Bareksa.com - Dulu, investor ritel mungkin tidak banyak dilirik keberadaannya karena nilai transaksinya yang kecil dan tidak seberapa dibandingkan dengan investor asing yang nilai transaksinya bisa menggegerkan bursa saham. Namun, lambat laun taring investor ritel mulai kelihatan dan menunjukkan tajamnya pada masa krisis, terutama saat pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investor individu menopang kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tengah net sell investor asing pada periode 27 Oktober 2020. Dari data disebutkan, transaksi dari investor ritel berkontribusi hampir 80 persen dari total transaksi investor domestik. Sedangkan sisanya dikontribusi oleh korporasi, asuransi, bank, yayasan dan reksadana.
Kontribusi Investor Ritel
Sumber : OJK
Padahal di periode yang sama atau pada 27 Oktober 2020, investor asing tercatat melakukan net sell Rp47,3 triliun di pasar saham dan Rp106,03 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Meskipun, pada awal 2020, investor asing masih tercatat melakukan net buy Rp3 triliun di pasar saham dan Rp15,2 triliun di pasar SBN.
Berkat kinerja investor ritel ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di masa pandemi Covid-19 ini masih tertolong dan bertahan di level 5.000, tepatnya 5.128 pada 27 Oktober 2020. Meskipun IHSG ini menurun 18,59 persen secara year to date (YtD), namun kinerja IHSG ini masih lebih baik dibandingkan dengan bursa saham Inggris yang menurun 24,04 persen.
Beberapa sektor saham juga menunjukkan perbaikan. Seperti sektor perdagangan yang menguat 1 persen, sektor keuangan 1,11 persen, sektor pertanian 3,23 persen dan sektor properti 2,23 persen.
Frekuensi Transaksi
Kontribusi investor ritel ini terlihat jelas dari meningkatnya frekuensi transaksi selama pandemi Covid-19. Sistem kerja dari rumah (work from home) dan keakraban dengan teknologi membuat jumlah transaksi harian dari investor ritel meningkat signifikan selama masa pandemi Covid-19.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan sebelum ada Covid-19, jumlah investor yang aktif bertransaksi mencapai 42-51 ribu investor. Namun, setelah adanya pandemi Covid-19, jumlah investor ritel yang aktif bertransaksi mencapai 93 ribu hingga puncaknya mencapai 112 ribu transaksi pada 24 Juli 2020. "Pertumbuhan investor aktif yang melakukan transaksi harian meningkat 100 persen jika dibandingkan tahun lalu," ujar dia belum lama ini.
Seiring dengan peningkatan investor yang aktif bertransaksi, nilai transaksi harianpun juga tercatat meningkat. Selama masa pandemi Covid-19, nilai transaksi harian tercatat stabil di level Rp7,7 triliun per hari. Bahkan nilai transaksi harian sempat menembus angka Rp9,3 triliun per hari pada Mei 2020.
Frekuensi Transaksi di ASEAN
Sumber : BEI
Dengan peningkatan tersebut, frekuensi transaksi harian Indonesia tercatat tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pada Mei 2020, frekuensi transaksi harian di Bursa Efek Indonesia mencapai 479 ribu kali atau lebih tinggi dari Thailand yang mencapai 404 ribu kali. Padahal pada 2017, Indonesia sempat kalah dari Thailand dengan menempati posisi nomor dua dengan 313 ribu kali transaksi.
Jumlah Investor
Dari sisi jumlah, investor domestik ini juga terus mengalami peningkatan. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, per 16 Oktober 2020, jumlah investor domestik meningkat 34,78 persen menjadi 3,34 juta investor dari periode akhir 2019 yang sebesar 2,48 juta investor. Direktur Utama KSEI Urief Budhi Prasetyo, mengatakan pertumbuhan investor selama sekitar 10 bulan terakhir ditopang oleh pertumbuhan investor reksadana 49,4 persen dan investor Surat Berharga Negara (SBN) 37,1 persen. Pertumbuhan juga dicatatkan oleh investor saham yang meningkat 27,87 persen.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia, Laksono W. Widodo, mengatakan sepanjang tahun ini merupakan tahun sulit bagi pasar modal seluruh dunia, karena pandemi Covid-19 telah mengakibatkan gejolak pasar. Sepanjang tahun ini, pasar saham Indonesia mengalami volatilitas cukup tinggi, utamanya di masa awal pandemi. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terpuruk di titik terendahnya pada 24 Maret 2020 di level 3.937.
"Namun sejak Juli volatilitas pasar mereda, kemudian pasar mulai bergerak stabil. Pasar kita memang belum pulih seperti sebelum masa pandemi, namun lebih stabil karena peran investor ritel dalam negeri," ujar Laksono (21/10/2020).
Volatilitas Pasar Global vs Domestik
Sumber : BEI
Laksono mengatakan kini pasar modal Indonesia memiliki basis investor ritel domestik yang kuat, guna menopang kinerja pasar modal di masa sulit seperti selama masa pandemi Covid-19 saat ini. Berdasarkan profilnya, kebanyakan investor ritel tersebut ialah generasi milenial.
Jumlah Investor
Sumber : BEI
Menurut catatan BEI, sekitar 48 persen investor ritel merupakan generasi milenial dengan usia di bawah 30 tahun. Kemudian investor berusia 31-40 tahun menyumbang 24,31 persen terhadap kompisisi investor ritel, disusul investor berusia 41-50 tahun 15,03 persen. Berdasarkan jenis kelamin, 60,95 persen investor pria dan 39,05 persen wanita. Mayoritas atau 53,34 persen investor ritel bekerja sebagai karyawan, disusul 19,17 persen adalah mahasiswa atau pelajar. Dari sisi jenjang pendidikan, terbesar atau 45,7 persen investor ritel merupakan lulusan sarjana strata satu, disusul lulusan SMA 41,44 persen.
"Mayoritas mereka atau 57,86 persen memiliki pendapatan per tahun Rp10 juta hingga Rp100 juta, kemudian 24,29 persen investor ritel memiliki pendapatan Rp100 juta hingga Rp500 juta per tahun. Mereka masuk golongan kelas menengah Indonesia," kata Laksono.
Karakter Demografi Investor Ritel
Sumber : BEI
Dari data tersebut dapat dikatakan sekitar 70 persen investor pasar modal Indonesia berada pada usia muda. Kepemilikan investor muda tersebut meningkat dibandingkan akhir Desember 2019.
Investor Reksana dan SBN
Sejatinya pertumbuhan jumlah investor ritel domestik tidak hanya dibutukukan di pasar saham, industri reksadana membukukan lonjakan serupa. Data KSEI menunjukkan jumlah SID reksadana sebanyak 2,58 juta per 30 September 2020 atau melonjak signifikan dibandingkan akhir 2019 yang baru 1,77 juta investor.
Jumlah Investor Reksadana
Tahun | Jumlah investor | Pertumbuhan YoY (%) |
2017 | 622.545 | |
2018 | 995.510 | 59,91 |
2019 | 1,77 juta | 78,25 |
September 2020 | 2,58 juta | 45,76 |
Sumber : KSEI, berbagai sumber diolah Bareksa
Tidak berbeda jumlah investor SBN juga melesat, dari 316.263 investor pada akhir 2019 jadi 397.781 investor atau hampir tembus 400.000 investor pada Agustus 2020. Lonjakan jumlah investor reksadana dan SBN utamanya ditopang oleh penjualan melalui platform online dan semakin terjangkaunya nilai investasi reksadana dan SBN bagi masyarakat.
Jumlah Investor SBN
Tahun | Jumlah investor | Pertumbuhan YoY (%) |
2017 | 128.474 | |
2018 | 195.277 | 52 |
2019 | 316.263 | 61,96 |
Agustus 2020 | 397.781 | 25,77 |
Sumber : KSEI, berbagai sumber diolah Bareksa
Kenaikan jumlah investor tersebut sejalan dengan naiknya dana kelolan reksadana dan penjualan SBN Ritel yang makin diminati. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam paparannya mengatakan dana kelolaan reksadana kembali naik pada Oktober 2020 dan semakin mendekati level sebelum pandemi akhir tahun lalu, setelah pada September sedikit tertekan secara bulanan.
Per 26 Oktober 2020 dana kelolaan reksadana tercatat Rp533,12 triliun, naik 4,5 persen atau bertambah Rp22,97 triliun dibandingkan September yang senilai Rp510,15 triliun. Nilai itu semakin mendekati level sebelum pademi yakni pada Desember 2019 yang senilai Rp542,2 triliun. Kembali meningkatnya nilai aktiva bersih (NAB) reksadana pada Oktober, ditopang nilai berlangganan bersih (net subscription) secara month to date per 26 Oktober 2020 tercatat Rp13,57 triliun. Secara year to date, nilai net subscription reksadana mencapai Rp18,97 triliun.
"Per 26 Oktober 2020, NAB industri reksadana -1,67 persen YtD dengan nilai net subscription Rp18,94 triliun," kata Wimboh dalam konferensi pers bulanan bertajuk Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan secara virtual di Jakarta (2/11/2020).
Tidak berbeda, penjualan SBN Ritel sepanjang tahun ini semakin mendapatkan tempat di hati investor. Hal ini dibuktikan nilai penjualan SBN Ritel, utamanya yang bersifat tradable (bisa diperdagangkan) sangat diminati investor, dengan rata-rata penjualan di atas Rp12 triliun. Pencetak rekor penjualan tertinggi SBN Ritel yakni SR013 yang terjual hingga Rp25,66 triliun.
Penjualan SBN Ritel YtD hingga Oktober 2020
SBN Ritel | Tanggal Penerbitan | Realisasi Penerbitan |
---|---|---|
SBR009 | 27 Januari - 13 Februari | Rp2,25 triliun |
SR012 | 24 Februari - 18 Maret | Rp12,14 triliun |
ORI017 | 15 Juni - 9 Juli | Rp18,33 triliun |
SR013 | 28 Agustus - 23 September | Rp25,66 triliun |
ORI018 | 1-21 Oktober | Rp12,97 triliun |
Sumber : Kemenkeu, diolah Bareksa
Dukungan OJK
Melihat geliat investor ritel tersebut, Wimboh mengatakan OJK akan mendukung dengan memperbanyak instrumen di pasar modal. Instrumen di pasar modal akan lebih bervariasi guna dapat memenuhi kebutuhan pasar baik melalui instrumen biasa maupun instrumen derivatif lindung nilai atau hedging. "OJK menyoroti banyak permintaan dari investor terkait instrumen derivatif hedging di pasar modal yang belum lengkap," ujar Wimboh.
Selain itu, OJK juga akan melakukan pendalaman pasar keuangan melalui pengembangan infrastruktur pasar modal. Wimboh menjelaskan infrastruktur memiliki pengaruh yang besar terutama pada saat settlement dilakukan secara elektronik, centralized, cepat, dan tanpa lag, serta dapat dilakukan di mana saja. OJK meyakini, upaya pengembangan central clearing counterparty (CCP) di Indonesia menjadi suatu terobosan penting.
Wimboh menambahkan OJK juga akan memperluas pasar modal melalui implementasi digitalisasi. Program digitalisasi ini tidak hanya dikembangkan di pasar modal namun juga di seluruh sektor jasa keuangan sehingga pendalaman inklusi keuangan terutama di daerah dapat lebih cepat terwujud.
OJK telah memudahkan proses penawaran umum perdana saham dengan mengoptimalkan sistem perizinan elektronik terintegrasi, sehingga tidak ada lagi redudansi proses di OJK maupun self regulatory organization (SRO). Hasilnya, penawaran umum seperti initial public offering (IPO) saham dapat dipersingkat prosesnya dari 105 hari menjadi 22 hari kerja saja.
Wimboh menjelaskan tiga upaya demi memperdalam pasar modal, sehingga bisa berkontribusi bagi pemulihan ekonomi yang solid. Di antaranya :
Pertama, memperluas akses keuangan dan mempermudah investasi. OJK akan memperluas basis pelaku industri pasar modal, baik dari sisi investor maupun perusahaan penerbitnya (issuer), sehingga tidak tergantung pada sekelompok investor saja. Hal ini termasuk melakukan sosialisasi dan edukasi pasar modal, akses produk dan layanan di digital platform, serta penawaran perdana saham melalui elektronik (e-IPO).
Kedua, mempermudah proses memperoleh pendanaan dari pasar modal. Beberapa upaya OJK untuk memudahkan pendanaan pasar modal adalah dibuatkannya papan akselerasi untuk usaha kecil menengah, equity crowdfundung dan perizinan elektronik terintegrasi.
Ketiga, meningkatkan perlindungan investor untuk menjaga kepercayaan masyarakat. OJK akan berupaya membuat kebijakan penanangan fluktuasi pasar, penguatan market conduct dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG), serta pengaturan disgorgement fund.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, menambahkan guna mendukung upaya pemerintah dalam memulihkan perekonomian nasional, OJK turut andil dan berpartisipasi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan strategis, khususnya di bidang pasar modal.
Sepanjang 2020, OJK telah mengeluarkan 35 kebijakan di bidang pasar modal dalam merespons dampak pandemi Covid-19 yang berfokus pada tiga hal. Yakni pertama, relaksasi bagi pelaku industri yang meliputi 12 kebijakan, kedua pengendalian volatilitas dan menjaga kestabilan pasar modal dan sistem keuangan dalam 9 kebijakan, serta ketiga adalah kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen serta pelaporan yang meliputi 4 kebijakan.
"Dalam mengurangi dampak pandemi Covid-19, OJK akan terus menjalin kerja sama dan meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, yaitu pemerintah, lembaga jasa keuangan, SRO dan asosiasi, serta pelaku industri lainnya, termasuk industri sektor riil. Dalam hal diperlukan, OJK akan kembali mengeluarkan kebijakan stimulus untuk menjaga stabilitas pasar modal," Hoesen menjelaskan.
Daftar Stimulus OJK di Bidang Pasar Modal
Sumber : OJK
Sedangkan relaksasi dan stimulus dalam rangka memelihara keberlangsungan industri pengelolaan investasi atau reksadana dari dampak pandemi di antaranya :
Pertama, ketentuan mengenai komposisi portofolio efek reksadana serta kewajiban penyesuaian komposisi portofolio reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang ada dalam Peraturan OJK Nomor 23/POJK.04/2016 serta Nomor 33/POJK.04/2019 diatur sebagai berikut :
A. Kewajiban penyesuaian komposisi portofolio reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang disebabkan oleh tindakan transaksi yang dilakukan manajer investasi disesuaikan menjadi paling lambat 20 hari bursa.
B. Kewajiban penyesuaian komposisi portofolio reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang tidak disebabkan oleh tindakan transaksi yang dilakukan manajer investasi disesuaikan menjadi paling lambat 40 hari bursa.
Kedua, ketentuan mengenai jangka waktu kewajiban reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif memiliki dana kelolaan paling sedikit Rp10 miliar juga disesuaikan.
Penyesuaian itu yakni dalam jangka waktu 130 hari bursa setelah pernyataan pendaftaran reksadana menjadi efektif atau dalam jangka waktu 160 hari bursa bagi reksadana terproteksi, reksadana dengan penjaminan dan reksadana indeks yang melakukan penawaran umum bersifat terbatas.
Ketiga, ketentuan mengenai jangka waktu kewajiban untuk melakukan pembubaran reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif dengan total nilai aktiva bersih (NAB) kurang dari Rp10 miliar disesuaikan menjadi 160 hari bursa berturut-turut.
Keempat, dalam hal portofolio efek berupa efek bersifat utang, termasuk efek beragun aset arus kas tetap sebagai basis proteksi reksa dana terproteksi mengalami penurunan peringkat di luar kategori layak investasi, maka manajer investasi (MI) dapat meminta relaksasi jangka waktu pengganti portofolio efek kepada OJK.
Penggantian tersebut dengan ketentuan MI menyampaikan rencana tindak lanjut penyelesaian dan/atau restrukturisasi atas portofolio efek yang menjadi basis proteksi dalam reksadana terproteksi. Selain itu, MI juga beritikad baik dan profesional demi kepentingan investor untuk merumuskan langkah penyelesaian dan/atau restrukturisasi atas portofolio efek yang menjadi basis proteksi dalam reksadana terproteksi.
Kelima, dalam rangka mempermudah pembelian reksadana bagi investor yang melakukan transaksi secara elektronik khususnya melalui agen daring, pembelian reksadana dapat dilakukan melalui sistem pembayaran virtual account yang disediakan penyedia layanan payment gateway.
Agen penjual reksadana daring wajib memperoleh persetujuan dari OJK, memastikan virtual account tersebut atas nama masing-masing pemegang unit penyertaan reksadana, memastikan virtual account selalu berada pada zero balance, memiliki SOP dan manajemen risiko yang memadai dan memiliki perjanjian tertulis dengan pihak terkait.
(K09/Abdul Malik)