2020 Sebentar Lagi, Begini Strategi Para Manajer Investasi Reksadana

Bareksa • 12 Dec 2019

an image
Ilustrasi seorang manajer investasi sedang mengelola portofolio antara jual atau beli instrumen investasinya agar produk reksadana yang dikelola tumbuh optimal (shutterstock)

Salah satunya titikberatkan pada reksadana pendapatan tetap dengan melihat potensi dari pasar saham

Bareksa.com – Tahun 2019 akan segera berakhir. Bagi industri reksadana, tahun 2019 menjadi tahunnya reksadana berbasis obligasi dan pasar uang di tengah penurunan performa reksadana saham. Lalu, bagaimana dengan tahun 2020 nanti?

Pada tahun 2020, ketidakpastian pasar yang disebabkan terutama oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih mendominasi. Hal itu mau tak mau juga mempengaruhi kondisi pasar saham dan obligasi.

Untuk itu, Direktur & Fund Manager, Schroders Investment Management Indonesia Irwanti menyampaikan, dengan kondisi di tahun depan, reksadana campuran yang menitikberatkan pada obligasi akan menjadi pilihan yang sesuai.

“Dengan tetap memberikan kesempatan untuk menangkap potensi dari pasar saham,” ujar Irwanti kepada Bareksa, Rabu, 11 Desember 2019.

Begitu juga pandangan Intermediary Sales Manager PT Trimegah Asset Management Fredy Gunawan. Menurut Fredy, strategi investasi reksadana tahun depan masih melihat dengan adanya indikasi penuruan suku bunga di tahun depan sebanyak dua kali lagi, market obligasi masih bergairah dan opportunity rally masih terbuka dan lebar.

“Yaitu reksadana pendapatan tetap. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke reksadana saham secara averaging atau auto debet,” tutur Fredy.

Chief Executive Officer PT Principal Asset Management Agung Budiono juga pernah menyampaikan pendapat serupa. Agung menerangkan, fenomena penurunan suku bunga acuan terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

Terlebih, kata Agung, sepertiga obligasi di dunia mencatat yield negatif. “Jadi tidak ada pertumbuhan. Maka untuk memacunya perlu memangkas suku bunga,” terang Agung.

Di Indonesia pun seperti itu. Tapi, Agung memberi catatan. Penurunan suku bunga, katanya, akan semakin positif jika dibarengi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal kemudahan berinvestasi.

Untuk itu, Agung melihat, investasi reksadana dengan aset dasar obligasi bisa menjadi pilihan hingga semester I tahun 2020. “Lebih baik ketimbang saham. Karena saham masih butuh earning growth. Saat ini, earning growth saham masih single digit,” tutur Agung.

Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto menilai, faktor makro dan suku bunga di Indonesia mendukung investasi reksadana.

“Pemerintah yang terus kejar bank untuk menurunkan bunga, jadi sentimen positif buat reksadana, investor akan mencari investasi yang lebih menguntungkan,” terangnya.

Untuk diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito. Sementara itu, reksadana syariah hanya bisa berinvestasi pada efek yang masuk dalam pengelolaan secara syariah.

Reksadana juga diartikan, sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi.

Sebagaimana dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI), reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Reksadana memberikan imbal hasil (return) dari pertumbuhan nilai aset-aset yang ada dalam portofolionya. Imbal hasil ini potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan bank.

Sebaiknya, jenis reksadana yang dipilih bisa disesuaikan dengan karakter kita apakah seorang high-risk taker, medium-risk taker atau low-risk taker. Jika kita kurang berani untuk mengambil risiko rugi, bisa memilih reksadana pasar uang.

Namun, jika kita cukup berani tapi masih jaga-jaga untuk tidak terlalu rugi, bisa coba fixed income (reksadana pendapatan tetap) atau balanced (reksadana campuran). Sementara jika kita cukup berani ambil risiko, bisa berinvestasi di reksadana saham (equity).

(AM)

***

Ingin berinvestasi di reksadana?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.