Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi, nilai penawaran umum tahun ini bisa mencapai Rp100 triliun. Nilai penawaran umum ini menurun dibandingkan pada akhir 2019 yang mencapai Rp166,85 triliun. Direktur Penilaian Perusahaan Sektor Jasa OJK Maulana mengatakan, pandemi Covid-19 mempengaruhi perkembangan penawaran umum pada 2020.
"Pandemi Covid-19 setidaknya mempengaruhi penawaran umum dalam tiga hal," ujar dia dalam acara Capital Market Summit and Expo, Senin (19/10).
Pertama, dari sisi supply side, pandemi Covid-19 membuat perusahaan menahan ekspansi karena adanya pelemahan ekonomi. Kedua, dari sisi demand side, investor cenderung wait and see karena pandemi meningkatkan risiko di pasar modal. Ketiga, pandemi Covid-19 membuat calon emiten dan emiten terhambat dalam melakukan penawaran umum karena adanya pembatasan kegiatan sosial.
Hingga September 2020, OJK mencatat nilai penawaran umum sudah mencapai Rp85,9 triliun. Penawaran umum ini terdiri dari penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham Rp 4,51 triliun. Kemudian penawaran umum terbatas (rights issue) Rp13,55 trilun dan penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) Rp67,84 triliun.
Perkembangan Penawaran Umum
Sumber : OJK
Maulana menyebutkan, hasil penawaran umum dari IPO dan obligasi paling banyak atau sekitar Rp2,9 triliun digunakan untuk modal kerja. Lalu, sekitar Rp2,02 triliun digunakan untuk penyertaan modal, Rp870 miliar untuk pembayaran utang, Rp705 miliar untuk ekspansi, dan sisanya untuk akuisisi dan lainnya.
Penggunaan Dana Hasil IPO
Sumber : OJK
Untuk mendorong meningkatnya penawaran umum terutama dalam bentuk IPO, OJK sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan. Kebijakan ini juga disesuaikan karena adanya pandemi Covid-19.
Kebijakan pertama adalah dari sisi perpanjangan laporan keuangan yang digunakan untuk IPO. Dalam hal ini, OJK memperpanjang masa berlaku laporan keuangan hingga tiga bulan. Perpanjangan juga dilakukan dari sisi masa bookbuilding, yakni hingga yang semula hanya 21 hari kerja menjadi bisa sampai dua bulan.
"Emiten juga bisa menunda penawaran umum atau membatalkan penawaran umum dengan menyampaikan permohonan kepada OJK," terang dia.
Lebih lanjut, OJK juga memberikan insentif bagi perusahaan tercatat yang beraset kecil, yakni di bawah Rp250 miliar. Insentif tersebut, yakni berupa laporan keuangan dengan menggunakan standar akuntansi tetap atau lebih ringan dari standar biasa.
Selain itu, mulai Januari 2021, OJK mulai menerapkan pelaksanaan IPO secara elektronik (e-IPO). Menurut Maulana, melalui e-IPO, calon perusahaan tercatat bisa menjangkau investor dari seluruh Indonesia. Hal ini, lanjut Maulana, menjadi penting karena potensi investor dari luar Jakarta cukup besar.
"Kami juga akan lebih meningkatkan partisipasi investor ritel dengan mengatur porsi kepemilikan masyarakat di perusahaan hingga 30 persen," ujar dia.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.