Bagaimana Peluang Window Dressing Terjadi Tahun Ini?

Bareksa • 10 Dec 2018

an image
Pialang mengamati pergerakan angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta - (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Window dressing secara umum bisa diartikan sebagai fenomena tren kenaikan harga saham pada akhir tahun

Bareksa.com - Di kalangan masyarakat pasar modal ada satu istilah yang sering muncul pada periode akhir kuartal dan akhir tahun, yaitu “window dressing”. Mempertimbangkan berbagai aspek terkait pasar, akankah fenomena yang biasanya mendorong pasar saham ini terjadi pada akhir 2018?

Sebagai informasi, window dressing secara umum bisa diartikan sebagai fenomena tren kenaikan harga saham pada akhir tahun saat perusahaan publik yang mencatatkan sahamnya akan melakukan tutup buku. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh investor untuk meraih keuntungan dari portofolio yang mereka miliki.

Window dressing biasanya dilakukan oleh pengelola keuangan atau manajer investasi, dengan cara menjual saham-saham yang sedang melemah dan secara fundamental kurang baik. Sementara saham yang sedang menguat dan memiliki fundamental baik akan dibeli. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar memberi kesan bahwa pengelola keuangan tersebut telah memilih saham yang benar dan memiliki kinerja baik.

Bareksa mengumpulkan data pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setiap Desember, selama 20 tahun terakhir sejak 1997-2017. Level IHSG disajikan per akhir tahun, dengan warna abu-abu yang menunjukkan penurunan dan hijau mengindikasikan kenaikan selama periode tersebut.

Tabel: Posisi Indeks Harga Saham Gabungan Setiap Bulan Desember Dari 1992-2016

Sumber: Bareksa.com

Menurut analisis Bareksa, data selama 25 tahun terakhir menunjukkan adanya kenaikan indeks saham sebanyak 95 persen (atau 19 kali kejadian) pada setiap Desember. Bahkan dalam 16 tahun terakhir, 100 persen data membuktikan adanya kenaikan pada indeks saham.

Fenomena window dressing terjadi berulang selama bertahun-tahun, apakah bisa terjadi kembali tahun ini?

Analis pasar modal, Maximilianus Nicodemus, menjelaskan bahwa berbicara mengenai fenomena window dressing seperti berbicara film yang akan terbit tapi tidak terbit terbit karena adanya film yang lebih menarik yang akan keluar. Window dressing merupakan salah satu hal yang ditunggu, ketika situasi dan kondisi global mendukung untuk terjadinya window dressing.

"Namun sampai hari ini, kami terfokus kepada target indeks di angka 6.150, itu pun susah sekali untuk ditembus. Bahkan, IHSG saat ini cenderung tertekan kembali ke bawah. Tertekan perang dagang Amerika dan China, penangkapan CFO Huawei yang membuat tensi kembali meningkat, hingga potensi resesi Amerika yang mengakibatkan The Fed tidak jadi menaikkan tingkat suku bunga," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.

Secara year to date (YTD) hingga 7 Desember 2018, IHSG terpantau masih melemah. IHSG ditutup di 6.126,36 pada akhir pekan lalu, masih 3,6 persen di bawah level penutupan akhir tahun lalu di 6.355,65.

Grafik: Pergerakan IHSG secara YTD

 

Sumber: Bareksa.com

Lantas bagaimana peluang terjadinya window dressing? Nicodemus menjelaskan ada berbagai macam faktor dari dalam negeri yang bisa mendorong terjadinya fenomena ini. Salah satunya adalah keinginan bursa untuk menutup indeks di level yang lebih baik daripada tahun kemarin. Hal ini akan menjadi salah satu kunci perfomance manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI)  yang baru untuk unjuk gigi.

Sejauh ini, sentimen domestik juga cukup membawa angin segar, meskipun faktor eksternal terlihat lebih dominan. Contohnya, berita mengenai kenaikan Cadangan Devisa Indonesia per November, kalah saing dengan berita penangkapan CFO Huawei dan potensi resesi Amerika.

"Sementara untuk saham-saham yang ikut naik kita bisa coba untuk lihat saham dari LQ 45. Meskipun pada saat ini sama semua punya potensi, hanya saja saham mana yang lebih banyak disukai. Sekarang sekalipun pakai technical analysis, probabilitas kemungkinannya sudah berkurang karena sekarang sentimen faktor fundamental lebih mendukung," katanya. (hm)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.