Ada Pesimisme Outlook Ekonomi, Manulife Sebut Potensi Arus Dana Asing Masuk

Bareksa • 25 Feb 2019

an image
eorang karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Mandiri Sekuritas, Jakarta, Senin (29/1). IHSG pada perdagangan Senin ditutup menguat 20 poin atau 0,3 persen dibanding penutupan kemarin dan kembali mencetak rekor baru di level 6.680, kendati investor asing mencatatkan jual bersih. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Hal itu pun sudah tercermin dari net buy asing di IHSG yang per 22 Februari 2019 capai Rp10,89 triliun

Bareksa.com – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menyampaikan review atas outlook ekonomi 2019. Terutama, untuk menanggapi banyaknya pihak yang pesimis.

Hal itu disampaikan Investment Specialist Manulife Dimas Ardhinugraha, Senin, 25 Februari 2019. Menurut Dimas, pesimisme atas outlook ekonomi 2019 wajar saja. Apalagi pada 2018 banyak terjadi faktor ketidakpastian, mulai dari kenaikan suku bunga The Fed, perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya, hingga dari sisi domestik, ada nilai tukar rupiah yang sempat menembus level Rp15.000 per dolar AS, seperti zaman krisis moneter tahun 1998 dulu.

“Jadi wajar, di awal tahun 2019 banyak investor yang cenderung pesimis melihat outlook tahun 2019. Terutama untuk data perdagangan dan data manufaktur, cenderung agak turun di 2018 kemarin,” tutur Dimas. 

Tapi Dimas berpandangan, apa yang terjadi pada tahun lalu, kebanyakan orang hanya fokus pada data yang jelek saja, tidak melihat data yang lain. Padahal tidak semua data jelek, ada juga data yang tetap positif.

Contohnya data sektor ketenagakerjaan dan juga sektor jasa. Ekonomi tidak hanya manufaktur dan perdagangan. Ada sektor-sektor lainnya yang menggambarkan ekonomi secara keseluruhan.

Dimas menyampaikan, Indonesia ekonominya berorientasi domestik. “Artinya Indonesia tidak terlalu bergantung kepada perdagangan dunia untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri,” tambahnya.

Di tengah volatilitas perdagangan di tingkat global, ekonomi Indonesia yang berorientasi domestik relatif akan lebih terjaga. Ekonomi Indonesia tinggi dan stabil.

Menurut Dimas, hal ini bagus karena menjadi satu daya tarik tersendiri bagi Indonesia. “Kami melihat adanya potensi arus dana asing masuk ke pasar finansial Indonesia di tahun 2019,” imbuh dia.

Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia tidak diam saja menghadapi ketidakpastian global seperti sekarang ini. Dari sisi bank sentral, di tahun 2018, BI menaikkan suku bunga sebanyak enam kali untuk menjaga stabilitas rupiah.

“Ke depannya, dengan The Fed yang ekspektasinya lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga, kami melihat BI akan mulai mengerem dalam menaikkan suku bunga atau bahkan mungkin bisa menurunkan suku bunga. Sepertinya untuk stabilitas rupiah akan lebih terjaga di tahun 2019 ini,” ungkapnya. 

Dari sisi pemerintah, pemerintah juga menaikkan anggaran bantuan sosial untuk tahun 2019 sebesar 33 persen (menjadi Rp387 triliun di tahun 2019). Fungsinya adalah untuk mendukung daya beli masyarakat.

Sejauh ini, melihat data-data di 2018 program-program pemerintah dan bank sentral turut mendukung kondisi ekonomi Indonesia. Contohnya data penjualan ritel (data bulan Des 2017 tumbuh 0,7 persen dan bulan Des 2018 tumbuh 7,7 persen - Sumber: Bank Indonesia), data penjualan mobil (tahun 2017 tumbuh 1,7 persen dan tahun 2018 tumbuh 6,6 persen - Sumber: Gaikindo), data pertumbuhan kredit perbankan (tahun 2017 tumbuh 8 persen dan tahun 2018 tumbuh 12 persen - Sumber: Bank Indonesia), lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu juga, dari sisi nilai tukar, rupiah kembali menguat ke level Rp13.000 per dolar AS.

Pasar Saham dan Obligasi

Dengan kondisi ekonomi global seperti ini, bagaimana potensi pasar saham dan obligasi Indonesia ke depannya? Dimas melihat, baik pasar saham maupun pasar obligasi Indonesia masih sangat berpotensi untuk tahun ini.

Pertama, dari pasar saham. Pasar saham yang menjadi katalis besarnya adalah potensi arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia. Di bulan Januari 2019, baru sekitar Rp13 triliun yang masuk ke pasar saham Indonesia.

Sementara dari tahun 2017 dan 2018, secara total yang keluar dari pasar saham sekitar Rp92 triliun. Jadi potensi masih cukup besar untuk dana asing masuk ke pasar saham Indonesia.

Net Buy Asing di Pasar Saham Hingga 22 Februari 2019

Sumber: BEI

Adapun untuk pasar obligasi, masih sangat berpotensi. Imbal hasil obligasi Indonesia masih di kisaran yang sangat atraktif, cukup tinggi dibandingkan negara kawasan lainnya. Karena itu, dengan kondisi ekonomi domestik yang lebih kondusif dibandingkan tahun lalu, sangat berpotensi mendukung dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia.     

(AM)