Berita / / Artikel

Manulife Investment : Suku Bunga The Fed Bisa Turun, Ini Saran Buat Investor

• 17 Sep 2019

an image
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan saat menyampaikan market update "Welcoming the Era of Lower Rate" di Kantor Manulife Aset, Jakarta (20/8/2019) (Bareksa/AM)

MAMI memperkirakan akan ada penurunan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin tahun ini

Bareksa.com - Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) atau Manulife Investment Management, menyatakan saat ini sedang ada peningkatan volatilitas di pasar finansial secara global. Eskalasi tensi perdagangan masih berlanjut, bahkan di bulan Agustus Amerika Serikat (AS) maupun China sama-sama mengenakan tarif tambahan.

"Selama ini memang sektor jasa masih menjadi tulang punggung perekonomian dunia, dan belum terkena imbas negatif dari perang dagang ini. Namun, jika AS mengenakan tarif tambahan di bulan Desember, ada risiko terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, karena banyak dari tarif tersebut dikenakan pada barang-barang konsumsi atau consumer goods," ujar Katarina dalam market update (16/9/2019).

Menurut Katarina, pada saat yang sama, ada devaluasi dari mata uang China, yaitu renminbi atau yuan. Namun ke depannya, pemerintah China akan tetap menjaga mata uangnya. Karena devaluasi yang terlalu tajam bisa memicu capital outflow atau arus modal keluar dan juga menurunkan tingkat konsumsi domestiknya.

"Kami melihat devaluasi yang terjadi baru-baru ini, hanya respons formal saja terhadap eskalasi dari tarif tambahan yang dikenakan AS. Nah kita melihat ada inversi imbal hasil dari US Treasury, 10 tahun dan dua tahun. Namun saat ini masih terlalu dini untuk menyimpulkan resesi pasti terjadi. Karena di periode-periode lalu, kalau inversi terjadi dalam dua bulan, baru dikategorikan sebagai signal kuat bahwa resesi itu akan terjadi," ungkapnya.

Suku Bunga The Fed

Katarina mengatakan di tengah berbagai tekanan terhadap ekonomi dan pasar finansial global, The Fed diperkirakan akan beralih menjadi lebih akomodatif. MAMI memperkirakan akan ada penurunan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bps) pada tahun ini dan ada penurunan lebih lanjut di 2020. Hal ini akan juga diterapkan oleh bank sentral lain di negara-negara di dunia.

"Selain dari sisi kebijakan moneter, pemerintah berbagai negara mempersiapkan stimulus fiskal untuk menopang ekonominya," ujarnya.

Di tengah kondisi suku bunga rendah saat ini, kata dia, maka investor mencari negara mana yang fundamentalnya masih baik dan memberikan potensi hasil investasi yang menarik. Indonesia menjadi negara yang menonjol karena suku bunga riil yang masih tinggi.

Ini berarti masih banyak ruangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk melanjutkan penurunan suku bunganya ke depannya. Nilai tukar rupiah juga terjaga. Bahkan kinerjanya lebih baik dibandingkan mata uang lainnya di negara tetangga.

"Kita juga melihat bahwa persepsi risiko Indonesia terus membaik, terlihat dari penurunan credit default swap," ungkap Katarina. 

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya proses pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, dinamika kebijakan yang kuat, utang pemerintah yang relatif rendah dibandingkan negara lain, serta kondisi fiskal yang terkelola dengan baik,

"Jadi di tengah volatilitas yang meningkat di global, persepsi risiko Indonesia masih terjaga. Dibuktikan juga dengan peningkatan sovereign rating yang dilakukan S&P terhadap Indonesia,"  katanya.

Prospek Pasar Saham Indonesia

Menurut Katarina, pasar saham masih memberikan peluang investasi yang menarik karena valuasinya juga potensi pertumbuhan laba korporasi yang diperkirakan sekitar 9 persen pada tahun ini.

Katalis ke depan untuk pasar saham, kata dia, ada beberapa faktor. Antara lain pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh BI, percepatan reformasi kebijakan, perbaikan data aktivitas ekonomi, serta pemotongan pajak korporasi.

Untuk pasar obligasi, Katarina memperkirakan di tengah kondisi suku bunga rendah seperti saat ini, maka obligasi Indonesia sangat menarik karena masih memberikan real yield yang tinggi. Komitmen BI untuk menjaga nilai tukar rupiah dan juga pasar obligasi Indonesia memberikan sentimen yang positif bagi obligasi Indonesia.

Gejolak dan volatilitas di pasar finansial bukan sesuatu yang jarang terjadi. Sebaiknya investor memonitor perkembangan yang ada. Jangan lupa bahwa selalu ada peluang di setiap kondisi termasuk di tengah-tengah volatilitas global yang tinggi.

"Jangan takut untuk berinvestasi, sesuaikan portofolio investasi Anda, dengan tujuan dan jangka waktu investasi yang ditargetkan. Selamat berinvestasi!" katanya.

(*)

Tags: