Bareksa.com - Kondisi ekonomi yang mulai mengalami perbaikan dari krisis pandemi tahun lalu, yang didukung oleh membaiknya data-data makroekonomi, membaiknya kinerja keuangan emiten pada periode kuartal I-2021, perbaikan harga komoditas, serta proses vaksinasi yang terus berjalan membuat pasar saham menjadi sangat atraktif pada tahun ini. Oleh karena itu, Bareksa Prioritas menyarankan investor High Net Worth Individuals (HNWI) untuk melakukan rebalancing ke reksadana saham dan pendapatan tetap, yang disesuaikan dengan profil risiko investor.
Direktur Bareksa Prioritas, Ricky Rachmatulloh menyarankan bahwa investor dapat mempertimbangkan untuk menambah porsi pada instrumen aset yang lebih agresif (risk-on), melihat adanya beberapa faktor yang menjadi indikasi pemulihan ekonomi. Meskipun pada kuartal pertama tahun ini pasar saham masih terlihat volatil, investor dengan profil risiko agresif saat ini bisa memanfaatkan momentum untuk mendapatkan peluang yang lebih menarik dan atraktif di pasar saham dengan menempatkan atau menambahkan portofolionya di reksadana saham.
Dari indikator makroekonomi, rilis data seperti Produk Domestik Bruto (PDB), Purchasing Manager’s Index (PMI), inflasi, dan data ekonomi lainnya juga menunjukkan adanya pemulihan. International Monetary Fund (IMF) baru-baru ini juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi tumbuh sebesar 6,0 persen YoY (year-on-year), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,5 persen YoY. Peningkatan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ini ditopang oleh proses vaksinasi, perlambatan laju baru kasus Covid-19, stimulus masif fiskal dan moneter, serta pembukaan kembali ekonomi.
Sementara untuk ekonomi Indonesia, IMF memperkirakan tumbuh sebesar 4,3 persen YoY pada tahun 2021, setelah sempat terkontraksi pada tahun lalu. Kemudian, data Markit Manufacturing PMI yang menjadi indikator aktivitas manufaktur di Indonesia konsisten mengalami ekspansi atau pertumbuhan sejak bulan November 2020 lalu. Indonesia juga konsisten mengalami inflasi yang sehat pada rentang target yang ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu 3±1 persen. Indikator-indikator tersebut menunjukkan menjadi sinyal pemulihan ekonomi Indonesia, pasca terpukul akibat pandemi tahun lalu. Membaiknya data ekonomi ini pula yang mendorong aliran modal asing masuk ke Indonesia pada pasar saham. Tercatat hingga 24 Maret 2021, aliran modal asing masuk (capital inflow) sebesar Rp 13,3 triliun.
Dari sektor komoditas, Chief Research and Business Development Bareksa, Ni Putu Kurniasari juga menjelaskan bahwa pasar saham Indonesia mulai bangkit setelah tertekan pada tahun lalu. Saham-saham berbasis komoditas, seperti minyak sawit mentah (CPO), minyak mentah dan batu bara, bisa menopang pergerakan pasar saham seiring dengan meningkatnya harga komoditas.
Grafik Harga CPO dan Brent Oil (31 Des 2020 – 31 Mar 2021)
Sumber: Investing, Bareksa
"Perbaikan harga komoditas seperti minyak sawit mentah dan minyak Brent menjadi salah satu indikator yang mengindikasikan pemulihan ekonomi. Apalagi menjelang masuknya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, konsumsi biasanya naik dan mendorong permintaan serta harga komoditas," jelas Putu.
Pasar obligasi negara sempat tertekan sepanjang kuartal pertama tahun ini, seiring dengan meningkatnya imbal hasil (yield) US Treasury dengan tenor 10 tahun yang sempat menyentuh 1,77 persen, karena ekspektasi melonjaknya tingkat inflasi akibat stimulus fiskal senilai USD 1,9 triliun yang diberikan oleh Presiden AS Joe Biden. Hal ini memicu keluarnya dana asing (outflow) dari pasar surat berharga negara Indonesia senilai Rp22 triliun hingga Maret 2021. Outflow tersebut turut mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang melemah sekitar 3,5 persen selama tahun berjalan ke level Rp14,572/USD (per 31 Maret 2021).
