Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 0,56 persen di 6.480. Delapan dari sembilan sektor berakhir di teritori positif, dipimpin sektor finansial (1,22 persen) dan infrastruktur (1,03 persen).
Hanya sektor industri dasar yang berakhir di wilayah negatif dengan pelemahan 0,76 persen. Saham BMRI, BBRI dan TLKM menjadi market leader sedangkan saham CPIN, JPFA dan TPIA menjadi market laggard. Penguatan IHSG terjadi di tengah bervariasinya Bursa Saham Asia.
Bursa Saham Wall Street ditutup menguat dengan Indeks DJIA naik 0,36 persen, S&P 500 naik 0,36 persen dan Nasdaq naik 0,34 persen. Kenaikan itu didorong kenaikan imbal hasil obligasi AS dari level terendahnya dalam 15 bulan dan optimisme investor seputar negosiasi dagang AS - China. Di sisi lain, penguatan ketiga indeks saham tersebut dibatasi oleh kekhawatiran tentang data ekonomi.
Ekonomi AS tumbuh 2,2 persen pada kuartal IV 2018, melambat lebih dari yang diperkirakan, sekaligus mempertahankan pertumbuhan 2018 di bawah target tahunan 3 persen.
Menutup Akhir Pekan, IHSG Akan Menguji Resisten di Level 6.525
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat berada di level 6.480. Indeks berpeluang untuk melanjutkan penguatannya menuju resistance level yang berada di 6.525 hingga 6,555. Stochastic berada di wilayah netral dengan kecenderungan menguat. Namun jika indeks berbalik melemah dapat menguji support level 6.440.
Pemerintah Disarankan Tunda Penerapan Pajak e-Commerce
Pada 1 April mendatang, pemerintah secara resmi akan mengimplementasi kebijakan pajak e-commerce, yang mana dituangkan pada PMK No. 210/PMK.010/2018.
Dalam peraturan ini, pengusaha yang beromzet Rp4,8 miliar dalam 1 tahun, diwajibkan untuk membayar 10 persen PPN dan/atau PPnBM. Menurut periset Katadata, Stevanny Limuria, penerapan ini sebaiknya ditunda karena dikhawatirkan akan menghambat perkembangan ekonomi digital nasional.
Inflasi Jerman Melambat
Inflasi Jerman pada bulan Maret mengalami perlambatan dengan hanya berada pada level 1,3 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan ekspektasi ekonom 1,6 persen (YoY). Hal ini menandakan bahwa pembuat kebijakan di Eropa masih kesulitan dalam menaikkan tingkat harga, meskipun stimulus sudah bertahun-tahun diberikan.
Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS Berpotensi Menguat
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda apresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot.
Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.
Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri dan tidak sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.
(KA02/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.