Bareksa.com - Dana asing masuk di pasar obligasi secara year to date hingga 28 Januari 2020 mencapai Rp29,4 triliun. Seiring dengan itu, Head, Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank, Ivan Jaya, mengatakan net buy (beli bersih) asing di pasar saham mencapai Rp2 triliun pada periode yang sama.
"Dari awal tahun, sebenarnya dana asing sudah ada di dalam negeri, dan dari kemarin infonya juga bertambah. Itu terbukti rupiahnya langsung menguat dan ketika Surat Utang Negara (SUN) dan harga obligasi juga naik, sebetulnya itu bukti kalau dana asingnya sudah ada di sini," ujar Ivan kepada Bareksa di Jakarta (29/1/2020).
Sepanjang 2019 dana asing masuk ke pasar obligasi mencapai Rp168,6 triliun dan pasar saham net buy Rp48,1 triliun. Menurut Ivan, dana asing saat ini stand by di pasar obligasi. Jika dulu, dana asing diparkir di luar negeri, namun saat ini dana asing tersebut hanya menunggu waktu untuk masuk. Potensi itu seiring stabilnya perekonomian nasional dan menariknya Indonesia dibandingkan pasar negara-negara berkembang lainnya.
Ivan memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan pada 2020 ini bisa menembus 6.800-7.000 dengan skenario moderat, dengan catatan apabila pertumbuhan earning per share (EPS) mencapai 12 persen. Pada akhir 2019, IHSG ditutup melemah di level 6.299. Pada 2018 IHSG di level 6.194.
"Jika EPS growth mencapai 12 persen, maka IHSG di 6.800-7.000 adalah level yang normal," ungkapnya.
Menurut Ivan, secara historikal dalam 20-30 tahun terakhir, IHSG biasanya kembali menguat setiap dua tahunan. IHSG pernah mencapai level tertingginya di level 6.600 pada Februari 2018. Karena itu, pada 2020 ini IHSG berpotensi kembali menguat setelah pada 2019 melemah. Potensi itu mengingat fundamental ekonomi Indonesia yang masih kuat dan Undang-Undang sapu jagat Omnibus Law yang saat ini dikebut pemerintah. Jika Omnibus Law segera disahkan, maka dana asing masuk berpotensi makin deras.
"Indonesia kan yang melimpah sumber daya manusia, saya rasa penerapan Omnibus Law merupakan sesuatu yang penting. Apalagi rencana Pak Presiden Joko Widodo membentuk Sovereign Wealth Fund. Saya rasa itu tidak bergantung juga dengan budget defisit kita, jadi selalu ada dana untuk investasi, history mendukung bahwa tahun ini adalah tahunnya equity," Ivan menjelaskan.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan Omnibus Law yang sedang difinalisasi oleh pemerintah yang akan memasukkan juga sektor jasa keuangan dalam aturan itu. Hal yang juga akan diatur dalam Omnibus Law ialah sovereign wealth fund atau badan usaha pengelola investasi negara. Jika aturan tersebut selesai, maka potensi dana asing mengalir deras ke Indonesia hingga US$20 miliar atau setara Rp280 triliun.
"Begitu aturan itu kita dapat akan ada inflow minimal US$20 miliar bukan rupiah tapi dolar AS," ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), pertengahan Januari lalu.
Sentimen Global dan Domestik
Ivan menyatakan tahun lalu sentimen lebih banyak berasal dari isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Namun karena tahun ini ada Pemilihan Umum Presiden AS, maka mau tidak mau jika Donald Trump ingin punya peluang terpilih lagi, maka logikanya harus melaksanakan damai dagang. "Karena tidak baik untuk kans dia bisa terpilih lagi dan terbukti damai dagangnya pelan-pelan sudah terjadi," katanya.
Namun pada awal tahun ini, kata Ivan, sesuatu yang tidak bisa diprediksi adalah penyebaran virus corona. Namun jika melihat bagaimana Pemerintah China menangani virus Corana, mereka jauh lebih terbuka dibandingkan penanganan kasus SARS pada 2002. Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga saat ini belum menetapkan status virus corona sebagai darurat internasional.
Dampak dari sentimen tersebut ke Indonesia, menurut Ivan, ialah investor akan beramai-ramai mencari pasar negara berkembang yang paling baik dan potensial. "Indonesia menjadi salah satu yang terbaik, terbukti dana asing masuk terus," ungkapnya.
Di sisi lain, dari faktor internal beragam kasus mulai dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya hingga Asabri yang menyeret beberapa perusahaan sekuritas dan manajer investasi. "Saya yakin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengambil langkah-langkah yang tepat agar dana masyarakat kembali," ujarnya.
(AM)
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
Savings Bond Ritel atau SBN ritel seri SBR009 hanya bisa dipesan selama masa penawaran pada 27 Januari - 13 Februari 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN seri berikutnya.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.