Bareksa.com - Setelah dua kali berturut-turut dilaksanakan secara virtual karena pandemi COVID-19, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali menggelar 4th Indonesia Fintech Summit yang berlangsung pada 10-11 November 2022 di Bali secara hibrida (luring dan daring).
Acara 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) mengusung tema “Moving Forward Together : The Role of Digital Finance and Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability”. Bertepatan dengan momentum Presidensi G20 dan B20 Summit 2022, topik pembahasan lebih ditekankan mengenai daya tahan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, hingga stabilitas keuangan.
Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan komitmen AFTECH dalam menggelar Indonesia Fintech Summit dan Bulan Fintech Nasional dengan melibatkan banyak pihak setiap tahunnya secara rutin menjadi langkah awal dalam mengembangkan ekosistem digital di Tanah Air. Sebab sinergi antara pemerintah, asosiasi dan pelaku industri fintech mendorong kemajuan dalam digitalisasi, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Penguatan sinergi untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital tentunya merupakan arahan yang disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam pemulihan ekonomi nasional demi Indonesia maju, ” kata Luhut.
Luhut optimistis ekonomi digital Indonesia memiliki prospek baik dengan perkiraan mencapai US$124 miliar sampai US$146 miliar pada 2025, karena adanya dorongan akselerasi perkembangan ekonomi digital dengan berbagai inovasi yang dilakukan. Karena itu, sebanyak 74.000 desa di Indonesia juga berpotensi dijangkau oleh fintech, sehingga layanan keuangan digital juga semakin dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, mengatakan nilai ekonomi digital di Indonesia diprediksi mencapai lebih dari US$330 miliar pada 2030. Untuk mencapai angka tersebut, pemerintah bersama BI dan OJK terus melakukan koordinasi untuk memastikan kebijakan dan layanan kepada perusahaan untuk untuk dapat mendukung pencapaian target tersebut.
“Hal terbaik yang sekiranya dapat dilakukan regulator adalah mempromosikan layanan inovasi digital dan mengurangi potensi risiko yang sekiranya dapat muncul. Apalagi, saat ini ekonomi digital domestik bernilai lebih dari US$70 miliar, merupakan yang tertinggi di ASEAN,” kata Mahendra.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P. Joewono menyampaikan transformasi digital perbankan terus berlanjut, ditunjukkan dengan transaksi kanal pembayaran digital perbankan yang tumbuh 26,44% secara tahunan (YOY).
"Perbankan dan fintech perlu berkolaborasi dan berkompetisi untuk meningkatkan kualitas layanan. Ke depan, akselerasi transaksi digital memerlukan infrastruktur yang cepat, efisien dan aman,” dia mengungkapkan.
Untuk mengoptimalkan hal tersebut, BI melangkah bersama transformasi digital bagi pemulihan ekonomi melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 guna menciptakan ekosistem pembayaran digital yang sehat.
“Kita percaya bahwa digitalisasi dapat mentransformasikan masa depan yang lebih baik melalui sinergi regulator dan industri untuk menghadapi tantangan sehingga bermanfaat bagi masyarakat,” tutur Doni.
Ketua Umum AFTECH Pandu Patria Sjahrir, mengatakan 4th Indonesia Fintech Summit dan Bulan Fintech Nasional 2022 bertujuan untuk mendukung upaya kolaboratif dalam mencapai keseimbangan antara inovasi, pertumbuhan, serta tata kelola keuangan digital dan fintech yang baik, juga mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Dalam mencapai tujuan tersebut, inklusi keuangan menjadi salah satu hal yang harus didorong. Selain itu, regulasi yang kondusif juga menjadi kunci pengembangan industri fintech yang berkelanjutan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama, baik pemerintah, asosiasi, pelaku industri, serta masyarakat,” kata Pandu.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyebutkan hingga saat ini pembiayaan kepada UMKM masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah terkait data.
“Kita selalu menyebutkan adanya 65 juta UMKM di Indonesia. Pertanyaan saya, dan kami sudah melakukan validasi, apakah data tersebut masih relevan?” ujar Adrian.
Adrian memaparkan, berdasarkan sebuah riset yang dilakukan bersama dengan salah satu lembaga riset, demografi UMKM di Indonesia sudah sangat jauh berubah seiring dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini.
Jika dilihat lebih dalam, sektor UMKM saat ini terbagi ke dalam empat subsegmen di mana terdapat pemain-pemain baru yang dulu belum ada sebelumnya, seperti konten kreator Youtube, pelaku digital advertising dan lain-lain. Pemahaman akan jenis bisnis UMKM yang ada ini sangat penting untuk memetakan sejumlah hal dalam upaya pendanaan.
“Jadi, sebenarnya tantangan terbesar bagi kami selaku penyedia pendanaan bagi UMKM, yakni di mana dan bagaimana kami harus memulai, bagaimana kami harus melakukan penskalaan, bagaimana kami bisa menjaga risiko yang ada guna memastikan industri fintech lending bisa terus bertumbuh tetapi juga bisa memiliki portofolio yang bagus,” pungkasnya.
Rangkaian 4th Indonesia Fintech Summit dapat disimak secara daring melalui www.fintechsummit.co.id.
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.