Bareksa.com - Akibat krisis Covid, pandangan terkait ekonomi menjadi semakin tidak pasti. Ada berbagai kemungkinan kondisi ekonomi yang bisa terjadi di masa depan, dan berpengaruh terhadap investasi, termasuk di reksadana.
Aberdeen Standard Investments menemukan ada enam skenario makroekonomi yang mungkin terjadi, untuk membantu para nasabah investor mengatur alokasi aset dalam jangka panjang. Dengan mengetahui seberapa besar peluang masing-masing skenario, Aberdeen juga memperkirakan imbal hasil (return) dari berbagai kelas aset.
Apa saja skenario tersebut? Berikut ulasannya seperti ditulis oleh Luke Bartholomew, Investment Strategist, Aberdeen Standard Investments.
Ini adalah skenario dasar yang diperkirakan oleh Aberdeen, dengan peluang sekitar 35 persen. "Dalam skenario ini, ekonomi global secara umum kembali ke kondisi sebelum Covid," tulis Aberdeen.
Tingkat pertumbuhan dan ekuilibrium suku bunga (yang menunjukkan permintaan dan penawaran uang setara) mirip dengan grafik stagnan 'new normal' yang terjadi setelah krisis finansial global. Rata-rata inflasi lebih rendah. Pada 2025, pertumbuhan riil berada di level 1,8 persen dan inflasi harga konsumen di 2 persen.
Dalam skenario ini, bank sentral akan meninjau kembali kebijakan dan berupaya mengendalikan inflasi dengan gabungan stimulus fiskal dan moneter. Peluang skenario ini tidak lebih dari 20 persen.
Kebijakan ini memungkinkan ekonomi pulih dan langsung mendorong permintaan besar, sehingga menaikkan inflasi. Namun, bank sentral masih berkomitmen untuk menjaga harga stabil dalam jangka panjang. Pertumbuhan diperkirakan mencapai 2,4 persen pada 2025, dengan inflasi harga konsumen di 3,3 persen.
Dalam skenario ini, inflasi terus berada di bahwa skenario dasar, tetapi bank sentral membiarkannya dan tidak melawannya. Mereka menganggap bahwa efek buruk dari stimulus lebih besar daripada manfaatnya, sehingga tidak mendorong inflasi.
Pertumbuhan di 1,3 persen pada 2025 dan inflasi 1,3 persen. Dengan the Fed tidak lagi mencoba mendorong ekonomi, suku bunga diperkirakan di 1 persen, di atas tingkat ekuilibrium 0,8 persen. "Kami memberikan peluang 20 persen untuk skenario ini.”
Dalam skenario deflasi, krisis lebih lanjut menurunkan tren pertumbuhan, tingkat ekuilibrium suku bunga dan inflasi. Ekonomi diperkirakan stagnan karena virus menjadi endemik dan pembatasan sosial menghambat aktivitas ekonomi, atau karena perubahan perilaku setelah pandemi yang menahan ekonomi jauh ke depan.
"Bank sentral tidak banyak mengambil tindakan. Pertumbuhan ekonomi di 0,5 persen pada 2025 dengan inflasi di 0 persen, yang menunjukkan tren disinflasi dalam dan kesulitan untuk mendorong deflasi. Kami memperkirakan peluangnya 12,5 persen."
Dalam skenario ini inflasi sedikit lebih tinggi, karena ada dorongan positif dari penawaran. Krisis mendorong gelombang baru inovasi, meningkatkan pertumbuhan produktivitas dan tren pertumbuhan.
Karena peningkatan terjadi dari sisi penawaran, inflasi tidak melesat, meski bank sentral memiliki ruang untuk mencapai target inflasi mereka. Tingkat kebijakan ekuilibrium naik ke 3 persen, dengan suku bunga AS di 2,5 persen. Ini bisa mendorong pertumbuhan menjadi 3 persen dan inflasi ke 2,3 persen. “Kami perkirakan peluang skenario ini hanya 7,5 persen."
Skenario terakhir ini melacak inflasi lebih tinggi, dengan krisis Covid secara fundamental mengubah keseimbangan kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan fiskal menjadi alat utama pengelolaan makroekonomi dan pemerintah, bukan bank sentral, yang menentukan level harganya.
Setelah lonjakan di awal, pertumbuhan akan turun, karena harga-harga tinggi dan volatil memberatkan aktivitas ekonomi. Jadi, pertumbuhan di 2025 hanya 1 persen dengan inflasi 6 persen. "Suku bunga acuan di minus 5,5 persen, sangat rendah untuk menghentikan inflasi. Kami menaruh peluang ini terjadi hanya 5 persen."
Kesimpulannya, perubahan kunci sejak Covid adalah kondisi yang paling mungkin sekarang, dulu peluang terjadinya sangat kecil. Jadi, Aberdeen memperkirakan skenario paling mungkin adalah inflasi tinggi atau disinflasi, bukannya kelanjutan dari normal baru pasca 2008.
"Dan karenanya, kami harus mempersiapkan portofolio klien kami. Dalam kondisi global pasca Covid, alokasi aset yang cerdik dan pemilihan aset yang cerdas lebih penting daripada segalanya," tulis Aberdeen.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.