IHSG Bangkit Meski Dibayangi Sinyal Resesi AS, Asing Terbanyak Buru 5 Saham Ini

Bareksa • 27 Mar 2019

an image
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/6). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Investor asing mencatatkan pembelian bersih di seluruh pasar pada perdagangan kemarin senilai Rp338,6 miliar

Bareka.com - Setelah mengalami penurunan tajam pada awal pekan ini, pasar saham Indonesia berhasil bangkit dengan kenaikan cukup meyakinkan pada perdagangan kemarin.

Kinerja bursa saham Tanah Air senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga mengakhiri perdagangan kemarin di zona hijau. Indeks Nikkei (Jepang) melesat 2,15 persen, Indeks Hang Seng (Hong Kong) naik 0,15 persen, Indeks Straits Times (Singapura) menguat 0,55 persen, dan Indeks Kospi (Korea) bertambah 0,18 persen.

Koreksi yang sudah begitu dalam pada sehari sebelumnya membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli pada perdagangan kemarin. Data ekonomi yang dirilis kemarin juga ikut mendukung aksi beli investor.

Data ekonomi dari Singapura cukup memberi angin segar bagi para pelaku pasar. Produksi industri Singapura pada periode Februari 2019 diumumkan tumbuh 0,7 persen secara tahunan, mengalahkan konsensus yang memperkirakan tak ada perubahan, seperti dilansir dari Trading Economics. Sebelumnya pada periode Januari 2019, produksi industri terkontraksi 0,4 persen.

Di sisi lain, kekhawatiran mengenai resesi di Amerika Serikat (AS) masih menghantui sekaligus membatasi ruang gerak bursa saham regional. Pada hari Jumat (22/03/2019), telah terjadi inversi pada obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun.

Sebagai informasi, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko dibandingkan dengan tenor pendek.

Melansir data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan 22 Maret 2019, yield obligasi AS tenor 3 bulan berada di level 2,462 persen, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,455 persen.

Inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun merupakan konfirmasi dari potensi datangnya resesi di AS. Pasalnya dalam 3 resesi terkahir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun yang sebelumnya didahului inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Soal inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada 3 Desember 2018.

Pada penutupan perdagangan awal pekan ini, inversi yang terjadi semakin parah. Jika pada Jumat yield obligasi AS tenor 3 bulan lebih tinggi 0,7 bps dari yield obligasi AS tenor 10 tahun, kemarin nilainya sudah mencapai 3,6 bps. Pada perdagangan kemarin, nilainya memang sedikit menipis namun masih terbilang besar, yakni 2,3 bps.

Inversi yang semakin parah tersebut (yield tenor 3 bulan semakin meninggalkan yield tenor 10 tahun) mengindikasikan pelaku pasar semakin yakin bahwa AS akan masuk ke dalam jurang resesi.

Pada Selasa, 26 Maret 2019 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,92 persen dengan berakhir di level 6.470. Aktivitas transaksi pada perdagangan kemarin berlangsung cenderung sepi, di mana tercatat 13,59 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi yang hanya Rp7,02 triliun.

Secara sektoral,seluruhnya kompak berakhir di zona hijau pada perdagangan kemarin, dengan tiga sektor yang mengalami kenaikan tertinggi yakni industi dasar (1,81 persen), manufaktur (1,34 persen), dan konsumer (1,2 persen).

Beberapa saham yang menopang IHSG kemarin :

1. Saham BBRI (1,5 persen)
2. Saham BMRI (2,1 persen)
3. Saham HMSP (1,3 persen)
4. Saham TLKM (1,3 persen)
5. Saham GGRM (2,9 persen)

Sebanyak 230 saham menguat, 169 saham melemah, dan 138 saham tidak mengalami perubahan harga. Di sisi lain, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) di seluruh pasar pada perdagangan kemarin senilai Rp338,63 miliar.

Saham-saham yang terbanyak diburu investor asing :

1. Saham BBRI (Rp292,33 miliar)
2. Saham INDF (Rp53,56 miliar)
3. Saham HMSP (Rp42,49 miliar)
4. Saham BRPT (Rp41,33 miliar)
5. Saham BTPS (Rp31,17 miliar)

Analisis Teknikal IHSG


Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk bullish candle disertai short upper shadow yang menggambarkan pergerakan IHSG cukup positif meskipun belum berhasil ditutup pada level tertingginya.

Kenaikan kemarin merupakan indikasi yang cukup baik, di mana sehari sebelumnya IHSG mengalami penurunan yang tajam hingga lebih dari 1 persen.

Pergerakan IHSG kembali mencoba mendekati level psikologis 6.500 serta mampu untuk kembali ditutup di atas garis middle bollinger band yang mengindikasikan adanya sinyal kenaikan yang terbuka.

Indikator relative strength index (RSI) juga terpantau mengalami rebound, mengindikasikan adanya momentum kenaikan yang cukup kuat. Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini berpotensi untuk kembali bergerak positif.

Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang ditutup kompak berakhir di zona hijau pada perdagangan kemarin diharapkan bisa menjadi sentimen positif yang kembali mendorong laju IHSG pada perdagangan hari ini.

Indeks Dow Jones naik 0,55 persen, kemudian S&P 500 menguat 0,72 persen, dan Nasdaq Composite bertambah 0,71 persen.

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.