Bareksa.com - Dalam berinvestasi, kita sebagai pemodal atau investor pasti mengharapkan adanya keuntungan alias pertumbuhan nilai investasi. Namun, dengan kondisi pasar yang tidak pasti apalagi karena pandemi yang belum kunjung usai, investor dihadapi dengan risiko penurunan nilai investasi yang membuat portofolio pun minus.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan pasar saham, pekan lalu sempat turun 5 persen dalam sehari pasca Gubernur DKI Jakarta mengumumkan pengetatan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Investor yang punya reksadana saham dalam portofolionya mungkin ada yang merasakan penurunan ini. Bahkan, ada yang sampai portofolionya minus, atau nilai investasinya sekarang lebih kecil daripada modal awalnya.
Salah satu strategi untuk mengurangi risiko adalah diversifikasi. Diversifikasi adalah membagi porsi dana investasi dalam berbagai jenis atau kelas aset.
Menurut pepatah, don't put your eggs in one basket atau jangan taruh semua telur dalam satu keranjang. Bila kita sudah tahu strategi itu, tentu ada taktiknya, alias cara yang lebih spesifik dalam menghadapi kondisi tertentu, misalnya saat pasar saham sedang turun.
Budi Hikmat, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW IM), menjelaskan bahwa ada taktik yang disebut dengan risk budgeting atau merencanakan risiko.
"Jika portofolio terlanjur minus, usahakan jangan terjadi lagi. Saya sarankan risk budgeting. Seperti yang dikatakan Robert Kiyosaki, strategy without tactic is the slowest route to victory," ujarnya dalam sharing session Komunitas Nabi Yusuf secara online, 13 September 2020.
Budi memberikan contoh bila berinvestasi saham yang naik 5 persen dalam sehari, itu merupakan peningkatan yang cukup tinggi. Maka dari itu, investor bisa menjual separuh dari modalnya untuk merealisasikan keuntungan tersebut atau biasa disebut profit taking.
Taktik budgeting ini, menurut Budi, sama halnya seperti membuat target atau acuan untuk cuan (untung). Acuan tersebut bisa menjadi batasan dalam menghadapi kerakusan (greed) dan kecemasan (fear).
"Lebih baik mengendalikan kerakusan daripada mengikuti kecemasan," lanjut Budi.
Menurut penjelasan Budi, pasar saham dalam beberapa pekan belakangan ini memang sedang dilanda sentimen kecemasan alias fear. Ini terlihat dari aksi jual yang besar di pasar saham dan membuat IHSG turun.
Dalam grafik, garis hitam dengan titik menunjukkan level IHSG yang pada Maret di awal PSBB pertama telah anjlok. Saat itu, indikator fear menunjukkan banyak aksi jual di pasar yang ditunjukkan dengan diagram batang warna merah.
Grafik Pergerakan IHSG dan Indikator Fear and Greed
Sumber: Paparan Budi Hikmat
Perlahan setelah yang terburuk telah lewat, pelaku pasar pun kembali masuk dan membeli di pasar saham. Ini terlihat dalam indikator greed berupa batang berwarna hijau. Seiring dengan banyaknya pembelian, IHSG pun kembali pulih.
"Namun, sejak awal bulan ini terlihat indikator merah atau jual. Itu lebih kepada profit taking," jelas Budi.
Budi sendiri mengaku sebagai investor pribadi telah melakukan aksi ambil untung (profit taking) dua kali sepanjang Agustus lalu. Dia menjual sejumlah saham dan obligasi dalam portofolionya dan memindahkan dananya ke reksadana pasar uang.
"Kemarin waktu IHSG turun 5 persen, saya kembalikan (ke saham) sebagian. Karena menurut saya kemarin IHSG sudah turun kebanyakan. Jadi kita investasi tanpa baper (bawa perasaan)," kata Budi.
Sebagai informasi, IHSG adalah cerminan pasar saham Indonesia, yang menjadi acuan bagi investasi pasar modal lain seperti reksadana dan reksadana saham. Reksadana saham mayoritas portofolionya adalah saham yang bisa bergerak naik turun (fluktuatif) dalam jangka pendek sehingga memiliki risiko yang tinggi.
Budi pun mengingatkan untuk para investor pemula yang baru mengenal investasi, sebaiknya memilih produk dengan risiko rendah terlebih dahulu. Contohnya, orang yang biasa menaruh uang di deposito, bisa memindahkan dananya ke reksadana pasar uang.
Reksadana pasar uang portofolionya terdiri dari deposito dan surat berharga dengan jatuh tempo kurang dari setahun. Setelah itu, baru mulai masuk ke surat berharga negara (SBN) yang ditawarkan dan dijamin oleh negara.
"SBN ini imbal hasilnya biasanya lebih tinggi daripada bunga deposito. Pengalaman saya tujuh tahun terakhir, kinerja SBN lebih bagus dari saham," kata Budi.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
Pemesanan SR013 secara online di Bareksa hanya bisa dilakukan pada masa penawaran 28 Agustus - 23 September 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).
Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan SR013.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.