Bareksa.com - Mengakhiri pekan kedua di bulan September 2019, kinerja pasar saham Indonesia terlihat kurang bergairah di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya mampu menguat tipis 0,41 persen secara mingguan ke level 6.334,84 pada penutupan perdagangan Jumat (13/09/2019).
Kenaikan tersebut lebih rendah dengan performa mayoritas bursa saham kawasan Asia yang berhasil menguat di atas 1 persen.
Dengan demikian, wajar saja jika dalam pekan lalu investor asing kompak keluar dari bursa saham Tanah Air dengan membukukan aksi jual bersih (net foreign sell) mencapai Rp911,11 miliar.
Harapan damai dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang semakin kentara dalam pekan ini tampaknya kurang mampu mendongkrak penguatan IHSG.
Seperti diketahui, Negeri Tiongkok memutuskan untuk menghapus pengenaan bea masuk atas 16 produk importasi asal AS. Selanjutnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan melalui akun Twitter pribadinya bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar ditunda menjadi 15 Oktober, dari sebelumnya 1 Oktober.
Terlebih lagi, Trump memberi sinyal bahwa Washington dan Beijing bisa menekan kesepakatan dagang sementara.
"Banyak orang membicarakannya, saya melihat banyak analis mengatakan kesepakatan sementara - artinya kita akan mendahulukan yang mudah dulu. Tetapi tidak ada yang mudah atau sulit. Ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan. Tapi itu sesuatu (opsi) yang akan kita pertimbangkan, kurasa," ujar Trump seperti dikutip CNBC International.
Namun, sepertinya investor asing yang bertransaksi di bursa saham Tanah Air cukup waspada dan lebih memilih untuk mengambil sikap defensif.
Di tengah kondisi bursa saham domestik yang mengalami penguatan terbatas, kinerja reksadana saham justru terlihat sedikit lebih baik dibandingkan dengan kinerja IHSG, di mana indeks reksadana saham mampu naik 0,81 persen, sedangkan indeks reksadana saham syariah menguat 0,73 persen dalam periode yang sama.
Sumber: Bareksa
Namun di tengah kondisi indeks reksadana saham yang kurang menarik, tercatat masih ada beberapa produk reksadana saham yang dijual di Bareksa yang mampu membukukan kinerja positif sepanjang pekan lalu dengan kenaikan di atas 2 persen, jauh mengungguli kinerja ketiga tolok ukur (benchmark) tersebut. Berikut ulasannya.
1. Shinhan Equity Growth
Reksadana saham yang menjadi juara sepanjang pekan lalu diraih oleh Shinhan Equity Growth dengan kenaikan 5,63 persen.
Sumber: Bareksa
Shinhan Equity Growth bertujuan untuk memberikan hasil yang optimal untuk para investor dalam jangka panjang melalui proses investasi yang dilakukan secara selektif dan pengelolaan yang penuh ke hati-hatian di dalam pasar modal Indonesia pada efek bersifat ekuitas.
Produk yang dikelola oleh PT Shinhan Asset Management Indonesia ini, hingga Agustus 2019 memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) senilai Rp31,69 miliar.
Shinhan Equity Growth dapat dibeli di Bareksa dengan minimal pembelian awal Rp100.000. Reksadana saham yang diluncurkan sejak 15 Agustus 2012 ini bekerja sama dengan bank kustodian PT Bank DBS Indonesia.
2. Manulife Indonesia Greater Fund
Reksadana saham terbaik nomor dua pekan lalu diraih oleh Manulife Indonesia Greater Fund dengan kenaikan 2,47 persen.
Sumber: Bareksa
Manulife Indonesia Greater Fund bertujuan untuk meningkatkan modal dalam denominasi dolar Amerika Serikat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan investasi jangka panjang pada efek bersifat ekuitas yang dijual melalui penawaran umum dan / atau dijual di Bursa Efek baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai dengan peraturan yang berlaku -undangan yang berlaku di Indonesia.
Produk yang dikelola oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia ini, hingga Agustus 2019 memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) senilai US$74,44 juta.
Manulife Indonesia Greater Fund dapat dibeli di Bareksa dengan minimal pembelian awal US$100. Reksadana saham yang diluncurkan sejak 14 September 2011 ini bekerja sama dengan bank kustodian Deutsche Bank AG.
3. Aurora Dana Ekuitas
Reksadana saham terbaik nomor tiga pekan lalu diraih oleh Aurora Dana Ekuitas dengan kenaikan 2,24 persen.
Sumber: Bareksa
Aurora Dana Ekuitas bertujuan untuk memberikan imbal hasil investasi yang optimal melalui investasi pada saham perusahaan yang berpotensi tumbuh cukup besar dalam jangka panjang, dan dapat berinvestasi pada surat utang, serta instrumen pasar uang dalam hal kondisi terkoreksi, dengan tetap memperhatikan kebijakan investasi.
Produk yang dikelola oleh PT Aurora Aaset Management ini, hingga Agustus 2019 memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) senilai Rp30,59miliar.
Aurora Dana Ekuitas dapat dibeli di Bareksa dengan minimal pembelian awal Rp100.000. Reksadana saham yang diluncurkan sejak 8 Agustus 2017 ini bekerja sama dengan bank kustodian PT Bank Mega Tbk.
Reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksadana saham adalah reksadana yang mayoritas aset dalam portofolionya adalah instrumen aset saham atau efek ekuitas. Reksadana jenis ini berisiko berfluktuasi dalam jangka pendek tetapi berpotensi tumbuh dalam jangka panjang.
Maka dari itu, reksadana saham yang agresif disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi dan untuk investasi jangka panjang. Demi kenyamanan berinvestasi, pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko Anda.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.