Bareksa.com - Beberapa waktu terakhir, saham emiten farmasi PT Merck Tbk (MERK) ramai diperbincangkan pelaku pasar.
Hal tersebut tidak lain dikarenakan aksi korporasi yang akan dilakukannya yakni terkait rencana pembagian dividen tunai dalam jumlah yang tergolong sangat besar, sehingga membuat beberapa pelaku pasar tertarik memburunya.
Sejatinya, saham MERK termasuk saham yang kurang likuid, di mana sepanjang tahun ini volume transaksi perdagangannya sangat tipis. Namun saat perseroan mengumumkan akan membagikan dividen tunai pada tanggal 10 Desember 2018, saham MERK lantas langsung melonjak dan bergerak dengan volatilitas yang cukup tinggi.
Sumber: Bareksa
“Direksi Merck memutuskan untuk membagi dividen interim tahun buku 2018 sebesar Rp3.260 setiap sahamnya atau sejumlah Rp1.460.480.000.000 kepada pemegang 448 juta saham yang telah dikeluarkan Merck,” jelas Direksi Merck dalam keterbukaan informasi yang diterima di Jakarta, Senin (10 Desember 2018).
Cum date dividen di pasar reguler dan negosiasi jatuh pada 14 Desember 2018. Sedangkan cum date dividen di pasar tunai dan daftar pemegang saham yang berhak atas dividen interim atau recording date pada 18 Desember 2018.
Lonjakan yang terjadi pada saham MERK memang cukup masuk akal, mengingat jumlah dividen yang akan dibagikan tergolong sangat besar. Jika dibandingkan dengan harga saham pada penutupan tanggal 10 Desember 2018, dividen yield-nya mencapai 50,35 persen.
Dari sudut pandang investor, rasio dividend yield menjadi perhatian khusus untuk mengambil keputusan. Sebagai informasi, dividend yield merupakan rasio perbandingan besarnya dividen yang didapat terhadap harga saham saat cum date (tanggal pencatatan nama pemegang saham yang berhak).
Semakin tinggi dividend yield, maka semakin bagus mengingat semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang didapat oleh investor relatif terhadap modal untuk membeli sahamnya.
Angka tersebut jelas menggoda pelaku pasar untuk mengejar dividen yang akan dibagikan emiten yang bergerak dalam bidang farmasi tersebut. Sehingga membuat harga saham MERK meroket 19,9 persen pada 10 Desember 2018, dan kembali terbang pada keesokan harinya 19,3 persen.
Revisi Dividen
Namun, menjelang detik-detik akhir cum date, secara mengejutkan MERK mengumumkan adanya revisi terhadap rencana pembagian dividen tunai tersebut dari semula Rp1,46 triliun (Rp3.260 pers saham), menjadi Rp1,14 triliun (Rp2.565 per saham).
Hal tersebut tertuang dalam Pengumuman KSEI No. KSEI-32599/JKU/1218 tanggal 11 Desember 2018 Perihal Jadwal Pelaksanaan Pembagian Dividen Interim atas efek Merck Tbk, PT (MERK) dan berdasarkan informasi dari PT Merck Tbk melalui surat No. 54/CS/MS/XII/2018 tanggal 14 Desember 2018 perihal Revisi Jumlah dan Jadwal Pembagian Dividen Interim PT Merck Tbk (Perseroan) bahwa terdapat perubahan Rasio dan Jadwal Pembagian Dividen Interim PT Merck Tbk sebagai berikut:
Sumber: KSEI
Keputusan yang diambil manajemen MERK cukup mengejutkan, pasalnya dividen yang direvisi tersebut mengalami penurunan 21,32 persen. Hal itu tentu bisa memberikan persepsi negatif di kalangan pelaku pasar terkait nilai-nilai tata kelolaan persusahaan (good corporate governance/GCG).
Hal tersebut menyebabkan MERK menjadi perhatian khusus otoritas berwenang yakni Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menanggapi kejadian tersebut, Direktur BEII Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan kepada MERK untuk meminta penjelasan terkait latar belakang revisi yang dilakukan.
“Kami akan meminta mereka melakukan public expose insidentil untuk menyampaikan hal tersebut kepada investor dan stakeholders lain dan kami akan pertimbangkan pengenaan sanksi,” ujar Nyoman seperti dilansir Kontan.
Menurutnya ada dua sanksi yang bisa dipertimbangkan yakni sanki tertulis ataupun tambahan denda. “Kami akan lihat penyebabnya dahulu,” ujar Nyoman.
(KA01/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut