Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,25 persen di level 6.452 setelah sempat dibuka menguat pada awal perdagangan. Sektor infrastruktur (-1,28 persen) dan aneka industri (-0,71 persen) menjadi pendorong utama penurunan IHSG.
Pelemahan IHSG juga didorong oleh rilis data inflasi yang tercatat di angka 0,11 persen MoM dan 2,48 persen YoY atau di bawah target inflasi 2019 Bank Indonesia yang berada di kisaran 3.5 persen. Asing mencatatkan net sell Rp106,23 Miliar.
IHSG melemah di tengah penguatan indeks bursa Asia lain seperti Indeks Nikkei 225 (1,43 persen), Indeks Hang Seng (1,76 persen), dan Indeks Shanghai Composite (2,58 persen) pasca rilis data manufaktur China yang positif.
Sedangkan di Amerika Serikat, Indeks Dow Jones Industrial Average (1.27 persen), indeks S&P 500 (1,16 persen) dan Nasdaq Composite (1,29 persen) masing-masing ditutup menguat. Bursa saham Wall Street Amerika Serikat menguat menyusul data manufaktur China yang positif dan redanya kekhawatiran perlambatan pertumbuhan global.
IHSG Berpeluang Menguat Menuju Resisten 6.490
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah setelah sempat dibuka menguat di awal sesi. Indeks tampak melanjutkan konsolidasi yang terjadi selama sepekan terakhir, di mana berpeluang untuk berlanjut dan menguji kembali resistance level 6,490. Stochastic berada di wilayah netral dengan kecnederungan menguat.
Inflasi Indonesia Berada di Bawah Target BI
Inflasi Indonesia pada bulan Maret tercatat sebesar 0,11 persen (MoM), atau setara dengan 2,48 persen (YoY). Angka inflasi bulanan tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan Februari, yang mana sebesar -0,08 persen. Meskipun demikian, patut diperhatikan bahwa tingkat inflasi tahunan Indonesia pada Maret berada di bawah target inflasi Bank Indonesia (BI), yang mana berada pada kisaran 2,5 persen - 4,5 persen.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), rendahnya inflasi ini lebih karena adanya penurunan harga pada bahan pangan, yang mana ditandai oleh adanya deflasi pada barang volatile, yang sebesar 0,02 persen.
Pertumbuhan Penjualan Ritel AS Turun Hingga di Bawah Ekspektasi
Pertumbuhan penjualan ritel AS pada bulan Februari di luar dugaan mengalami penurunan hingga menjadi hanya -0,2 persen (MoM), di bawah perkiraan ekonom 0,3 persen, dan di bawah periode sebelumnya 0,7 persen.
Pertumbuhan negatif penjualan ritel ini menjadi salah satu sinyal perlambatan ekonomi akibat mulai hilangnya pengaruh pemotongan pajak senilai US$1,5 triliun oleh pemerintah AS.
Harga Minyak Mencapai Level Tertinggi di 2019
Harga minyak kembali mencapai level tertinggi baru tahun 2019. Harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$61,87 per barel. Harga minyak Brent untuk pengiriman Juni 2019 di ICE Futures pagi ini berada di US$69,28 per barel
Harga minyak pun terdongkrak oleh sanksi AS atas Iran dan Venezuela, serta pemangkasan produksi OPEC+. Menurut survei Reuters, produksi minyak OPEC turun 280.000 barel per hari menjadi 30,4 juta barel per hari di bulan Maret. Ini adalah level produksi terendah sejak 2015.
Pemerintah AS menginstruksikan broker minyak dan perusahaan penyulingan untuk memangkas pembelian dari Venezuela atau bisa menghadapi sanksi. Menurut sumber Reuters, AS juga mendorong Malaysia dan Singapura untuk lebih hati-hati memeriksa minyak Iran di wilayah perairan kedua negara.
(KA02/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.