Bareksa.com – Jumlah investor di pasar modal semakin meningkat setiap tahunnya. Hingga 9 Agustus 2019, jumlahnya mencapai 2.070.394 investor. Namun jumlah itu terbilang masih kecil jika dibandingkan jumlah penduduk jumlah penduduk usia produktif yang diperkirakan mencapai 183,26 juta jiwa.
Dalam 5 tahun ke depan, bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya memperkirakan jumlah investor bisa menjadi 5 juta. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen berharap, investor pemula bisa memulai investasinya di instrumen reksadana.
Perkembangan jumlah investor di pasar modal memang tidak lepas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi. Hal itu pula yang menjadi kendala untuk memperbesar basis jumlah investor tanah air.
Seperti yang disampaikan Senior Vice President Intermediary Business PT Schroder Investment Management Indonesia Adrian Maulana kepada Bareksa, Selasa, 27 Agustus 2019. Dia menilai, perlu adanya perbaikan mindset alias pola pikir masyarakat terhadap investasi.
“Memperbaiki mindset yang kurang tepat seputar investasi, khususnya reksadana,” tutur Adrian. Kondisi itu sejalan dengan gaya hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif.
Di Schroders, kata Adrian, pihaknya bekerja sama dengan para mitra (salah satunya Bareksa) dengan memberikan edukasi secara online dan offline. Adrian menjelaskan, saat masyarakat tidak merasa bahwa hal tersebut penting, maka tidak ada alasan kuat bagi mereka buat berinvestasi.
“Saat mereka memiliki pandangan bahwa investasi itu lebih banyak yang merugikan, investasi itu rumit dan membutuhkan jumlah uang yang besar, secara konsisten dan sabar kami harus hadir mengedukasi masyarakat untuk mampu menjawab segala pertanyaan,” imbuh Adrian.
Adrian menilai, tidak sedikit yang mencampuradukkan investasi reksadana dan lainnya yang terkadang bahkan tidak jelas aspek legalitasnya.
“Sehingga pada saat mengalami masalah, serta merta itu juga yang akan mereka alami apabila berinvestasi di reksadana,” jelasnya.
Reksadana dikelola oleh manajer investasi profesional dan mendapat izin OJK merupakan instrumen investasi yang legal dan dapat diketahui rekam jejaknya (baik manajer investasi sebagai pengelola maupun kinerja dari produknya) sebelum kita memutuskan berinvestasi di dalamnya.
Di sisi lain, Adrian menyampaikan, kemajuan teknologi bagaikan pisau bermata dua. Satu sisi dapat memberikan manfaat sekaligus mudarat apabila kita tidak mampu mengendalikannya. Menurut Adrian, gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan, seringkali menjerumuskan seseorang.
“Masyarakat (khususnya generasi milenial) suka mengikuti tren tertentu. Peran dari figur publik atau tokoh yang dikenal sukses dalam berinvestasi reksadana bisa menginspirasi masyrakat banyak untuk semakin yakin memilih reksadana sebagai alternatif dalam berinvestasi,” ungkap dia.
Tapi Adrian mengingatkan, dalam berinvestasi terdapat dua hal, yaitu return (imbal hasil) dan risk (risiko). Dengan potensi imbal hasil yang lebih tinggi daripada sekedar menempatkan dana pada instrumen perbankan (tabungan/deposito), risiko pada reksadana lebih terukur karena terdiversifikasi ke berbagai aset
“Sehingga reksadana layak dipertimbangkan oleh masyarakat untuk meningkatkan asetnya ataupun sekedar mempertahankan nilai dari faktor inflasi,” tutup Adrian.
Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.