Grafik Arus Dana Asing di Obligasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah (31 Des 2020 – 31 Mar 2021)
Sumber: Investing, Bareksa
Namun, kenaikan imbal hasil surat berharga negara (SBN) Indonesia seri acuan diperkirakan akan terbatas, karena valuasinya terbilang sudah murah sehingga ini menjadi peluang bagi investor untuk mengambil posisi reksadana pendapatan tetap yang mayoritas asetnya adalah obligasi negara atau SBN. Per akhir Maret 2021, yield SBN tenor 10 tahun Indonesia berada di kisaran 6,8 persen, sehingga tingkat imbal hasil instrumen pendapatan tetap Indonesia masih menjadi yang tertinggi di antara negara-negara kawasan Asia lainnya. Selain itu, spread dari tingkat yield obligasi negara atau SBN tenor 10 tahun dengan yield U.S. Treasury tenor 10 tahun pada kisaran 5 hingga 6 persen, menambah rasional mengapa SBN Indonesia menjadi lebih menarik dibandingkan negara Emerging Markets lain.
Dengan tingkat imbal hasil SBN saat ini, pasar obligasi terbilang cukup menarik, menimbang real yield yang ditawarkan oleh obligasi berdenominasi rupiah ini. Saat ini, inflasi Indonesia masih terbilang cukup rendah dan inflasi tahunan diperkirakan ada di kisaran 3 persen. Sementara itu, imbal hasil yang ditawarkan SBN tenor 10 tahun cukup tinggi di 6,8 persen saat ini sehingga ada selisih (real yield) dengan inflasi sekitar 3 persen.
"Investor obligasi dan investor yang memiliki profil risiko moderat juga tetap bisa memanfaatkan reksadana pendapatan tetap dikarenakan tren kebijakan suku bunga rendah masih akan dipertahankan, sehingga yield obligasi masih akan menarik. Apalagi jika dibandingkan dengan yield obligasi negara-negara lainnya, obligasi Indonesia merupakan salah satu yang masih menawarkan tingkat yield yang lebih atraktif," jelas Ricky.
Sepakat dengan Ricky, CIO Jagartha Advisors, Erik Argasetya turut menambahkan bahwa apabila yield dari SBN berada di atas 7 persen menjadi sinyal positif bagi investor untuk memasuki pasar obligasi karena imbal hasilnya yang atraktif.
Selain itu, Erik berkomentar bahwa penambahan alokasi di saham juga patut dipertimbangkan karena ekspektasi dari membaiknya laporan keuangan emiten terutama setelah pandemi tahun 2020. Sepinya arus dana (capital flow) investor asing cenderung lebih mempengaruhi pergerakan harga saham emiten berkapitalisasi besar. Sehingga, hal ini justru memberikan kesempatan bagi para investor domestik untuk dapat pula berinvestasi di saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah dan kecil dengan fundamental yang baik. Tingginya minat dari para emiten baru juga ditunjukkan melalui penawaran umum (IPO) di bursa yang terlihat dengan penambahan 51 emiten baru di tahun 2020.
Dalam momentum pemulihan ekonomi global saat ini, investor yang memiliki aset dalam denominasi Dolar AS juga dapat memanfaatkan peluang tersebut dengan menempatkan alokasi di instrumen-instrumen yang memiliki eksposur ke pasar saham regional dan global, dengan kawasan Asia Pasifik dan China sebagai motor pertumbuhan ekonomi global serta pasar negara maju seperti AS dan Eropa saat ini juga sedang berada dalam momentum awal pemulihan ekonomi.
Terlebih jika melihat kondisi vaksinasi dapat terus berjalan sesuai dengan yang diharapkan, laju baru kasus Covid-19 yang terus menurun, dan terciptanya pertumbuhan yang berkesinambungan, maka tidak mungkin bahwa tingkat imbal hasil pada pasar saham atau obligasi akan menjadi lebih menarik. Hal ini juga diharapkan mampu mendorong aliran modal asing masuk yang cukup besar untuk menjadi katalis tambahan bagi pasar saham dan obligasi di Indonesia.
Saat ini, Bareksa Prioritas merupakan salah satu platform investasi yang juga menyediakan reksadana berdenominasi Dolar AS yang lengkap dan beragam. Layanan pengelolaan kekayaan melalui Bareksa Prioritas selama ini masih menjadi pilihan bagi para nasabah HNWI. Sebab, layanan investasi bisa dilakukan dengan cepat, aman, akurat, paperless dan digital.
* * *
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.