Schroders Optimistis Dana Kelolaan Bisa Tumbuh 15 Persen Tahun Ini

Bareksa • 18 Jan 2019

an image
Michael Tjoajadi, Dirut Schroders Indonesia, berbicara di depan wartawan dalam Konferensi Pers Kerja Sama Schroder dan Bareksa, 18 Oktober 2017

Reksadana saham masih akan mendominasi AUM Schroders tahun ini

Bareksa.com - PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders Indonesia) menargetkan, dana kelolaan (asset under management/AUM) tahun ini bisa bertumbuh 10-15 persen. Sedangkan pada akhir 2018, Schroders sudah membukukan AUM sebesar Rp 87,09 triliun.

I do hope tahun ini bisa tumbuh 10-15 persen, jadi sekitar Rp 95-98 triliun,” ujar CEO of Schroders Indonesia Michael Tjoajadi saat ditemui di kawasan Asia Afrika, Kamis (17 Januari 2019).

Michael menjelaskan, produk reksadana saham masih mendominasi perolehan AUM dari Schroders. "Paling kontribusi, ya di saham,” ujar dia.

Berdasarkan data Bareksa, Schroders memiliki sekitar 30 produk reksadana dengan 7 di antaranya adalah produk reksadana saham. Produk reksadana saham tersebut memuncaki perolehan AUM terbesar di Schroders.

Top 5 Produk Reksadana Schroders dengan AUM Terbesar


Sumber : Bareksa.com

Kendati demikian, menurut Michael tahun ini, investor sebaiknya memulai investasi di obligasi. Pasalnya, pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia maupun Fed Fund Rate sudah mulai mencapai titik tertinggi sehingga instrumen fixed income seperti obligasi atau instrumen berpendapatan tetap bisa menjadi pilihan.

"Kalau masuk ke instrumen yang floating percuma. Bonds dulu, baru setelah itu ke equity,"ujar Michael.

Kondisi Investasi

Secara keseluruhan, Michael menilai, kondisi investasi akan bergerak positif pada tahun ini. Meski, Indonesia sedang menghadapi euforia pemilihan umum dan pemilihan presiden.

Walaupun sebelumnya, pada tahun 2018, ekonomi Indonesia sempat tertekan dan membuat kinerja pasar saham menjadi negatif akibat dari pengaruh ekonomi global. Dia mengatakan, kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun lalu, diikuti oleh Bank Indonesia yang juga harus menaikkan suku bunga acuan begitu terjadi pelemahan nilai tukar rupiah.

Ditambah pula, ada pengaruh perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang semakin menambah tekanan terhadap perekonomian negara Indonesia. "Akibatnya, nilai ekspor menurun karena permintaan bahan baku menurun sehingga berdampak negatif pada 2018," kata dia.

Dari sisi kebijakan fiskal, Amerika Serikat memberikan insentif pajak penghasilan badan yang menjadikan AS sangat atraktif di mata investor. Akibatnya, aliran dana di negara emerging dan maju mengalir kembali ke AS.

Namun demikian, insentif kebijakan fiskal ini tidak akan berdampak penuh pada 2019. Ditambah dengan kemungkinan perang dagang antara AS dan China yang tidak akan berlanjut pada tahun ini sehingga pada 2019 dan 2020 banyak yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan menurun.

Apalagi, kebijakan suku bunga ketat yang diterapkan AS pada 2018 tidak akan berlanjut pada 2019. Dari sebelumnya, prediksi suku bunga The Fed akan dilakukan sebanyak 3 kali, menurun menjadi 2 kali.

"Peningkatan suku bunga acuan sudah mulai peak, negara lain yang sebelumnya sudah banyak menaikkan bunga acuan juga sudah mulai berhenti,"terang dia.

Dengan pertumbuhan ekonomi AS yang diprediksi menurun tersebut, para investor mulai keluar dari AS. "Mereka kembali lagi ke negara lain, termasuk Indonesia. Jadi, tone-nya positif untuk investasi di tahun 2019 dan 2020," ucap dia. (hm)

***

Ingin berinvestasi reksadana di Bareksa?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, gabung komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.