Bareksa.com - Krisis akibat pandemi Covid-19 telah mengubah prospek investasi ke depan. Bagaimana prospek investasi di berbagai kelas aset utama, seperti saham, obligasi dan reksadana?
Aberdeen Standard Investment dalam riset 7 Desember 2020 mengungkapkan enam potensi skenario ekonomi global sepanjang dekade mendatang bisa berpengaruh terhadap kinerja sejumlah kelas aset utama. Berikut ulasan untuk investasi di aset obligasi negara maju, obligasi korporasi, saham, aset riil, dan obligasi negara berkembang (emerging market).
Aberdeen melihat obligasi Amerika Serikat (US Treasury) memiliki risiko tanpa imbal hasil. Sebab, imbal hasil (yield) obligasi sekarang terbilang sangat kecil. Bahkan, di Eropa yield obligasi negara hingga mencapai negatif.
Namun, yield diperkirakan meningkat dalam beberapa tahun ke depan sehingga harga atau nilai obligasi di pasar bisa menurun. Excess return menjadi sangat rendah karena selisih antara yield dan suku bunga hampir tidak ada.
Aberdeen melihat return (keuntungan) obligasi korporasi sangat kecil, tetapi stabil. Obligasi negara memiliki pengaruh terbesar terhadap obligasi korporasi layak investasi, sehingga return diperkirakan menjadi sangat kecil.
Prospek lebih baik terlihat untuk obligasi dengan yield tinggi dan obligasi emerging market (EM) termasuk Indonesia, meski keuntungan terlihat lebih kecil daripada sebelumnya. "Jika turbulensi pasar meningkat, kami memandang bahwa obligasi korporasi akan menawarkan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan aset lain," tulis tim riset Aberdeen.
Investasi di pasar saham berpeluang positif, tetapi risikonya juga tinggi. Kondisi ekonomi di skenario dasar membuat saham kuat, tetapi justru menantang di skenario lain.
Pertumbuhan laba yang kuat diperkirakan akan segera terjadi setelah resesi Covid selesai, tetapi suku bunga masih di level terendah dalam sejarah. Hal ini membenarkan return yang menarik terutama pada pasar dengan pertumbuhan tinggi, seperti Inggris dan pasar lain yang masih rendah.
Investasi aset riil di sektor infrastruktur dan real estate bisa melesat. Sebab, sektor ini mendapatkan keuntungan dari suku bunga rendah yang terjadi di skenario dengan kemungkinan tertinggi.
Obligasi atau Surat Utang Negara di emerging market seperti Indonesia dipandang memiliki prospek menarik. Meski inflasi di emerging market telah turun mendekati angka negara maju, real yield masih sedikit lebih tinggi daripada di negara maju.
Daya tarik ini tidak sepenuhnya tertutup oleh tekanan mata uang. Kekuatan China dalam krisis Covid menopang sentimen investor dan aktivitas ekonomi di negara emerging market, terutama Asia.
Pelemahan mata uang dolar AS yang berlanjut dapat mendorong peluang mata uang negara emerging market, seperti rupiah, dan harga komoditas. Dengan stimulus fiskal AS yang kuat, ini juga bisa mendorong dana asing masuk ke emerging market. "Obligasi negara emerging market menawarkan prospek yang menarik, meski tidak berarti defensif," tulis Aberdeen.
Kesimpulannya, dengan berbagai skenario potensial, imbal hasil investasi di berbagai kelas aset terlihat kecil. Meskipun valuasinya tinggi, saham menawarkan pengembalian yang kuat dalam skenario yang paling mungkin.
Obligasi pemerintah negara maju justru akan kalah dibandingkan dengan saham, sementara obligasi negara emerging market akan menarik. Obligasi korporasi, yang secara tradisional menawarkan jalan tengah antara ekuitas dan obligasi pemerintah, kemungkinan hanya menawarkan pengembalian yang sedikit.
Dengan alokasi aset tradisional yang dikompromikan dengan cara ini, investor harus mencari kontribusi yang lebih besar dari strategi nilai-relatif, manajemen aktif, dan pemilihan saham yang cerdik. "Di tengah ketidakpastian global yang ditimbulkan oleh Covid, kita tidak dapat lagi mengandalkan pendekatan risiko satu ukuran untuk semua."
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.