Bencana Banjir Awal 2020, Ini Cara Mudah Siapkan Dana Darurat

Bareksa • 02 Jan 2020

an image
Personel kepolisian dan TNI mengevakuasi warga yang terjebak banjir di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta, Rabu (1/1/2020). Banjir tersebut akibat luapan sungai Sunter dan tingginya intensitas curah hujan sejak Selasa (31/12/2019) malam. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Akan lebih bijak jika kita sedia payung sebelum hujan, karena kedatangan bencana tidak bisa diketahui pasti

Bareksa.com - Hujan mengguyur merata di wilayah Jakarta, Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang (Jabodetabek) sejak malam pergantian tahun baru (31/1/19) hingga hari pertama 2020 (1/1/20). Tak ayal, banjir melanda bahkan hingga pagi ini di sejumlah titik di wilayah Jabodetabek.

Kabar mengenai banjir di sejumlah wilayah di Jabodetabek, pun sontak menghiasi laman media sosial seperti Twitter yang pagi ini (2/1/20) masih diwarnai tranding topik #banjir2020 pada posisi pertama tren Indonesia. Sementara Google Trends menyebutkan ada lebih dari 300 ribu penelurusan soal banjir khususnya bertajuk banjir Jakarta dan banjir Jakarta hari ini.   

Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan tinggi pada 2020 jatuh Januari-Maret. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan musim hujan sudah dimulai secara bertahap sejak akhir 2019.

Ia menyampaikan, meningkatnya curah hujan pada Januari, terutama akan terjadi di Pulau Sumatera, Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara. Kemudian akan berlanjut ke Kalimantan bagian tengah, hingga ke Sulawesi dan Papua.

Peta Sebaran Hujan Jabodetabek

Sumber: BMKG

Dana Darurat Bencana
Besarnya risiko bencana termasuk bencana banjir dan longsor, yang bisa terjadi di negara kita ini, bukankah sebaiknya kita juga punya dana darurat khusus sebagai bagian bentuk mitigasi bencana? Dengan begitu, jika terjadi kondisi tak terduga plus tak diinginkan karena bencana, kita memiliki persiapan dari sisi keuangan.

Tidak akan ada yang tahu kapan bencana akan terjadi. Jadi bukankah akan lebih bijak jika kita “sedia payung sebelum hujan?”

Berbeda dengan dana rutin yang akan kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dana darurat idealnya hanya akan digunakan dalam keadaan darurat. Artinya, dana ini tidak perlu disimpan dalam bentuk tunai.

Akan lebih bijaksana jika kita bisa memisahkan dana darurat pada rekening khusus, yang terpisah dengan rekening dana yang biasa digunakan untuk konsumsi sehari-hari. Hal tersebut bertujuan agar dana darurat kita tidak tercampur dengan dana lainnya di dalam sistem keuangan kita.

Dana darurat harus ditempatkan di komponen penyimpanan dana yang memiliki tiga (3) kriteria yaitu aman, mudah dan cepat diakses atau diperoleh, serta likuid.

Investasi Reksadana
Menabung dana darurat secara bertahap adalah langkah paling yang tepat dan bijak. Namun hal ini juga membutuhkan strategi. Nah yang paling sulit biasanya untuk melakukan disiplin serta komitmen menyisihkan sebagian gaji untuk kebutuhan tersebut.

Salah satu metode yang bisa kita gunakan untuk mempersiapkan dana darurat adalah dengan berinvestasi. Tapi kembali, investasi dimaksud mesti yang aman, mudah dan cepat diakses atau diperoleh, serta likuid jika dibutuhkan sewaktu-waktu.

Misalnya saja, kita memutuskan untuk membagi proporsi pos simpanan di investasi, khusus untuk dana dararut antisipasi bencana. Katakanlah dari alokasi Rp1 juta per bulan untuk investasi, sekitar 30 persennya atau Rp300.0000 per bulan dan atau setara Rp10.000 per hari, kamu alokasikan untuk dana antisipasi bencana. Jika kita rutin berinvestasi selama 1 tahun, maka kita akan berhasil mengumpulkan dana pokok investasi Rp3.600.000.

Tapi, kita memutuskan untuk tidak menyimpan dana darurat bencana itu di tabungan melainkan di reksadana pasar uang. Reksadana ini memiliki risiko paling rendah dibandingkan jenis lainnya yakni reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana saham.  

Top 5 reksadana jenis pasar uang di marketplace Bareksa dalam setahun terakhir (per 30 Desember 2019) bisa memberikan imbal hasil (return) mulai dari 6,93 persen hingga 7,33 persen, atau rata-rata 7,16 persen.

Top 5 Reksadana Pasar Uang Return Tertinggi Setahun (per 30 Desember 2019)

Sumber : Bareksa

Jika kita asumsikan return tersebut untuk investasi rutin setiap bulan ke dalam reksadana pasar uang sebesar Rp300 ribu per bulan selama 1 tahun (12 bulan), maka hasilnya akan tampak sebagai berikut :

Sumber : Bareksa

Dengan menggunakan Kalkulator Investasi Bareksa, maka Rp10 ribu per hari atau Rp300 ribu per bulan yang diinvestasikan secara rutin tiap bulan ke dalam reksadana pasar uang selama 1 tahun, nilainya terkumpul menjadi Rp3.824.382.

Sumber : Bareksa
Nilai itu merupakan akumulasi dari dana pokok investasi Rp3,7 juta dan potensi imbal hasil Rp124.382. Nilai potensi imbal hasil itu jauh lebih optimal dibandingkan investasi di deposito atau menabung biasa di bank.

Bahkan imbal hasil reksadana tidak dipotong pajak, karena bukan merupakan objek pajak. Adapun imbal hasil atau bunga deposito harus dipotong pajak 20 persen.

Reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Pembuatan simulasi di atas untuk memudahkan pemberian contoh bahwa investasi dalam bentuk reksadana, bisa dijadikan salah satu pilihan jika kamu sedang mempertimbangkan bentuk-bentuk investasi yang akan dipilih termasuk untuk menghimpun dana darurat khusus untuk bencana. Terlebih, jika kamu merupakan investor pemula. (hm)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.