Bareksa.com - Mempersiapkan bekal untuk masa pensiun merupakan salah satu tujuan investor menanamkan modalnya. Tak terkecuali Albertina Dwita Harliani. Direktur Siswa Bangsa dari Putera Sampoerna Foundation ini telah menghabiskan lebih dari dua dekade di industri keuangan.
Memegang gelar Master Bisnis Internasional dari Alliant International University, San Diego, dia sempat berkecimpung dalam perdagangan valuta asing selama bekerja di Bank Danamon, Standard Chartered, dan United Overseas Bank.
Perempuan yang akrab disapa Dwita ini juga sempat bergabung di PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, sebelum akhirnya memfokuskan bekerja di bidang pembiayaan lunak untuk pendidikan bagi kalangan menengah ke bawah sampai sekarang.
Sebagai pekerja keras tentu Dwita menginginkan bekal yang cukup untuk masa pensiunnya nanti. Dia pun memilih untuk berinvestasi. Niat berinvestasi berawal dari petuah ayahnya yang selalu berkata “Investasi itu harus dipaksakan. Kalau hanya berupa uang akan cepat habis.” Sang Ayah tercinta menyarankan Dwita membeli properti secara kredit sejak awal berkarir dan belajar menyisihkan uang untuk berinvestasi. Kata-kata tersebut membuat Dwita tergerak untuk mulai belajar mengenal berbagai instrumen investasi, seperti properti, emas, saham, obligasi, dan valuta asing, dan sejak 2001 mengenal reksa dana di bank tempatnya bekerja.
Dwita mengatakan ketika itu sudah menyadari bahwa bila hanya menabung di bank saja, nilai uangnya akan tergerus oleh inflasi. Uang juga bisa cepat habis karena mudah diambil kembali dan dibelanjakan. Oleh sebab itu, dia memilih investasi reksa dana dengan tujuan untuk bekal masa pensiun meski sempat memiliki pengalaman yang cukup menyulitkan sebelum mengenal reksa dana.
Pada saat krisis moneter 1998, Dwita mengenang betapa kebiasaan berinvestasi properti, perhiasan, dan surat berharga saja tidak cukup untuk bertahan hidup karena perlunya uang tunai untuk membantu biaya sekolah adik dan kakaknya yang sedang kuliah di luar negeri. Saat itu harta likuid seperti tabungan, deposito dan mata uang asinglah yang sangat berguna untuk bertahan dari krisis. Sementara imbal hasil investasi dalam properti dan surat berharga lainnya jatuh saat krisis moneter.
Untuk menutupi keperluannya selama krisis yang menghantam ekonomi nasional itu, Dwita mencari tambahan penghasilan dengan mengajar treasury training di bank-bank dan perusahaan-perusahaan, hingga menyewakan kendaraannya untuk pengantin dan menjadi sulih suara di studio film.
Begitu sulitnya keadaan pada saat krisis sampai-sampai Dwita sempat terpaksa menggadaikan cincin berliannya. Namun, saat itu yang diterima Pegadaian hanya emas pengikatnya saja bukan berliannya.
Belajar dari pengalaman tersebut tentu Dwita tidak ingin jatuh di lubang yang sama. Maka, dia mulai mencari investasi yang menguntungkan, mudah dan memiliki likuiditas baik. Kriteria investasi tersebut akhirnya membuatnya menjatuhkan pilihan pada reksa dana sejak 14 tahun silam.
“Sebenarnya dulu juga sempat menaruh uang di deposito, tapi ketika butuh dalam keadaan mendesak malah kena penalti sehingga return yang sudah dikumpulkan hilang,” ujarnya.”Kalaupun investasi (deposito) dipegang sampai jatuh tempo, sebagai nasabah tetap kena potongan seperti pajak.” (Baca Juga: Empat Cara Mengelola Uang Pensiun Anda )
***
Kini hampir setiap bulan, Dwita menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk diinvestasikan di reksa dana. Bahkan, ketika ada uang lebih, ia belikan juga reksa dana. "Saya sudah mengalami market yang naik turun. Ternyata, berinvestasi lewat reksa dana lebih menarik. Lebih tenang dibanding berinvestasi saham karena tidak perlu memantau perkembangannya setiap saat," kata Dwita.
