Direktur Avrist-AM: Di Tengah Ancaman Trade War, IHSG Bisa Tembus 5.800-an

Bareksa • 30 Mar 2017

an image
Hanif Mantiq, Direktur PT Avrist Asset Management, Jakarta.

Mengetahui kondisi ekonomi terkini, dapat menjadi pertimbangan bagi investor sebelum berinvestasi pada aset keuangan

Bareksa.com – Perkembangan kondisi ekonomi tentunya menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh investor sebelum mengambil keputusan dalam berinvestasi, khususnya pada produk investasi seperti reksa dana.

Seperti yang diketahui, reksa dana ini memiliki portofolio efek (kumpulan aset) berupa saham dan obligasi, yang pergerakan asetnya cukup sensitif terhadap kondisi ekonomi baik dalam maupun luar negeri.

Hanif Mantiq, Direktur PT Avrist Asset Management, menilai bahwa kondisi ekonomi pada tahun ini akan tetap bertumbuh dengan target indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 5.800-an hingga akhir tahun ini. Meskipun demikian, di semester kedua pasar keuangan akan cenderung terkoreksi akibat sentimen global terkait adanya ‘trade war’ antar negara maju di dunia.  

Simak petikan wawancaranya bersama Bareksa.com berikut ini.

Sejak awal tahun hingga saat ini (27 Maret 2017), pasar saham dan obligasi cenderung bergerak positif, dengan IHSG di level 5.541,20 dan yield obligasi tenor 10 tahun berada di level 7,04 persen. Bagaimana Anda melihat hal ini?

Grafik: Analisis Korelasi Antara IHSG dan Bond Yield, Periode Year-to-date (YTD)

Sumber: Bareksa.com

Kinerja investasi khususnya pada pasar saham dan obligasi di semester pertama tahun ini cenderung membaik dengan adanya konfirmasi atau kepastian dari kebijakan global yang membuat pasar saham bergerak flat (koreksi). Hal ini terkait suku bunga the fed yang telah naik sebesar 25 basis poin pada pertengaham Maret 2017 lalu.

Kemudian, adanya potensi meningkatnya rating (peringkat) surat utang Indonesia menjadi investment grade oleh Standard and Poor's (S&P), turut memberikan sentimen positif terhadap pasar obligasi. Dengan begitu, lembaga investasi dari penjuru dunia akan berminat untuk menempatkan dananya pada surat utang indonesia, sehingga hal ini akan turut meramaikan dan meningkatkan capital inflow di pasar obligasi.

Menurut Anda, faktor apa saja yang mendorong S&P menaikkan rating menjadi investment grade pada surat utang Indonesia?

Peluang meningkatnya rating ini, ditopang beberapa indikator ekonomi yang cukup baik seperti realiasi anggaran yang terus komitmen dan dijalankan. Kemudian adanya pemulihan di sektor perbankan dengan target pertumbuhan kredit mencapai 11 persen di tahun ini.

Selain itu, adanya perbaikan di sektor komoditas seperti batu bara dan perkebunan (CPO/Crude Palm Oil) juga turut menopang perbaikan ekspor dalam negeri sehingga membuat neraca perdagangan (trade balance) berpotensi akan surplus. Hal ini juga turut membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar akan cenderung stabil.

Meskipun begitu, di semester kedua tahun ini, para pelaku pasar diharapkan harus tetap waspada terhadap sentimen global yang membuat pasar keuangan akan cenderung terkoreksi. Hal ini terkait The Fed akan menaikkan suku bunga kembali serta dampak dari adanya ‘trade war’ (perang perdagangan) antar negara. Negara-negara yang terlibat dalam trade war ini seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa akan saling melindungi negaranya masing-masing dalam hal perdagangan.

Dengan kondisi ekonomi global dan domestik yang demikian, menurut Anda berapa perkiraan IHSG dan yield obligasi hingga akhir tahun ini?

Meski, pasar saham sangat reaktif (sensitif) terhadap koreksi pasar ketika adanya sentimen negatif yang berpotensi akan terjadi di semester kedua tahun ini, kami memperkirakan IHSG dapat melanjutkan penguatannya hingga menyentuh level 5.800-an pada akhir tahun ini. Bahkan apabila S&P jadi menaikkan rating bond Indonesia, IHSG bisa sampai 6.000 hingga akhir tahun ini.

Sementara, itu pada pasar obligasi, tentunya adanya peningkatan rating pada obligasi Indonesia akan turut meningkatkan harga obligasi di pasar akibat melonjaknya permintaan aset keuangan ini. Kami menilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun saat ini yang berada di level 7,08 sudah membuat harga obligasi di pasar cukup mahal (overbought), khususnya obligasi pemerintah. Sebab, level bond yield yang kami perkirakan hanya sekitar 7,25 persen setahun.

Oleh karena itu, kami mulai mengalihkan obligasi pemerintah yang terdapat pada portofolio pada term deposit dan obligasi korporasi dengan tenor jangka pendek. Hal ini dilakukan untuk menghindari kejatuhan nilai aset yang terlalu dalam ketika terjadi penurunan di pasar keuangan.

Apa saran Anda untuk Investor yang berinvestasi pada reksa dana saat ini?

Saat ini, investor bisa mulai mengurangi proporsi investasinya, dari aset yang memiliki fluktuasi pasar tinggi seperti saham atau reksa dana saham dan mengalihkannya pada aset yang lebih aman seperti reksa dana pasar uang atau deposito. Hal ini dilakukkan untuk melindungi hasil investasi yang telah diperoleh investor sehingga keuntungan pun menjadi lebih maksimal.

**

Ingin berinvestasi reksa dana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksa dana, klik tautan ini
- Pilih reksa dana, klik tautan ini
- Belajar reksa dana, klik Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana.