Bareksa.com - Saat pasar modal sedang tertekan akibat merebaknya pandemi global virus Covid-19, investor institusi justru sedang mencari momentum untuk masuk membeli saham-saham di harga yang murah.
Secara year to date hingga 13 Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang jadi acuan pasar modal Indonesia sudah turun 22,10 persen. Bahkan IHSG sempat memicu pembekuan perdagangan (trading halt) pada Kamis (12/03/2020) sore, dan Jumat pagi (13/03/2020) akibat penurunan lebih dari 5 persen.
Kondisi pasar modal di dalam negeri yang sedang menurun ini dipandang oleh BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) dan Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) serta Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebagai momentum yang baik untuk membeli saham.
Ketiganya merupakan investor besar pengelola dana publik yang hadir pada kegiatan "Pembukaan Perdagangan BEI oleh Investor Pengelola Dana Publik" pada hari Senin pagi (16/03) di Bursa Efek Indonesia.
Direktur Utama BPJAMSOSTEK, Agus Susanto, menyampaikan bahwa kondisi pasar saat ini, digambarkan sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan, padahal semua tergantung perspektif kita sebagai investor bagaimana memanfaatkan kondisi tersebut.
“Kondisi pasar yang sedang lesu saat ini dipengaruhi oleh banyaknya investor yang keluar dari bursa saham nasional, namun kami justru melihat ini sebagai peluang yang baik untuk masuk”, tutur Agus dalam kegiatan Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia oleh Investor Pengelola Dana Publik pada hari Senin pagi (16/03) di BEI.
“Momen seperti ini bisa dimanfaatkan untuk membeli barang bagus dengan harga yang murah. Tentunya dengan tetap memastikan terlebih dahulu kondisi fundamental dari emiten”, tambahnya.
BPJAMSOSTEK sebagai salah satu pengelola dana yang berorientasi pada peningkatan manfaat jangka panjang bagi para pesertanya senantiasa berusaha melakukan pengelolaan investasi secara prudent, professional dan governance, yaitu dengan selalu berlandaskan regulasi yang berlaku.
Adapun regulasi yang mengatur pengelolaan investasi BPJAMSOSTEK antara lain PP Nomor 99 Tahun 2013 dan PP Nomor 55 Tahun 2015 serta strategi alokasi aset yang dinamis menyesuaikan perkembangan ekonomi dan pasar modal.
Terhitung bulan Desember 2019, BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan dana kelolaan mencapai Rp431,6 triliun. Dana kelolaan tersebut dialokasikan pada instrumen fixed income (Deposito dan Surat Utang) 71,4 persen, Saham 19,09 persen, Reksadana 9,34 persen, dan sisanya pada investasi langsung (properti dan penyertaan).
Grafik Alokasi Investasi BP Jamsostek Desember 2019
Sumber: BP Jamsostek, diolah Bareksa.com
Instrumen saham merupakan salah satu instrumen investasi yang bertujuan untuk mendapatkan return yang optimal dalam jangka panjang. Saat ini kepemilikan saham BPJAMSOSTEK mayoritas merupakan saham kategori blue chip pada Index LQ45 dan mayoritas juga merupakan saham-saham BUMN.
Agus menegaskan pihaknya tengah melakukan analisis mendalam untuk menentukan pembelian saham, begitu pula dengan ADPI dan DPLK.
"Kami perhatikan pergerakan IHSG saat ini yang mengalami koreksi yang dalam, secara valuasi IHSG saat ini diperdagangkan pada level yang cukup jauh di bawah rata-rata kondisi normalnya, maka hal ini merupakan kesempatan yang baik bagi investor, seperti kami, untuk melakukan akumulasi saham secara selektif, namun dengan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian dengan terlebih dahulu memastikan kelayakan fundamental emiten," tambah Agus.
Agus Susanto bersama dengan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Suheri, dan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Nur Hasan Kurniawan melakukan penekanan bel tanda dimulainya perdagangan bursa dengan didampingi juga oleh Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi.
Senada dengan Agus, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Suheri, dan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Nur Hasan Kurniawan juga sepakat untuk masuk ke dalam bursa perdagangan segera. Perlu diketahui, industri dana pensiun (DPPK dan DPLK) saat ini mengelola aset Rp289 triliun per Desember 2019.
Sebagai pengelola dana publik dengan durasi jangka panjang, baik BPJAMSOSTEK, ADPI dan DPLK yakin bahwa dana yang akan digelontorkan nantinya akan mendapatkan hasil yang menguntungkan bagi para pesertanya. “Kondisi saat ini sebetulnya waktu yang sangat tepat untuk masuk di bursa, kami bertiga tidak mau kehilangan momentum untuk masuk ke pasar. Jangan dilihat kondisi pasar sekarang, tapi long time horizon sesuai profil dana kita,” tukas Suheri.
“Kami bertiga optimis fundamental ekonomi indonesia masih baik dan akan semakin membaik. Wacana masuk ke pasar saham ini kita lakukan bukan karena desakan atau intervensi dari manapun, tetapi atas kesadaran sendiri berdasarkan pertimbangan bisnis rasional. Industri Dana Pensiun komit untuk memulihkan pasar finansial Indonesia saat ini," ujar Nur Hasan Kurniawan.
Maka, sudah waktunya investor domestik memegang kendali pasar modal dalam negeri. Seluruh investor domestik perlu bahu membahu agar bisa menjadi tuan di negeri sendiri. Karena belajar dari pengalaman terdahulu, jika IHSG tertekan karena kondisi kejadian luar biasa seperti wabah ini, nantinya pasti akan terjadi pemulihan atau recovery.
"Seperti kata pepatah, Badai Pasti Berlalu," kata Inarno.
Chief Research and Business Development Officer Bareksa, Ni Putu Kurniasari juga menilai kondisi pasar yang sedang turun saat ini bisa menjadi kesempatan untuk membeli reksadana di harga murah. "IHSG sudah murah sekali, ibarat toko sedang sale (diskon). Kapan lagi bisa membeli saham-saham bluechip dengan harga murah?" ujarnya.
Putu mengatakan dengan kondisi saat ini, reksadana indeks saham yang dikelola secara pasif patut dilirik oleh investor agresif dengan pandangan jangka panjang. Khusus untuk masyarakat yang ingin menghindari risiko, reksadana pasar uang bisa dipilih.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.