Dari imbal hasil investasi reksa dana tersebut, Dwita mengaku bukan hanya mendapat bekal berupa uang saat masa pensiun, tetapi juga modal yang dapat digunakan sebagai uang muka properti, termasuk rumah dan apartemen.
“Alhamdulillah, enam tahun menjelang masa pensiun, saya sudah memiliki beberapa rumah dan apartemen yang dapat disewakan, untuk mengganti gaji yang hilang saat saya pensiun nanti,” kata Dwita.”Sementara untuk jangka pendek hasil reksa dananya pernah saya gunakan untuk beberapa kali umroh ke Tanah Suci.”
Saat memilih reksa dana, Dwita selalu memperhatikan reputasi manajer investasi. Rekam jejak manajer investasi harus bagus, konsisten dan mempunyai proses investasi yang bagus.
Produk reksa dana yang dipilihnya adalah reksa dana saham. Dengan memilih reksa dana saham, dia menganggap sebagai tipe investor yang cukup agresif dan jangka panjang. Berinvestasi dalam jangka panjang dan secara regular, kata dia, bisa memberi hasil jauh lebih maksimal dibandingkan dengan investasi besar, tapi cuma sekali.
Dwita pun tidak lupa mengajarkan investasi kepada keluarga besarnya, termasuk keponakannya bernama Ben Galvira yang sudah dianggap seperti anak sendiri. Ben, yang mendapatkan uang setelah acara khitanan pada 2001, sempat menitipkan uang Rp1 juta kepada Dwita untuk disimpan di reksa dana. Saat itu Dwita memilih jenis reksa dana saham dari salah satu manajer investasi terbesar di Indonesia.
Pada 2008, Dwita baru teringat bahwa ada reksa dana milik keponakannya yang dititipkan kepadanya. Setelah dicek, ternyata uang yang dulu hanya Rp1 juta sudah bertumbuh menjadi Rp8 juta selama hampir 8 tahun tanpa diutak-atik. Akhirnya, uang tersebut dicairkan dan dapat membantu untuk menambah uang sekolah Ben. Dwita juga sempat menyimpan uang di bank dengan jumlah uang yang sama. Setelah beberapa tahun tersimpan bank ternyata hangus terpotong biaya administrasi karena rekeningnya tidak aktif (dormant).
Menilik kembali pengalamannya ini, Dwita menyarankan bagi investor pemula agar tidak perlu ragu berinvestasi reksa dana secara teratur yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing. Menyisihkan uang dengan tujuan investasi pun sebaiknya dilakukan saat menerima gaji , bukan sebagai sisa uang pada akhir bulan.
Mereka yang tidak ingin mengambil risiko tinggi dapat memilih reksa dana pendapatan tetap (fixed-income fund) dan reksa dana pasar uang. Akan tetapi bila untuk tujuan jangka panjang di atas 5 tahun sebaiknya memilih reksa dana saham.
Selain itu investasi di reksa dana juga dapat dimulai dengan modal minim, hanya Rp100 ribu, dan sebaiknya dilakukan secara teratur sehingga bisa merata-ratakan biaya dana, bukan berspekulasi dengan tujuan keuntungan jangka pendek. Dengan demikian pada saat krisis melanda, alokasi investasi kita di berbagai instrumen cukup seimbang untuk bisa bertahan hidup. "Besar kecilnya investasi yang kita kumpulkan sekarang akan sangat membantu kita setelah pensiun," ujarnya.
***
Anda tertarik berinvestasi reksa dana, produk investasi resmi yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan RI? Jika tertarik, silakan mendaftar menjadi nasabah marketplace reksa dana online terintegrasi Bareksa - Buana Capital dengan mengklik tautan ini.
Jika Anda ingin belajar dan mendalami investasi reksa dana, termasuk bagaimana menggunakan berbagai perangkat onlineuntuk mengukur, membandingkan, dan memonitor reksa dana dengan return terbaik, silakan mengikuti workshop Bareksa Fund Academy online maupun offline. Untuk mendaftar silakan klik tautan ini. GRATIS.