahun 2011 dan 2017.
Ada beberapa faktor yang menekan kinerja IHSG pada bulan Januari 2020, di mana salah satunya adalah potensi meletusnya perang dunia ketiga.
Pada awal tahun ini, AS menembak mati petinggi pasukan militer Iran Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran). Soleimani tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.
Memanasnya tensi antara AS dan Iran bukan hanya diperbincangkan oleh pelaku pasar, namun juga masyarakat secara umum. Pada awal tahun 2020 kala AS resmi mengeksekusi Soleimani, “World War 3” dan “WWIII” kompak menjadi trending topic di media sosial Twitter selama seharian penuh.
Sebagai balasan dari pembunuhan Soleimani, Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut.
Dalam konferensi pers terkait dengan serangan yang diluncurkan oleh Iran, Trump mendinginkan suasana dengan membantah klaim pemerintah Iran yang mengatakan ada sebanyak 80 tentara AS yang tewas dalam serangan tersebut. Dirinya pun menyakini serangan tersebut merupakan serangan terakhir dari Iran.
Trump lantas memilih untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Sanksi yang tidak dijelaskan secara detail ini, disebut Trump, nantinya akan berlaku sampai Iran mengubah perilakunya, terutama soal pengembangan nuklir.
Walaupun kini AS-Iran sudah relatif dingin, tetap saja tensi yang sempat memanas antar kedua negara sudah menekan kinerja bursa saham dunia, termasuk Indonesia.
Masih dari sisi eksternal, meluasnya infeksi virus Corona menjadi faktor yang menekan kinerja IHSG. Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Kini, setidaknya sebanyak 21 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.
Melansir CNN, hingga kemarin, Kamis (30/01/2020), sebanyak 213 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 8.100. Padahal hingga hari Ahad (26/01/2020), jumlah korban meninggal baru mencapai 56 orang.
Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, pada akhirnya mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus corona.
Ekonomi China juga diperkirakan akan terpukul, bahkan lebih berat dibandingkan wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS) pada 2003 lalu.
Menurunnya perekonomian China tentu bukan kabar baik bagi Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), China merupakan tujuan ekspor utama non migas dengan persentase paling besar yang mencapai US$25,85 miliar atau setara 16,68 persen.
Reksadana Saham Terpuruk, Reksadana Pendapatan Tetap Terbaik
Kondisi bursa saham Tanah Air yang anjlok cukup tajam pada bulan pertama tahun ini, turut memberikan tekanan terhadap kinerja reksadana yang berbasiskan instrumen saham dalam portofolionya.
Sumber: Bareksa
Berdasarkan data Bareksa, dua jenis reksadana yang memiliki aset saham dalam portofolionya yakni reksadana saham dan reksadana campuran kompak mencatatkan kinerja negatif masing-masing anjlok 7,57 persen dan 3,46 persen sepanjang bulan lalu.
Sementara dua jenis reksadana lainnya masih mampu mencatatkan kinerja positif yakni reksadana pendapatan tetap dengan kenaikan 1,49 persen dan disusul reksadana pasar uang yang menguat 0,15 persen.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.